Wednesday 13 July 2011

DEFINISI PSIKOLOGI DAN PANDANGAN MENURUT PARA AHLI

DEFINISI PSIKOLOGI

Psikologi berasal dari bahasa Yunani Kuno: psyche = jiwa dan logos = kata. Jadi psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa ataumental. Psikologi tidak mempelajari jiwa atau mental secara langsung karena sifatnya yang abstrak, tetapi psikologi membatasi pada manifestasi dan ekspresi dari jiwa atau mental tersebut, yakni berupa tingkah laku dan proses atau kegiatannya. Sehingga Psikologi dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku dan proses mental.

Psikologi dalam istilah lama di sebut ilmu jiwa itu berasal dari kata Bahasa Inggris psychology. Kata psychology merupakan dua akar kata yang bersumber dari bahasa Greek (Yunani), yaitu: (1) psyche yang berarti jiwa; (2) logos yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah Psikologi adalah ilmu jiwa atau bisa di sebut ilmu yang mempelajari kejiwaan.

Definisi psikologi :
- Psikologi adalah ilmu mengenai kehidupan mental (the science of mental life)
- Psikologi adalah ilmu mengenai pikiran (the science of mind)
- Psikologi adalah ilmu mengenai tingkah laku (the science of behavior), dan lain-lain defenisi yang sangat tergantung pada sudut pandang yang mendefenisikannya.


MENURUT PADANGAN PARA AHLI

- Menurut pendapat Tatang Somantri, Psikologi adalah Ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan membahas tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia baik selaku individu maupun kelompok, dalam hubungannya dengan lingkungan. Lingkungan dalam hal ini meliputi semua orang, barang, keadaan dan kejadian yang ada di sekitar manusia.

- Menurut pendapat Gleitman (1986), Psikologi lebih banyak di kaitkan dengan kehidupan organisme manusia. Dalam hubungan ini psikologi di defenisikan sebagi ilmu pengetahuan yang berusaha memahami perilaku manusia, alasan dan cara mereka melakukan sesuatu, dan juga memahami bagimana makhluk tersebut berpikir dan berperasaan.

- Menurut pendapat Bruno (1987), membagi pengertian psikologi kedalam tiga bagian yang pada perinsipnya saling berhubungan. Pertama, psikologi adalah studi (penyelidikan) mengenai “ruh”. Kedua, psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai ”kehidupan mental”, ketiga psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai “ tingkah laku” organisme.

- Selanjutnya, dalam Ensiklopedia Pendidikan, Poerbakawatja dan Harahap (1981) membatasi arti psikologi sebagai Cabang ilmu pengetahuan yang mengadakan penyelidikan atas gejala-gejala dan kegiatan-kegiatan jiwa tersebut meliputi respons organisme dan hubungannya dengan lingkungan.

- Menurut Crow & Crow, Pschycology is the study of human behavior and human relationship. Psikologi ialah tingkah laku manusia, yakni interaksi manusia dengan dunia sekitarnya, baik berupa manusia lain (human relationship) maupun bukan manusia: hewan, iklim, kebudayaan, dan sebagainya.

- Menurut Sartain : Psychology is the scientific study of the behavior of living organism,with especial attention given to human behavior. Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku organisme yang hidup, terutama tingkah laku manusia.

- Menurut Richard Mayer (1981), Psikologi merupakan analisis mengenai proses mental dan struktur daya ingat untuk memahami perilaku manusia.

Wednesday 6 July 2011

Mengapa Murid Sulit Mengungkapkan Pendapat

Mengapa Murid Sulit Mengungkapkan Pendapat

Suatu hari, Ibu guru memberikan penjelasan beberapa masalah aktual di depan kelas. Setelah selesai, beliau berkata, “Nah, sekarang bagaimana menurut kalian mengenai masalah ini?” Lima menit pun berlalu dan tidak ada murid yang memberikan pendapat atau tanggapan.

Kebanyakan guru akan kebingungan menghadapi situasi ini. Apakah semua murid tidak memperhatikan atau mereka memang tidak bisa menjawab. Dalam psikologi pendidikan, terutama dalam strategi pengajaran, ada kalanya murid memang mengalami kesulitan dalam menggunakan kemampuan bahasa ekspresif.

Bahasa ekspresif terkait dengan bagaimana seseorang dapat mengutarakan hasil pemikiran lewat komunikasi dengan orang lain. Tidak sedikit yang mengalami kesulitan dalam memberikan tanggapan atau mengekspresikan pendapat kepada orang lain.

Menurut Boyles dan Contadino, siswa yang mengalami kesulitan dalam mengekspresikan pendapat dapat dikarenakan beberapa faktor, seperti:

* Malu, menarik diri, dan punya masalah dalam berinteraksi sosial
* Menunda jawaban
* Mengalami kesulitan mengolah kata yang tepat
* Pemikiran yang ruwet dan tidak tertata mengakibatkan sulit dipahami
* Melewatkan beberapa pemahaman yang diberikan guru (orang lain)

Strategi pengajaran yang dapat digunakan untuk mengatasi hal ini dijelaskan oleh John W. Santrok dalam bukunya Educational Psychology, yaitu:

* Memberi anak kesempatan untuk merespon dalam waktu yang cukup
* Anak mungkin merasa kesulitan mengutarakan pendapat secara lisan, maka, kita dapat mengatasi dengan meminta mereka menuliskannya di atas kertas
* Memberi anak clue atau bantuan kata agar anak lebih mudah dalam mengolah diksi yang tepat
* Memberi anak kesempatan untuk tahu pertanyaan yang akan diajukan agar dapat mempersiapkan diri untuk menjawab

Ragam Gaya Mengajar Guru

Ragam Gaya Mengajar Guru

Guru merupakan tokoh utama paling bertanggung jawab atas keberhasilan dan kegagalan pendidikan pada siswa. Termasuk di dalamnya pembentukan daya kreasi siswa. Guru merupakan pemimpin kelas. Penunjuk jalan. Nakhoda yang akan membawa kemana siswa berkembang.

Sesuai dengan perannya, guru harus mampu memperlihatkan pentingnya mata pelajaran dan niat untuk belajar melalui sikap positif dan antusiasme pada saat mengajar. Dengan demikian, siswa akan ikut termotivasi serta mencontoh apa yang ditunjukkan oleh gurunya.

Mudahnya, gaya guru mengajar dapat dikatakan sebagai sebuah gaya kepimpinan. Menurut Hersey & Blanchard (1982), gaya kepemimpinan dapat dibagi menjadi empat dimensi, yaitu Telling, Selling, Participating dan Delegating.

1. Telling merupakan gaya kepemimpinan yang kurang mempercayai bawahannya dan banyak memberikan banyak instruksi kepada bawahannya. Gaya ini tidak terlalu memperdulikan bagaimana kualitas hubungan antara atasan dan bawahan.
2. Selling ditandai dengan tingginya tuntutan untuk menyelesaikan tugas, tetapi pemimpin juga memperhatikan bagaimana kualitas hubungan dengan bawahannya.
3. Participating ditunjukkan dengan pemimpin yang lebih menitikberatkan pada kualitas hubungan tapi kurang memperhatikan penyelesaian tugas-tugas.
4. Delegating adalah sebuah gaya memimpin yang memberikan kepercayaan tinggi kepada bawahan untuk melakukan tugas sendiri dengan pemberian sedikit arahan. Hanya saja, sedikit sekali hubungan personal diantaranya.

Tiap-tiap gaya kepemimpinan memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Sehingga akan lebih bijak apabila seorang guru mampu mengkombinasikan beberapa gaya mengajar. Tidak hanya terlalu terpaku pada salah satu gaya mengajar. Karena guru merupakan sosok penting dalam mendidik dan membentuk karakter seorang murid.

Murid Sebagai Korban Penganiayaan

Murid Sebagai Korban Penganiayaan

Kita mungkin bisa sepakat apabila mengatakan guru adalah pemimpin dalam kelas. Guru lah yang akan menentukan apa yang akan dipelajari oleh murid dan bagaimana ia akan berkembang. Guru sendiri harus tunduk kepada sistem pendidikan yang diatur oleh Kementrian Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Sebuah sistem yang berganti hampir tiap 5 tahun sekali. Bisa dikatakan, kala Presisden diganti, maka sistem pendidikan pun akan berganti.

Murid, yang notabene berada di bawah piramida ini menjadi korban atas ketidak-konsistenan sistem. Sistem yang diatas kertas memiliki tujuan yang baik dan secara kasat mata ideal, tidak dapat teraplikasikan dengan benar saat turun ke sekolah masing-masing. Kurangnya sosialisasi dan tidak adanya waktu untuk beradaptasi menjadi sebuah alasan mengapa sistem yang baru tidak efektif dan efisien.

Hal ini masih ditambahkan dengan berbagai masalah yang melibatkan guru sebagai pengajar, mungkin juga pendidik. Kesejahteraan menjadi isu utama kala kita mendengar kata guru disebut. Telah menjadi rahasia umum bahwa gaji yang diterima guru seringkali bertolak belakang dengan lamanya mengajar. Tidak adanya kejelasan status menjadi salah satu isu yang lain.

Bagaimana seorang guru akan mengajar dengan baik dan tenang apabila urusan dapur masih belum stabil. Bukankah Maslow mengatakan ada yang namanya Hierarki Kebutuhan? Apabila seseorang belum bisa memenuhi kebutuhannya, dia tidak akan berkembang. Dalam hal ini, kebutuhan dasar dari Maslow adalah kebutuhan fisik. Makanan, minuman, tempat tinggal adalah kebutuhan dasar setiap manusia.

Dengan kondisi yang seperti itu, wajar bila seorang guru tidak bisa mengajar dengan maksimal. Walau pun ada beberapa profil guru yang tetap mengajar sukarela tanpa dibayar. Mengajar adalah sebuah pengabdian, tapi abdi tetap butuh makan dan punya keluarga yang harus dihidupi.

Hal ini, berdampak pada murid yang ada di dasar sistem pendidikan. Ketidakmaksimalan guru mengajar menyebabkan potensi murid tidak berkembang maksimal. Memang bukan salah guru sepenuhnya apabila seorang murid tidak mampu mengembangkan potensi mereka. Namun guru ikut bertanggung jawab apabila seorang murid gagal mengembangkan potensinya. Inilah yang menyebabkan murid-murid sekarang menjadi teraniaya. Teraniaya oleh sistem. Teraniaya oleh pengajar. Dan teraniaya oleh tuntutan jaman. Semoga, ke depan ada kumpulan guru yang memutus penganiayaan ini dan menjadi pendidik-pendidik generasi bangsa.

Prestasi Anak atau Ambisi Orangtua

Prestasi Anak atau Ambisi Orangtua

Bila kita amati, sejak dini anak-anak telah dikenalkan dengan persaingan. Bentuknya pun beragam, mulai dari lomba, sayembara, kompetisi hingga olimpiade. Ini bertujuan agar anak memiliki mental kompetitif dan tidak gampang menyerah. Selain itu, sekolah pun tidak mau ketinggalan. Berbagai program disiapkan agar anak menjadi seorang pemenang.

Program teranyar yang dibuat oleh sekolah adalah RSBI atau Rintisan Sekolah Berstandar Internasional. Tidak sedikit orangtua yang berusaha untuk memasukkan anaknya ke dalam sekolah-sekolah dengan standar internasional. Mahalnya biaya tidak menjadi halangan.

Tanpa orangtua sadari, sikap ambisius orangtua seringkali membuat anak terkungkung dalam situasi yang menekan. Ambisi ini dapat berupa sikap menuntut anak untuk berprestasi pada suatu bidang. Tak jarang, bila anak gagal mencapai target, anak akan dianggap bodoh dan gagal. Kompensasinya, orangtua akan memarahi, “menghina”, atau menyindir. Selain itu anak akan diikutkan bimbingan belajar dan tambahan pelajaran agar tidak tertinggal.

Jam belajar yang sudah lama semakin bertambah panjang, 8 jam di sekolah masih harus ditambah beberapa jam lagi di luar sekolah. Situasi seperti ini, bisa jadi menekan bagi anak karena ia tidak punya kesempatan untuk bermain dan bersosialisasi. Anak tumbuh dalam ketakutan untuk gagal dan melakukan kesalahan.

Perasaan tersebut menjadi sebuah tekanan batin bagi anak. Bila anak terus merasa tertekan, berbagai kegiatan positif yang diikutkan orangtua akan menjadi momok. Bisa saja, anak akan membolos dan menggunakan berbagai alasan untuk menghindari kegiatan tersebut.

Jika sudah begini, impian untuk mendapat prestasi akademis yang baik tinggal menjadi kenangan. Motivasi berprestasi anak akan turun dan digantikan perasaan cemas serta takut gagal. Kondisi ini, membuat anak enggan mencoba meraih nilai cemerlang. Bukan tak mungkin, anak akan gagal meraih prestasi dan tak naik kelas.

Tentu ini bukan akhirbyang kita harapkan. Kita semua berharap bahwa anak akan memiliki prestasi cemerlang dan dapat menjadi kebanggaan orangtua. Bila perlu, anak dapat membawa nama bangsa ke ranah internasional. Untuk itu, orangtua perlu mendukung anak. Perhatian, keadaan lingkungan, menjaga kesehatan, serta asupan gizi menjadi salah satu penting untuk meraih kesuksesan.

Namun, yang perlu ditekankan adalah, orangtua perlu ingat, bahwa apa yang mereka lakukan adalah untuk kemajuan anak. Bukan untuk ambisi atau obsesi pribadi. Jangan sampai anak merasa tertekan dan tidak nyaman dalam menjalani hidup. Biarkan mereka memilih apa yang terbaik bagi mereka.

Bila anak adalah anak panah, maka orangtua adalah busurnya. Tugas orangtua adalah memberikan dorongan serta mengarahkan, bukan memaksa! [ ]

Macam Kesulitan Belajar Siswa

Dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah, kita dihadapkan dengan sejumlah karakterisktik siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan. Namun, di sisi lain tidak sedikit pula siswa yang justru dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan.

Kesulitan belajar siswa dapat ditunjukkan oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis yang dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di bawah semestinya. Kesulitan belajar siswa mencakup pengertian yang luas, diantaranya :

1. Learning disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya.
2. Learning disfunction adalah gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan psikologis lainnya.
3. Underachiever merupakan siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah.
4. Slow learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
5. Learning disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya. Siswa yang mengalami kesulitan belajar seperti tergolong dalam pengertian di atas akan tampak dari berbagai gejala.

Sejarah dan Aliran Psikologi

Sejarah dan Aliran Psikologi


Sejarah Psikologi bahkan ilmu pengetahuan yang kita kenal kebanyakan berpusat dari perkembangan awal sejarah eropa dari masa yunani, romawi hingga akhir abad 19 yang kemudian menyebar ke berbagai belahan dunia.

Pendekatan dan orientasi ilmu dalam dunia psikologi bermula dari filsafat masa Yunani, yaitu masa transisi dari pola pikir animisime ke natural science, yaitu pengetahuan bersumber dari alam. Pada masa ini perilaku manusia berusaha diterangkan melalui prinsip-prinsip alam atau prinsip yang dianalogikan dengan gejala alam.

Sepanjang masa kekaisaran romawi, perdebatan mengenai manusia bergeser dari topik kehidupan yang luas, hubungan antara manusia dengan lingkungannya /alam, ke arah pemahaman tentang kehidupan secara lebih spesifik, yaitu hubungan antara aspek-aspek di dalam diri manusia itu sendiri.

Masa Renaisans adalah peralihan masa, dimana pengetahuan bersifat doktrinal di bawah pengaruh gereja berubah ke masa peran nalar. Semangat pencerahan semakin tampak nyata dalam perkembangan science dan filsafat melalui menguatnya peran nalar (reason) dalam segala bidang. Munculnya diskusi tentang. “knowledge” yang menyebabkan perkembangan ilmu dan metode ilmiah yang maju dengan pesat. Penekanan pada fakta-fakta yang nyata daripada pemikiran yang abstrak. (Berdampak pada kajian psikologi sehingga ingin menjadi kajian yang ilmiah dan empiris)

Pasca Renaisans, Psikologi mencoba menjadi bagian dari ilmu faal muncul pada abad 19 seiring dengan kemajuan ilmu alam (natural science). Dimana pada fase inilah mulai ada jawaban yang empirik dan ilmiah dari pertanyaan-pertanyaan yang kerap muncul di masa lalu seperti: Apa itu jiwa (soul)?Bagaimana bentuk konkritnya? Bagaimana mengukurnya? Bagaimana hubungan body-soul ? Semua Pertanyaan itu terjawab dengan Kemajuan-kemajuan di bidang fisiologis, meliputi riset-riset di bidang aktivitas syaraf , sensasi, dan otak yang memberi dasar empiris dari soul (jiwa), yang juga sebelumnya dianggap sangat abstrak.

Pada akhir abad 19, dengan perkembangan natural science dan metode ilmiah secara mapan sebagaimana diuraikan di bagian sebelumnya, konteks intelektual Eropa sudah “siap” untuk menerima psikologi sebagai sebuah disiplin ilmu yang mandiri dan formal.

Tanah kelahiran psikologi adalah Jerman. Oleh karenanya munculnya psikologi tidak dapat dilepaskan dari konteks sosial Jerman yang memiliki misi membentuk manusia berkualitas dan penyedia tenaga kerja yang professional. Wilhelm Wundt, orang pertama yang memproklamirkan psikologi sebagai sebuah disiplin ilmu. Wundt adalah seorang doktor yang tertarik pada bidang fisiologis, dimana fisiologis merupakan jalan bagi psikologi untuk bisa masuk dalam ranah empiris ilmiah dan berdiri sebagai ilmu yang mandiri.

Hingga kemudian kajian ilmu psikologi terbentuk dan berkembang dengan munculnya berbagai macam aliran psikologi. Berikut adalah bentuk gambaran dan perkembangan kajian ilmu psikologi:

JERMAN

Psikologi strukturalisme / Eksperimen menekankan pada elemen mental, bahwa mental (jiwa) bisa diempiriskan dengan proses fisiologis
Psikologi Gestalt menolak analisis dan penguraian jiwa ke dalam elemen-elemen yang lebih kecil karena dengan demikian, makna dari jiwa itu sendiri berubah sebab bentuk kesatuannya juga hilang. Menekankan pada fenomenologis dalam aktifitas mental namun tetap empiris. (pindah ke amerika tetapi sulit berkembang akibat aliran behaviorisme)
Psikoanalisa mengikuti keaktifan mental dari Gestalt (Freud dengan psikodinamikanya pada level kesadaran dan non kesadaran) namun tidak empiris (mencegah bergantung pada empirisme). Tidak seperti ke dua aliran sebelumnya dijerman, psikoanalisa berkembang bukan dari riset para akademisi, tapi berdasarkan pengalaman dari praktek klinis hipnosis dalam menangani pasien histeria.

AMERIKA

Psikologi Fungsionalisme penekanan pada fungsi mental bukan hanya penjabaran elemen-elemen mental (fisiologis)
Psikologi Behaviorisme menyatakan bahwa jiwa atau proses mental bisa diempiriskan melalui perilaku nyata bukan fisiologis
Psikologi Humanistik menyumbangkan arah yang positif dan optimis bagi pengembangan potensi manusia, disebut sebagai yang mengembalikan hakikat psikologi sebagai ilmu tentang manusia, perspektif dan metodenya bersumber dari filsafat setelah perang dunia II
Sejarah dan Aliran Psikologi


Sejarah Psikologi bahkan ilmu pengetahuan yang kita kenal kebanyakan berpusat dari perkembangan awal sejarah eropa dari masa yunani, romawi hingga akhir abad 19 yang kemudian menyebar ke berbagai belahan dunia.

Pendekatan dan orientasi ilmu dalam dunia psikologi bermula dari filsafat masa Yunani, yaitu masa transisi dari pola pikir animisime ke natural science, yaitu pengetahuan bersumber dari alam. Pada masa ini perilaku manusia berusaha diterangkan melalui prinsip-prinsip alam atau prinsip yang dianalogikan dengan gejala alam.

Sepanjang masa kekaisaran romawi, perdebatan mengenai manusia bergeser dari topik kehidupan yang luas, hubungan antara manusia dengan lingkungannya /alam, ke arah pemahaman tentang kehidupan secara lebih spesifik, yaitu hubungan antara aspek-aspek di dalam diri manusia itu sendiri.

Masa Renaisans adalah peralihan masa, dimana pengetahuan bersifat doktrinal di bawah pengaruh gereja berubah ke masa peran nalar. Semangat pencerahan semakin tampak nyata dalam perkembangan science dan filsafat melalui menguatnya peran nalar (reason) dalam segala bidang. Munculnya diskusi tentang. “knowledge” yang menyebabkan perkembangan ilmu dan metode ilmiah yang maju dengan pesat. Penekanan pada fakta-fakta yang nyata daripada pemikiran yang abstrak. (Berdampak pada kajian psikologi sehingga ingin menjadi kajian yang ilmiah dan empiris)

Pasca Renaisans, Psikologi mencoba menjadi bagian dari ilmu faal muncul pada abad 19 seiring dengan kemajuan ilmu alam (natural science). Dimana pada fase inilah mulai ada jawaban yang empirik dan ilmiah dari pertanyaan-pertanyaan yang kerap muncul di masa lalu seperti: Apa itu jiwa (soul)?Bagaimana bentuk konkritnya? Bagaimana mengukurnya? Bagaimana hubungan body-soul ? Semua Pertanyaan itu terjawab dengan Kemajuan-kemajuan di bidang fisiologis, meliputi riset-riset di bidang aktivitas syaraf , sensasi, dan otak yang memberi dasar empiris dari soul (jiwa), yang juga sebelumnya dianggap sangat abstrak.

Pada akhir abad 19, dengan perkembangan natural science dan metode ilmiah secara mapan sebagaimana diuraikan di bagian sebelumnya, konteks intelektual Eropa sudah “siap” untuk menerima psikologi sebagai sebuah disiplin ilmu yang mandiri dan formal.

Tanah kelahiran psikologi adalah Jerman. Oleh karenanya munculnya psikologi tidak dapat dilepaskan dari konteks sosial Jerman yang memiliki misi membentuk manusia berkualitas dan penyedia tenaga kerja yang professional. Wilhelm Wundt, orang pertama yang memproklamirkan psikologi sebagai sebuah disiplin ilmu. Wundt adalah seorang doktor yang tertarik pada bidang fisiologis, dimana fisiologis merupakan jalan bagi psikologi untuk bisa masuk dalam ranah empiris ilmiah dan berdiri sebagai ilmu yang mandiri.

Hingga kemudian kajian ilmu psikologi terbentuk dan berkembang dengan munculnya berbagai macam aliran psikologi. Berikut adalah bentuk gambaran dan perkembangan kajian ilmu psikologi:

JERMAN

Psikologi strukturalisme / Eksperimen menekankan pada elemen mental, bahwa mental (jiwa) bisa diempiriskan dengan proses fisiologis
Psikologi Gestalt menolak analisis dan penguraian jiwa ke dalam elemen-elemen yang lebih kecil karena dengan demikian, makna dari jiwa itu sendiri berubah sebab bentuk kesatuannya juga hilang. Menekankan pada fenomenologis dalam aktifitas mental namun tetap empiris. (pindah ke amerika tetapi sulit berkembang akibat aliran behaviorisme)
Psikoanalisa mengikuti keaktifan mental dari Gestalt (Freud dengan psikodinamikanya pada level kesadaran dan non kesadaran) namun tidak empiris (mencegah bergantung pada empirisme). Tidak seperti ke dua aliran sebelumnya dijerman, psikoanalisa berkembang bukan dari riset para akademisi, tapi berdasarkan pengalaman dari praktek klinis hipnosis dalam menangani pasien histeria.

AMERIKA

Psikologi Fungsionalisme penekanan pada fungsi mental bukan hanya penjabaran elemen-elemen mental (fisiologis)
Psikologi Behaviorisme menyatakan bahwa jiwa atau proses mental bisa diempiriskan melalui perilaku nyata bukan fisiologis
Psikologi Humanistik menyumbangkan arah yang positif dan optimis bagi pengembangan potensi manusia, disebut sebagai yang mengembalikan hakikat psikologi sebagai ilmu tentang manusia, perspektif dan metodenya bersumber dari filsafat setelah perang dunia II

Penyakit Psikologi

Orang normal sekalipun masih mengidap penyakit psikologis. Banyak sekali penyakit psikologis dalam keseharian kita. Kita bisa mengetahuinya dengan hanya mengamati perilaku orang-orang terdekat kita. Saya merasakan pada diri saya sendiri. Ada suatu keanehan di dalam diri saya. Contohnya adalah ketika saya secara tidak sengaja menginjak seonggok tahi yang masih hangat. Saat saya tersadar bahwa saya telah menginjak tahi hangat itu, maka dengan reflek saya akan mencuri kesempatan mendekatkan hidung saya kepada tahi itu. Entah kenapa saya melakukan itu. Dan ketika saya mulai mengerti bahwa bau tahi itu sangat menjengkelkan, maka dengan kalap saya akan segera mengumpat tiada habisnya. Mungkinkah semua orang sama seperti saya? Saya kurang tahu.

Bagaimanapun baunya – baik itu busuk maupun wangi (mungkin) – saya pun tetap akan menyingkirkan tahi itu dari kaki saya, mungkin dengan membilasnya memakai air sampai bersih. Lalu apa tujuan saya mendekatkan hidung saya kepada tahi itu? Saya sudah tahu dari dulu bahwa tahi itu baunya busuk, tapi kenapa saya tetap sengaja menciumnya? Sampai sekarang saya belum bisa menjawabnya. Dan saya sadar bahwa saya ini makin bodoh saja.

Jangan Dibuka
Ada satu lagi keanehan saya. Saya pernah meminjam laptop dari seorang teman. Laptop itu saya bawa pulang. Setelah berhasil saya nyalakan laptop itu, mata saya langsung hinggap pada sebuah ikon file yang membuat saya penasaran ingin membukanya. Nama file itu adalah “JANGAN DIBUKA !!!”. Saat itu jam 2 malam. Dan kamar saya sedang sepi seperti kuburan. Melihat sikon yang menguntungkan itu, saya pun nekat mencuri kesempatan untuk diam-diam membuka file itu. Setelah saya klik, saya terperanjat ketakutan melihat isi ¬file itu. Ternyata file itu berisi foto close up muka hantu pocong. Gambar foto itu begitu nyata dan jelas memenuhi layar laptop. Lagi-lagi saya mengumpat atas kebodohan saya. Saya sudah termakan jebakan teman saya. Saya menyesal, karena sebelumya saya sudah dilarang oleh teman saya agar jangan membuka file itu.

Aneh. Sudah tahu “JANGAN DIBUKA !!!”, tapi kenapa saya masih nekat membukanya. Saya penasaran, apakah keanehan ini cuma terjadi pada saya. Saya hanya ingin memastikan, apakah semua orang sama seperti saya.

Mungkin akan lain kejadiannya jika isi file itu adalah gambar porno. Hehehehe.....

Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/psychology/2048757-penyakit-psikologi-sehari-hari/#ixzz1RKe6uc5r

Kekerasan dalam Pacaran

Kekerasan dalam Pacaran (KDP)

Pacaran adalah hubungan antara pria dan wanita yang diwarnai keintiman dimana satu sama lain terlibat dalam perasaan cinta dan saling mengakui pasangannya sebagai pacar. Melalui berpacaran seseorang akan mempelajari mengenai perasaan emosional tentang kehangatan, kedekatan dan berbagi dalam hubungan dengan orang lain. Salah satu tugas perkembangan dewasa muda adalah berkisar pada pembinaan hubungan intim dengan orang lain.

Namun pada kenyataannya, seringkali terjadi bahwa pacaran yang dilakukan remaja dapat menjurus kepada hal-hal yang negatif, misalnya pacaran diiringi dengan perilaku seksual pranikah, kekerasan dalam berpacaran, bahkan tidak jarang terjadi kasus-kasus pembunuhan, perkosaan hingga maraknya kasus-kasus hubungan seksual yang direkam melalui handphone. Salah satu fenomena yang saat ini semakin banyak muncul pada hubungan berpacaran adalah kekerasan dalam pacaran (KDP).

Data kasus kekerasan yang ditangani oleh Jaringan Relawan Independen (JaRI) periode April 2002-Juni 2007, yakni, dari 263 kasus kekerasan yang masuk, ada 92% korban perempuan (sekitar 242 orang). Dimana sepertiganya merupakan kekerasan dalam pacaran (KDP). Sementara itu, kasus kekerasan dalam pacaran (KDP) dan perkosaan pun menjadi kasus dominan yang ditangani Rifka Annisa Women`s Crisis Center asal Yogyakarta, setelah kekerasan terhadap istri. Selama 14 tahun terakhir, dari 3.627 kasus kekerasan terhadap perempuan yang terungkap, sekitar 26 % di antaranya adalah kekerasan dalam pacaran (KDP) dan perkosaan. Rifka Annisa (2002) mencatat bahwa kekerasan terhadap perempuan yang terjadi antara bulan Januari-Juli 2002 tercatat sebanyak 248 kasus. Dimana 60 kasus merupakan kekerasan pada masa pacaran (KDP) dan perkosaan 30 kasus.

Fenomena kekerasan dalam pacaran (KDP) sebenarnya seperti gunung es. Sebab, angka-angka tersebut hanya berdasar pada jumlah kasus yang dilaporkan, padahal dalam kenyataannya, tidaklah mudah bagi korban kekerasan melaporkan kasus yang dialaminya.

Kekerasan dalam Pacaran (KDP)
Banyak orang yang peduli tentang kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga (Domestic Violence), namun masih sedikit yang peduli pada kekerasan yang terjadi berpacaran (Kekerasan Dalam Pacaran/KDP) atau Dating Violence). Banyak yang beranggapan bahwa dalam berpacaran tidaklah mungkin terjadi kekerasan, karena pada umumnya masa berpacaran adalah masa yang penuh dengan hal-hal yang indah, di mana setiap hari diwarnai oleh manisnya tingkah laku dan kata-kata yang dilakukan dan diucapkan sang pacar.

Kekerasan dalam Pacaran (KDP) adalah perilaku atau tindakan seseorang dapat disebut sebagai tindak kekerasan dalam percintaan atau pacaran apabila salah satu pihak merasa terpaksa, tersinggung dan disakiti dengan apa yang telah dilakukan oleh pasangannya pada hubungan pacaran. Suatu tindakan dikatakan kekerasan apabila tindakan tersebut sampai melukai seseorang baik secara fisik maupun psikologis, bila yang melukai adalah pacar maka ini bisa digolongkan tindak kekerasan dalam pacaran (KDP).

Sebenarnya kekerasan ini tidak hanya dialami oleh perempuan atau remaja putri saja, remaja putra pun ada yang mengalami kekerasan yang dilakukan oleh pacarnya. Tetapi perempuan lebih banyak menjadi korban dibandingkan laki-laki karena pada dasarnya kekerasan ini terjadi karena adanya ketimpangan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan yang dianut oleh masyarakat luas. Ketidakadilan dalam hal jender selama ini telah terpatri dalam kehidupan sehari-hari, bahwa seorang perempuan biasa dianggap sebagai makhluk yang lemah, penurut, pasif, mengutamakan kepentingan laki-laki dan lain sebagainya, sehingga dirasa “pantas” menerima perlakuan yang tidak wajar atau semena-mena.

Payung hukum terhadap terjadinya tindak kekerasan terhadap perempuan, sebetulnya sudah cukup terakomodasi melalui UU No. 23 tahun 2004 tentang KDRT. Namun untuk kekerasan dalam pacaran (KDP), belum ada payung hukum khusus, dan masih menggunakan KUHP sebab dianggap kasus kriminal biasa. Kekerasan dalam pacaran (KDP) bisa masuk dalam KDRT, karena kekerasan yang terjadi dalam relasi domestik, antara laki-laki dan perempuan yang memiliki hubungan khusus.

Hal yang khas yang sering muncul dalam kasus kasus kekerasan dalam pacaran adalah bahwa korban biasanya memang cenderung lemah, kurang percaya diri, dan sangat mencintai pasangannya. Apalagi karena sang pacar, setelah melakukan kekerasan (menampar, memukul, nonjok, dll) biasanya setelah itu menunjukkan sikap menyesal, minta maaf, dan berjanji tidak akan mengulangi tindakan kekerasan lagi, dan bersikap manis kepada pasangannya. Pada dasarnya, hubungan pacaran adalah sarana melatih keahlian individu dalam kepekaan, empati, kemampuan untuk mengkomunikasikan emosi dan menyelesaikan konflik serta kemampuan untuk mempertahankan komitmen. Jika individu mampu mengkomunikasikan emosi dan menyelesaikan konflik dengan baik niscaya kekerasan dalam pacaran (KDP) tidak akan terjadi. Berkaitan dengan hal tersebut, penulis menduga bahwa salah satu penyebab terjadi kekerasan dalam pacaran (KDP) adalah rendahnya tingkat asertivitas individu. Rendahnya asertivitas tersebut tampak ketika individu cenderung menerima segala bentuk perlakuan oleh pasangannya, meskipun sebetulnya individu merasa tersiksa. Asertif berfungsi sebagai mengkomunikasikan emosi dan menyelesaikan konflik dalam berpacaran.

Istilah dalam Psikologi!

Istilah dalam Psikologi!

Beberapa istilah yang mungkin akan anda temui dalam psikologi! Dan berguna dalam mehami blog ini.:)

* Anima : kata latin untuk “jiwa”, yang digunakan Jung untuk menunjukkan lapisan “bawah-sadar” yang lebih daripada “bayang-bayang”nya.
* Asosiasi bebas (free-association) : metode “psikoanalisis” yang didalamnya seseorang secara terbuka melaporkan kepada terapis segala sesuatu yang memasuki pikiran sadarnya sewaktu hal itu muncul. Prosesnya sering berawal dengan pengajuan kata atau sejumlah kata secara acak oleh terapis. Bagi terapis, tujuannya adalah mendeteksi pengaruh “bawah sadar” yang mengendalikan asosiasi itu.
* Bawah-sadar (unconscious): Aspek psiki yang mengandung segala sesuatu yang tidak mudah diakses ke bidang kesadaran terdekat.
* Behaviorisme (behaviorism) : ilmu yang didirikan oleh John B. Watson dan dipopulerkan B.F Skinner, yang mendefinisikan psikologi sebagai studi tentang aktivitas-aktivitas yang bisa diamati (yaitu perilaku).
* Delusi (delusion) : keyakinan sesat yang tidak akan dilepas walaupun bukti kesesatannya dihadirkan.
* Jiwa (soul) : salah satu dari tiga aspek kodrat manusia, yang keabadiannya dihadirkan oleh Plato dan lain-lain.
* Neurosis : kondisi psikologis yang didalamnya pola perilaku abnormal timbul sebagai akibat dari ketidakmampuan dalam menghadapi kecemasan dengan cara-cara yang bisa diterima secara sosial.

Hubungan psikologi sosial dengan ilmu-ilmu sosial lainnya

Hubungan psikologi sosial dengan ilmu-ilmu sosial lainnya

Serge moscovici seorang psikolog sosial perancis menyatakan bahwa psikologi sosial adalah jembatan diantara cabang-cabang pengetahuan sosial lainnya. Sebab psikologi sosial mengakui pentingnya memandang individu dalam suatu system sosial yang lebih luas dan karena itu menarik kedalamnya sosiologi, ilmu politik, antropologi, dan ekonomi. Psikologi sosial mengakui aktifitas manusia yang rentangnya luas dan pengaruh budaya serta perilaku manusia dimasa lampau. Dalam mengambil fokus ini psikologi sosial beririsan dengan filsafat, sejarah, seni dan musik. Selain itu psikologi sosial memiliki perspektif luas dengan berusaha memahami relevansi dari proses internal dari aktivitas manusia terhadap perilaku sosial. Dalam hal ini psikologi sosial misalnya mungkin mempertanyakan bagaimana keadaan orang setelah menyaksikan suatu kejadian menakutkan akan mempengaruhi arousal secara fisiologis, seperti tekanan darah dan serangan jantung. Karena perspektif ini, maka dibahas tentang persepsi, kognisi dan respon fisiologis.

Meskipun demikian, perlu dicatat bahwa cirikhas dari psikologi sosial adalah memfokuskan pada individu daripada kelompok atau unit.sementara ahli ilmu sosial yang lain mempergunakan analisis kemasyarakatan yakni mempergunakan faktor-faktor secara luas untuk menjelaskan perilaku sosial. Misalnya sosiologi lebih tertarik pada struktur dan fungsi kelompok. Kelompok itu dapat kecil (keluarga), atau moderat (perkumpulan mahasiswa, klub sepakbola), atau luas (suatu masyarakat).

Sementara bidang studi lain dari psikologi yang tertarik pada keunikan dari perilaku individu adalah psikologi kerpibadian. Pendekatan psikologi kepribadian adalah membandingkan masing-masing orang. Sementara pendekatan psikologi sosial adalah mengidentifikasikan respon (cara bereaksi) dari sebagian besar atau kebanyakan orang dalam suatu situasi dan meneliti bagaimana situasi itu mempengaruhi respon tersebut.

Marilah kita bandingkan ketiga pendekatan tersebut dengan menggunakan contoh yang spesifik untuk menganalisis terjadinya tindak kekerasan. Pendekatan kemasyarakatan cenderung menunjukkan adanya kaitan antara tingkat kejahatan yang tinggi dengan kemiskinan, urbanisasi yang cepat, dan industrialisasi dalam suatu masyarakat. Untuk membuktikan kesimpulan ini, mereka menunjukkan beberapa fakta tertentu : orang yang miskin lebih sering melakukan kejahatan; kejahatan lebih banyak timbul di daerah kumuh ketimbang di lingkungan elit; kriminalitas meningkat pada masa resesi ekonomi dan menurun di saat kondisi ekonomi membaik.

Sementara pendekatan individual dalam bidang psikologi yang lain (psikologi kepribadian, perkembangan dan klinis) cenderung menjelaskan kriminalitas berdasarkan karakteristik dan pengalaman criminal individu yang unik. Pendekatan ini akan mempelajari perbedaan individual yang menyebabkan sebagian orang melakukan tindak criminal, yang tidak dilakukan oleh orang lain dengan latar belakang yang sama, untuk itu, biasanya mereka memusatkan pada latar belakang individu, misalnya bagaimana perkembangan orang itu? Disiplin apakah yang diterapkan orang tuanya? Mungkin orang tua yang kasar cenderung menumbuhkan anak belajar berperilaku kasar?. Penelitian dapat dilakukan dengan membandingkan latar belakang keluarga anak yang nakal dengan yang tidak nakal. Jadi analisis semacam ini memusatkan pada bagaimana dalam situasi yang sama orang dapat melakukan perilaku yang berbeda karena pengalaman masa lalu yang unik.

Sebaliknya psikologi sosial lebih berpusat pada usaha memahami bagaimana seseorang bereaksi terhadap situasi sosial yang terjadi. Psikologi sosial mempelajari perasaan subyektif yang biasanya muncul dalam situasi sosial tertentu, dan bagaimana perasaan itu mempengaruhi perilaku. Situasi interpersonal apa yang menimbulkan perasaan marah, dan meningkatkan atau menurunkan kemungkinan munculnya perilaku agresi? Sebagai contoh, salah satu prinsip dasar psikologi sosial adalah bahwa situasi frustasi akan membuat orang marah, yang memperbesar kemungkinan timbulnya mereka melakukan perilaku agresi. Akibat situasi yang menimbulkan frustasi ini merupakan penjelasan alternative mengenai sebab timbulnya kejahatan. Hubungan itu tidak hanya menjelaskan mengapa perilaku agresif terjadi dalam situasi tertentu, tetapi juga menjelaskan mengapa faktor ekonomi dan kemasyarakatan menimbulkan kejahatan. Misalnya, orang miskin berduyun-duyun dating ke kota akan mengalami frustasi; mereka ternyata sulit mencari pekerjaan, mereka tidka dapat membeli apa yang mereka inginkan, tidak dapat hidup layak seperti yang mereka bayangkan. Dan frustasi ini merupakan sebab utama munculnya sebagian besar perilaku criminal. Psikologi sosial biasanya juga menyangkut perasaan-perasaan subyektif yang ditimbulkan situasi interpersonal, yang kemudian mempengaruhi perilaku individu. Dalam contoh ini situasi frustasi menimbulkan kemarahan, yang kemudian menyebabkan timbulnya perilaku agresif.

Kesimpulan : pada dasarnya psikologi sosial sangat berhubungan dengan ilmu sosial lain nya, dimana psikologi sosial merupakan bagian dari semua cabang ilmu sosial lainnya!

Kartu Tarot dan Psikologi

Kartu Tarot dan Psikologi

Meramal dengan kartu tarot banyak dikenal masyarakat. Bagi sebagian mahasiswa, hal itu lumrah dilakukan, bahkan di fakultas psikologi. Apa sebenarnya kartu tarot? Aadakah hubungan dengan ilmu psikologi?

Sejarah keberadaan kartu ini sangat beragam sehingga kemunculannya tidak dapat diketahui secara pasti.

Perkembangan kartu tarot tak hanya terjadi pada abad 11. Sampai abad 21 sekarang pun, praktik ramal meramal menggunakan kartu tarot jamak dilakukan. Kartu ini banyak digunakan sebagai alat untuk menuju dunia supranatural, ramalan, dan astrologi. Namun, ada juga yang beranggapan tarot adalah permainan kartu yang bodoh.

Menurut Allison Shank dari Washington and Lee University, kartu terus memiliki arti tersembunyi terutama ketika digunakan oleh orang-orang sebagai cara untuk tahu informasi tentang masa depan mereka.

Menurutnya, tarot tidak hanya mengisyaratkan pada apa yang mungkin terjadi, tarot juga diyakini bisa membuka keinginan tersembunyi dan mengungkapkan pikiran bawah sadar individu. Namun, kartu juga menyediakan kebijaksanaan dan bimbingan dalam bidang rohani.

Ia menambahkan bahwa metode utama untuk memperoleh informasi dari kartu tarot adalah melalui interpretasi kartu dan simbol. Setiap kartu memiliki arti yang unik. Masing-masing kartu mewakili sesuatu, terutama dalam kehidupan.

Dalam tujuan praktisnya, tarot tidak pernah dilembagakan atau memiliki struktur yang profesional. Cara pengembangannya pun dilakukan melalui lisan, praktik-praktik dan hasil membaca buku. Praktik ini umumnya digunakan untuk tujuan hiburan sehingga membuat apa saja yang dihasilkan belum dapat dipastikan.

Kartu ini punya keberagaman di masing-masing belahan dunia. Tarot terus berkembang karena kebutuhan di masyarakat pada abad sebelumnya untuk memahami manusia (sebelum disiplin ilmu psikologi muncul). Praktik penggunaan kartu dipakai sebagai cara untuk introspeksi dan belajar bagaimana mengubah diri sendiri dengan harapan untuk menjadi manusia yang lebih baik.

Walaupun tarot merupakan cara masyarakat abad 11 untuk memahami manusia, tapi tidak dapat dikatakan bahwa kemampuan membaca kartu tarot merupakan ilmu yang dapat dibuktikan. Itu sebabnya, menurut Guru Besar Fakultas Psikologi UI Sarlito W.S., tarot merupakan ilmu semu dalam psikologi.

Bagaimana pendapat Anda? Pernahkah Anda diramal menggunakan kartu ini?

Tahapan Terjadinya Stres

Tahapan Terjadinya Stres

Gejala-gejala stres pada diri seseorang seringkali tidak disadari karena perjalanan awal tahapan stres timbul secara lambat, dan baru dirasakan bilamana tahapan gejala sudah lanjut dan mengganggu fungsi kehidupannya sehari-hari baik di rumah, di tempat kerja ataupun pergaulan lingkungan sosialnya. Dr. Robert J. Amberg (dalam Hawari, 2001) membagi tahapan-tahapan stres sebagai berikut :

1. Stres tahap I
Tahapan ini merupakan tahapan stres yang paling ringan dan biasanya disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut: 1) Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting); 2) Penglihatan “tajam” tidak sebagaimana biasanya; 3) Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya, namun tanpa disadari cadangan energi semakin menipis.

2. Stres tahap II
Dalam tahapan ini dampak stres yang semula “menyenangkan” sebagaimana diuraikan pada tahap I di atas mulai menghilang, dan timbul keluhan-keluhan yang disebabkan karena cadangan energi yang tidak lagi cukup sepanjang hari, karena tidak cukup waktu untuk beristirahat. Istirahat yang dimaksud antara lain dengan tidur yang cukup, bermanfaat untuk mengisi atau memulihkan cadangan energi yang mengalami defisit. Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang yang berada pada stres tahap II adalah sebagai berikut: 1) Merasa letih sewaktu bangun pagi yang seharusnya merasa segar; 2) Merasa mudah lelah sesudah makan siang; 3) Lekas merasa capai menjelang sore hari; 4) Sering mengeluh lambung/perut tidak nyaman (bowel discomfort); 5) Detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-debar); 6) Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang; 7) Tidak bisa santai.

3. Stres Tahap III
Apabila seseorang tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya tanpa menghiraukan keluhan-keluhan pada stres tahap II, maka akan menunjukkan keluhan-keluhan yang semakin nyata dan mengganggu, yaitu: 1) Gangguan lambung dan usus semakin nyata; misalnya keluhan “maag”(gastritis), buang air besar tidak teratur (diare); 2) Ketegangan otot-otot semakin terasa; 3) Perasaan ketidaktenangan dan ketegangan emosional semakin meningkat; 4) Gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar untuk mulai masuk tidur (early insomnia), atau terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur (middle insomnia), atau bangun terlalu pagi atau dini hari dan tidak dapat kembali tidur (Late insomnia); 5) Koordinasi tubuh terganggu (badan terasa loyo dan serasa mau pingsan). Pada tahapan ini seseorang sudah harus berkonsultasi pada dokter untuk memperoleh terapi, atau bisa juga beban stres hendaknya dikurangi dan tubuh memperoleh kesempatan untuk beristirahat guna menambah suplai energi yang mengalami defisit.

3. Stres Tahap IV
Gejala stres tahap IV, akan muncul: 1) Untuk bertahan sepanjang hari saja sudah terasa amat sulit; 2) Aktivitas pekerjaan yang semula menyenangkan dan mudah diselesaikan menjadi membosankan dan terasa lebih sulit; 3) Yang semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan kemampuan untuk merespons secara memadai (adequate); 4) Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari; 5) Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi-mimpi yang menegangkan; Seringkali menolak ajakan (negativism) karena tiada semangat dan
kegairahan; 6) Daya konsentrasi daya ingat menurun; 7) Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat dijelaskan apa penyebabnya.

4. Stres Tahap V
Bila keadaan berlanjut, maka seseorang itu akan jatuh dalam stres tahap V, yang ditandai dengan hal-hal sebagai berikut: 1) Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam (physical dan psychological exhaustion); 2) Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang ringan dan sederhana; 3) Gangguan sistem pencernaan semakin berat (gastrointestinal disorder); 4) Timbul perasaan ketakutan, kecemasan yang semakin meningkat, mudah bingung dan panik.

6. Stres Tahap VI
Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang mengalami serangan panik (panic attack) dan perasaan takut mati. Tidak jarang orang yang mengalami stres tahap VI ini berulang dibawa ke Unit Gawat Darurat bahkan ICCU, meskipun pada akhirnya dipulangkan karena tidak ditemukan kelainan fisik organ tubuh. Gambaran stres tahap VI ini adalah sebagai berikut: 1) Debaran jantung teramat keras; 2) Susah bernapas (sesak dan megap-megap); 3) Sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat bercucuran; 4) Ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan; 5) Pingsan atau kolaps (collapse). Bila dikaji maka keluhan atau gejala sebagaimana digambarkan di atas lebih didominasi oleh keluhan-keluhan fisik yang disebabkan oleh gangguan faal (fungsional) organ tubuh, sebagai akibat stresor psikososial yang melebihi kemampuan seseorang untuk mengatasinya.

Arti dan Definisi Kepribadian

Arti dan Definisi Kepribadian

Kepribadian itu memiliki banyak arti, bahkan saking banyaknya boleh dikatakan jumlah definisi dan arti dari kepribadian adalah sejumlah orang yang menafsirkannya. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan dalam penyusunan teori, penelitian dan pengukurannya.

Kepribadian secara umum

Personality atau kepribadian berasal dari kata persona, kata persona merujuk pada topeng yang biasa digunakan para pemain sandiwara di Zaman Romawi. Secara umum kepribadian menunjuk pada bagaimana individu tampil dan menimbulkan kesan bagi individu-individu lainnya. Pada dasarnya definisi dari kepribadian secara umum ini adalah lemah karena hanya menilai perilaku yang dapat diamati saja dan tidak mengabaikan kemungkinan bahwa ciri-ciri ini bisa berubah tergantung pada situasi sekitarnya selain itu definisi ini disebut lemah karena sifatnya yang bersifat evaluatif (menilai), bagaimanapun pada dasarnya kepribadian itu tidak dapat dinilai “baik” atau “buruk” karena bersifat netral.

Kepribadian menurut Psikologi

Untuk menjelaskan kepribadian menurut psikologi saya akan menggunakan teori dari George Kelly yang memandang bahwa kepribadian sebagai cara yang unik dari individu dalam mengartikan pengalaman-pengalaman hidupnya. Sementara Gordon Allport merumuskan kepribadian sebagai “sesuatu” yang terdapat dalam diri individu yang membimbing dan memberi arah kepada seluruh tingkah laku individu yang bersangkutan.

Lebih detail tentang definisi kepribadian menurut Allport yaitu kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis dari sistem psikofisik individu yang menentukan tingkah laku dan pikiran individu secara khas.

Allport menggunakan istilah sistem psikofisik dengan maksud menunjukkan bahwa jiwa dan raga manusia adalah suatu sistem yang terpadu dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain, serta diantara keduanya selalu terjadi interaksi dalam mengarahkan tingkah laku. Sedangkan istilah khas dalam batasan kepribadian Allport itu memiliki arti bahwa setiap individu memiliki kepribadiannya sendiri. Tidak ada dua orang yang berkepribadian sama, karena itu tidak ada dua orang yang berperilaku sama.

Sigmund Freud memandang kepribadian sebagai suatu struktur yang terdiri dari tiga sistem yaitu Id, Ego dan Superego. Dan tingkah laku, menurut Freud, tidak lain merupakan hasil dari konflik dan rekonsiliasi ketiga sistem kerpibadian tersebut.

Dari sebagian besar teori kepribadian diatas, dapat kita ambil kesamaan sbb(E. Koswara):

1. sebagian besar batasan melukiskan kerpibadian sebagai suatu struktur atau organisasi hipotesis, dan tingkah laku dilihat sebagai sesuatu yang diorganisasi dan diintegrasikan oleh kepribadian. Atau dengan kata lain kepribadian dipandang sebagai “organisasi” yang menjadi penentu atau pengarah tingkah laku kita.
2. sebagian besar batasan menekankan perlunya memahami arti perbedaan-perbedaan individual. Dengan istilah “kepribadian”, keunikan dari setiap individu ternyatakan. Dan melalui study tentang kepribadian, sifat-sifat atau kumpulan sifat individu yang membedakannya dengan individu lain diharapkan dapat menjadi jelas atau dapat dipahami. Para teoris kepribadian memandang kepribadian sebagai sesuatu yang unik dan atau khas pada diri setiap orang.
3. sebagian besar batasan menekankan pentingnya melihat kepribadian dari sudut “sejarah hidup”, perkembangan, dan perspektif. Kepribadian, menurut teoris kepribadian, merepresentasikan proses keterlibatan subyek atau individu atas pengaruh-pengaruh internal dan eksternal yang mencakup factor-faktor genetic atau biologis, pengalaman-pengalaman social, dan perubahan lingkungan. Atau dengan kata lain, corak dan keunikan kepribadian individu itu dipengaruhi oleh factor-faktor bawaan dan lingkungan.

Cara Mengatasi dan Menghilangkan Trauma

Trauma, Cara Mengatasi dan Menghilangkan

traumaTrauma, pernakah anda mendengarnya? Kemudian bagaimana cara mengatasi dan menghilangkan trauma? Pada waktu sekarang ini, banyak berita yang memuat tentang kejahatan, perampokan, pembunuhan, pemerkosaan, dan lain-lain. Tentu sangat memperhatinkan, belum lagi konflik dan peledakan bom diberbagai tempat.

Mungkin esok hari berita sudah berganti dengan yang lain. Namun ada satu hal yang terlupakan, yakni efek dari kejadian tersebut. Lalu apa efek itu, efek itu adalah berupa trauma. Pada daerah pengungsian akibat konflik misalnya, bukan berarti begitu anak-anak atau wanita diungsikan lalu masalah selesai. Justru suatu masalah mungkin sedang dimulai.

Jika berbicara tentang tindak kekerasan dan trauma, ada suatu istilah yang dikenal sebagai Post Traumatic Stress Disorder atau PTSD (gangguan stres pasca trauma). Yaitu gangguan stres yang timbul berkaitan dengan peristiwa traumatis luar biasa. Misalnya, melihat orang dibunuh, disiksa secara sadis, korban kecelakaan, bencana alam, dan lain-lain.

PTSD merupakan gangguan kejiwaan yang sangat berat, karena biasanya penderita mengalami gangguan jiwa yang mengganggu kehidupannya. Secara umum gejala PTSD dibagi menjadi tiga macam, yaitu:

Pertama, Reexperiencing. Perderita seperti mengalami kembali kejadian traumatis yang pernah dialami. Biasanya kondisi ini akan muncul ketika penderita sedang melamun atau melihat suasana yang mirip dengan pengalaman traumatisnya. Penderita dapat berperilaku mengejutkan, tiba-tiba berteriak, menangis, atau berlari ketakutan.

Fenomena lain juga dapat muncul seperti takut untuk tidur, karena begitu ia tidur peristiwa traumatis muncul kembali. Misalnya, peristiwa diperkosa atau pembunuhan yang berlangsung didepan mata.

Kedua, Hyperarousal. Suatu keadaan waspada berlebihan, seperti mudah kaget, tegang, curiga menghadapi gejala sesuatu, benda yang jatuh dia anggap seperti jatuhnya sebuah bom, dan tidur sering terbangun-bangun.

Ketiga, Avoidance. Seseorang akan selalu menghindari situasi yang mengingatkan ia pada kejadian traumatis. Seandainya kejadiannya saat suasana ramai, dia akan menghindari mall atau pasar. Begitu juga sebaliknya jika ia mengalami pada waktu sendiri, maka ia akan menghidari tempat-tempat sepi.

Jika PSTD tidak ditanganidengan benar, maka mempengaruhi kepribadian seseorang (perubahan kepribadian). Seperti paranoid (mudah curiga) misalnya. Kesulitan hal ini adalah jarang sekali penderita dengan kesadaranya datang ke para ahli. Apalagi stigma yang beredar dimasyarakat bahwa psikiater identik dengan orang sakit jiwa atau gila.

Lalu bagaimana cara mengatasi dan menghilangkan masalah trauma? Berbagai model psikoterapi telah dikembangakan untuk mengatasi PTSD, seperti, terapi perilaku, desensitisasi, hipnoterapi, semuanya cukup efektif asal penderita juga mendapatkan dukungan dari masyarakat lingkunganya dan juga orang terdekatnya.

Perlu untuk dibedakan, apakah seseorang sudah mengarah pada PTSD atau masih PTS (post traumatic sympton). Kalaupun masih PTS tidak akan sampai menimbulkan gangguan berat, masih dapat ditangani oleh psikolog yang terlatih. Yang perlu dilakukan adalah jangan sampai PTS menjadi PTSD.

Pertahanan Ego

Pertahanan Ego

deskripsi dari pertahanan ego:
Represi : Yang palign dasar di antara mekanisme pertahanan lainnya. suatu cara pertahanan untuk menyingkirkan dari kesadaran pikiran dan perasaan yang mengancam. represi terjadi secara tidak disadari.

Denial : Memainkan peran defensif, sama seperti represi. orang menyangkal untuk melihat atau menerima masalah atau aspek hidup yang menyulitkan. Denial beroperasi pada taraf preconscius atau conscius

Reaction Formation : Salah satu pertahanan terhadap impuls yang mengancam adalah secara aktif mengekspresikan impuls yang bertentangan dengan keinginan yang mengganggu, orang tidak usah harus menghadapi anxietas yang muncul seandainya ia menemukan dimensi yang ini (yang tidak dikehendaki) dari dirinya. individu mungkin menyembunyikan kebencian dengan kepura-puraan cinta, atau menutupi kekejaman dengan keramahan yang berlebihan.

Proyeksi : Mengatribusikan pikiran, perasaan, atau motif yang tidak dapat diterima kepada orang lain. mengatakan bahwa impuls-impuls ini dimiliki oleh “orang lain diluar sana, tidak oleh saya”. misalnya seorang laki-laki yang tertarik secara seksual kepada anaknya perempuan, mengatakan bahwa anaknyalah yang bertingkah laku seduktif. dengan demikian ia tidak usah harus menghadapi keinginannya sendiri.

Displacement : salah satu cara menghadapi anxietas adalah dengan memindahkannya dari objek yang mengancam kepada objek “yang lebih aman”. misalnya orang penakut yang tidak kuasa melawan atasannya melampiaskan hostilitasnya di rumah kepada anak-anaknya

Rasionalisasi : kadang-kadang orang memproduksi alasan-alasan “baik” untuk menjelaskan egonya yang terhantam. rasionalisasi membantu untuk membenarkan berbagai tingkah laku spesifik dan membantu untuk melemahkan pukulan yang berkaitan dengan kekecewaaan. misalnya bila orang tidak mendapatkan posisi yang diinginkannya dalam pekerjaan, mereka memikirkan alasan-alasan logis mengapa mereka tidak mendapatkannya, dan kadang-kadang mereka berusaha membujuk dan meyakinkan dirinya sendiri bahwa sebenarnya dia tidak menghendaki posisi tersebut.

Sublimasi : Dari pandangan freud, banyak kontribusi artistik yang besar merupakan hasil dari penyaluran energi sosial atau agresif kedalam tingkah laku kreatif yang diterima secara sosial dan bahkan dikagumi. misalnya impuls agresif dapat disalurkan menjadi prestasi olahraga.

Regresi : Beberapa orang kembali kepada bentuk tingkah laku yang sudah ditinggalkan. menghadapi stress atau tantangan besar, individu mungkin sudah berusaha untuk menanggulangi kecemasan dengan bertingkah laku tidak dewasa atau tak pantas.

Introyeksi : Mekanisme introyeksi terdiri dari mengambil alih dan “menelan” nilai-nilai standar orang lain. misalnya seorang anak yang mengalami penganiayaan, mengambil alih cara orangtuanya menanggulangi stress, dan dengan demikian mengabadikan siklus penganiayaan anak. introyeksi dapat pula positif, bila yang diambil alih adalah nilai-nilai positif dari orang-orang lain.

Cinta dan Tingkatanya

3 Tingkatan Cinta dan Berbagai Bentuk Cinta

Menurut kamus umum bahasa indonesia karya w.j.s. poerwadarminta, cinta adalah rasa sangat suka(kepada) atau (rasa) sayang (kepada), ataupun (rasa) sangat kasih atau sangat tetarik hatinya. Sedangkan kata kasih artinya perasaan sayang atau cinta kepada atau menaruh belas kasihan. Dengan demikian arti cinta dan kasih hampir bersamaan, sehingga kata kasih memperkuat rasa cinta. Karena itu cinta kasih dapat diartikan sebagai perasaan suka(sayang) kepada seseorang yang disertai dengan menaruh belas kasihan.

Walaupun cinta kasih mengandung arti hampir bersamaan, namun terdapat perbedaan juga antara keduanya. Cinta lebih mengandung pengertian mendalamnya rasa, sedangkan kasih lebih keluarnya; dengan kata lain bersumber dari cinta yang mendalam itulah kasih dapat diwujudkan secara nyata.

Cinta memegang peran yang penting dalam kehidupan manusia, sebab cinta merupakan landasan dalam kehidupan perkawinan, pembentukan keluarga dan pemeliharaan anak, hubungan yang erat dimasyarakat, dan hubungan manusiawi yang akrab. Demikian pula cinta adalah pengikat yang kokoh antar manusia dengan tuhannya sehingga manusia menyembah tuhan dengan ikhlas, mengikuti perintahnya, dan berpegang teguh pada syariatnya.

Cinta memiliki tiga tingkatan, yaitu tinggi, menengah dan rendah.

Cinta tingkat tertinggi adalah cinta kepada tuhan.

Cinta tingkat menengah adalah cinta kepada orangtua, anak, saudara, istri atau suami dan kerabat.

Cinta tingkat terendah adalah cinta yang lebih mengutamakan cinta keluarga, kerabat, harta dan tempat tinggal.

Menurut ibnu al-arabi

Mari kita simak pendapat Ibnu al-arabi (tokoh filosofo islam) mengenai rasa cinta. Ibnu al-araby membagi cinta pada 3 tingkatan, yaitu:

1.Cinta Natural. cinta ini bersifat subjektif, kita lebih mementingkan keuntungan diri sendiri. Contohnya, kita dapat mencintai seseorang karna dia telah menolong kita, berbuat baik pada kita. Seperti cintanya seekor kucing pada majikannya karna telah merawatnya.

2.Cinta Supranatural. Cinta ini brsifat objektif, tanpa pamrih. dimana kita akan mencintai seseorang dengan tulus tanpa mengharapkan timbal balik walau masih ada muatan subjektif. Contohnya seperti cintanya seorang ibu pada anaknya, ia rela berkorban apapun dan bgaimanapun caranya demi kebaikan anaknya walaupun tanpa ada balasan (rasa cinta) dari anaknya tersebut. Pada tingkat inilah kita akan mulai memahami pepatah yang menyabutkan “CINTA TAK HARUS MEMILIKI”

3.Cinta Ilahi. Inilah kesempurnaan dari rasa cinta. Kita tidak hanya akan mendahulukan kepentingan objek yand kita cintai,. Lebih dari itu, ketika kita telah mencapai tingkatan ini kita tidak akan lagi melihat diri kita sebagai sesuatu yang kita miliki, penyerahan secara penuh, sirnanya kepentingan pribadi. Kita merasa bahwa apapun yang kita miliki adalah milik objek yang kita cintai.

Menurut KANG ZAIN

1. Cinta berbasis Shodr (lapisan hati luar)

2. Cinta berbasis Qolbu (lapisan hati tengah)

3. Cinta berbasis Fuad (lapisan hati dalam)

Mari kita simak,

1. Cinta berbasis Shodr (lapisan hati luar)

Ciri-cirinya adalah perasaan mudah gelisah, kecenderungan yang ada adalah untuk memiliki bukan untuk memberi. Sifatnya jasadi atau fisik. Dan kental sekali berbau dunia. Ingin punya ini dan ingin punya itu … tapi sering lupa mensyukuri apa yang sudah dimiliki.

2. Cinta berbasis Qolbu (lapisan hati tengah)

Ciri-cirinya adalah perasaan kadang gelisah tapi kadang tenang bahagia. Kadang menikmati tapi kadang menyesali. Kadang inget Tuhan tapi kadang inget kekasih hati ciptaan Tuhan. Perasaannya bolak-balik seperti Qolbu. Jika ia memiliki hati yang bersih maka walaupun ia mencintai makhluk Tuhan, ia tetap paham prosedur syariat yang harus dilewati. Sehingga ia bisa memiliki sesuatu dengan cara yang dirahmati Tuhan.

3. Cinta berbasis Fuad (lapisan hati dalam)

Inilah cinta yang sejati, sangat dalam dan penuh sensasi yang melupakan (dunia). Ia begitu dalam sehingga tidak mudah lepas, bahkan tidak bisa lepas. Hatinya bergantung penuh kepada Tuhan. Ia nyaris lupa akan dunia. Dan itulah yang jadi masalahnya. Ia terkadang lupa akan bajunya yang mungkin saja kurang pantas dilihat. Ia tidak lagi memikirkan penilaian orang terhadapnya. Itu sebabnya ia pun sering beristghfar karena khawatir tidak mampu mencintai Makhluk Tuhan, sehingga ada yang terzalimi karena begitu kuat cintanya kepada Tuhan. Hatinya tenang karena dekat kepada Tuhan, dan hatinya pun gelisah karena ingat dosa-dosanya yang tak mampu dilihatnya. Mungkin saja ia sampai bingung apalagi yang mau di-istighfari, padahal ia sangat menyukai istighfar dan taubat, tapi ia begitu anti berbuat maksiat.

Triangular Theory of Love

Di dalam teori ini, cinta digambarkan memiliki tiga elemen/komponen yang berbeda, yaitu : keintiman (intimacy), gairah/nafsu (passion), dan kesepakatan/komitmen (commitment). Teori ini dikemukakan oleh Robert Sternberg – seorang ahli psikologi. Berbagai gradasi maupun jenis cinta timbul karena perbedaan kombinasi di antara ketiga elemen tersebut. Suatu hubungan interpersonal yang didasarkan hanya pada satu elemen ternyata lebih rapuh daripada bila didasarkan pada dua atau tiga elemen.

Berdasarkan “Triangular Theory of Love” disebutkan beberapa bentuk-bentuk (wajah) cinta, yaitu :

1. Menyukai (liking) atau pertemanan karib (friendship), yang cuma memiliki elemen intimacy. Dalam jenis ini, seseorang merasakan keterikatan, kehangatan, dan kedekatan dengan orang lain tanpa adanya perasaan gairah/nafsu yang menggebu atau komitmen jangka panjang.

2. Tergila-gila (infatuation) atau pengidolaan (limerence), hanya memiliki elemen passion. Jenis ini disebut juga Infatuated Love, seringkali orang menggambarkannya sebagai “cinta pada pandangan pertama”. Tanpa adanya elemen intimacy dan commitment, cinta jenis ini mudah berlalu.

3. Cinta hampa (empty love), dengan elemen tunggal commitment di dalamnya. Seringkali cinta yang kuat bisa berubah menjadi empty love, yang tertinggal hanyalah commitment tanpa adanya intimacy dan passion. Cinta jenis ini banyak dijumpai pada kultur masyarakat yang terbiasa dengan perjodohan atau pernikahan yang telah diatur (Era Siti Nurbaya dan Datuk Maringgih?)

4. Cinta romantis (romantic love). Cinta jenis ini memiliki ikatan emosi dan fisik yang kuat (intimacy) melalui dorongan passion.

5. Cinta persahabatan sejati (companionate love). Didapatkan pada hubungan yang telah kehilangan passion tetapi masih memiliki perhatian dan intimacy yang dalam serta commitment. Bentuk cinta seperti ini biasanya terjadi antar sahabat yang berlawanan jenis.

6. Cinta semu (fatuous love), bercirikan adanya masa pacaran dan pernikahan yang sangat bergelora dan meledak-ledak (digambarkan “seperti angin puyuh”), commitment terjadi terutama karena dilandasi oleh passion, tanpa adanya pengaruh intimacy sebagai penyeimbang.

7. Cinta sempurna (consummate love), adalah bentuk yang paling lengkap dari cinta. Bentuk cinta ini merupakan jenis hubungan yang paling ideal, banyak orang berjuang untuk mendapatkan, tetapi hanya sedikit yang bisa memperolehnya. Sternberg mengingatkan bahwa memelihara dan mempertahankan cinta jenis ini jauh lebih sulit daripada ketika meraihnya. Sternberg menekankan pentingnya menerjemahkan elemen-elemen cinta ke dalam tindakan (action). “Tanpa ekspresi, bahkan cinta yang paling besar pun bisa mati” kata Sternberg.

8. Non Love, adalah suatu hubungan yang tidak terdapat satupun dari ketiga unsur tersebut. hanya ada interaksi namun tidak ada gairah, komitmen, ataupun rasa suka.

Study Kasus :

Pernah tidak sih mendengar cerita dari sahabatmu atau temanmu yang bercerita tentang pacarnya ?

Tentang indahnya punya pacar ? tentang bahagia yang di dapatkannya dari sang kekasih hati ? pasti sering kan ? banyak sekali cerita tentang cinta dari yang bahagia hingga yang menyedihkan dan tragis. Tapi itu semua hanya cinta kepada sesama umat manusia.

Pernah tidak mendengar malihat temanmu yang bercerita sambil menangis ketika meninggalkan ibadahnya ? pernah tidak mendengar penyesalan telah meninggalkan kegiatan agamanya ? tentu jarang ! atau mungkin tidak sama sekali.

Inilah bedanya, kadang manusia suka lupa bahwa ia harus lebih mencintai sang penciptanya daripada umat manusia yang juga di ciptakan sang pencipta.

3 Siksaan Psikis dan Pengertian Kekalutan Mental

3 Siksaan Psikis dan Pengertian Kekalutan Mental

Siksaan yang sifatnya Psikis misalnya kebimbangan, kesepian dan ketakutan.

Kebimbangan dialami oleh seseorang bila ia pada suatu saat tidak dapatmenentukan pilihan mana yang akan diambil. Misalnya pada suatu saat apakah seseorang yang bimbang itu pergi atau tidak, siapakah kawannya yang akan pacar tetapnya. Akibat dari kebimbangan seseorang berada dalam keadaan yang tidak menentu, sehingga ia merasa tersiksa dalam hidupnya saat itu. Bagi orang yang lemah berpikirnya, masalah kebimbangan akan lama dialami,sehingga siksaan itu berkepanjangan. Tetapi bagi orang yang kuat berpikirnya ia akan cepat mengambil suatu keputuan, sehingga kebimbangan akan cepat dapat diatasi.

Kesepian dialami oleh seseorang merupakan rasa sepi dalam dirinya atau jiwanya, walaupun ia dalam lingkungan orang ramai, kesepian ini tidak boleh dicampur adukkan dengan keadaan sepi seperti yang dialami oleh petapa atau biarawan yang tinggalnya ditempat yang sepi. Tempat mereka memang sepi tetapi hati mereka tidak sepi. Kesepian juga merupakan salah satu wujud dari siksaan yang dialami seseorang.

Seperti halnya kebimbangan, kesepian perlu cepat diatasi agar seseorang jangan terus menerus merasakan penderitaan batin, sebagai homo socius, seseorang perlu kawan, maka untuk mengalahkan rasa kesepian orang perlu cepat macari kawan yang dapat diajak untuk berkomunikasi. Pada umumnya orang yang dapat dijadikan kawan duka adalah orang yang dapat mengerti dan menghayati kesepian yang dialami oleh sahabatnya itu, selain mencari kawan, seseorang juga perlu mengisi waktunya dengan suatu kesibukan,khususnya yang dapat bersifat fisik, sehingga rasa kesepian tidak memperoleh tempat dan waktu dalam dirinya.

Ketakutan merupakan bentuk lain yang dapat menyebabkan seseorang mengalami siksaan batin. Bila rasa takut itu dibesar-besarkan yang tidak pada tempatnya, maka disebut sebagai phobia. Pada umumnya orang memiliki satu atau lebih phobia ringan seperti takut pada tikus, ular, serangga dan lain sebagainya. Tetapi pada sementara orang ketakutan itu sedemikian hebatnya sehingga sangat mengganggu. Seperti pada kesepian, ketakutan dapat juga timbul atau dialami seseorang walaupun lingkungannya ramai, sebab ketakutan merupakan hal yang sifatnya psikis.

Banyak sebab yang menjadikan seseorang merasa ketakutan, antara lain :

a. Claustrophobia dan Agoraphobia.

b. Claustrophobia adalah rasa takut terhadap ruangan tertutup, sedangkan Agoraphobia adalah rasa takut yang disebabkan seseorang berada di tempat terbuka

c. Gamang merupakan ketakutan bila seseorang di tampat yang tinggi. Hal itu disebabkan karena ia takut akibat berada di tempat yang yang tinggi, misalnya seseoarang harus melewati jermbatan yang sempit, sedangkan dibawahnya air yang mengalir, atau seseoprang takut meniti dinding tembok dibawahnya.

d. Kegelapan merupakan suatu ketakutan seseorang bila ia berada di tempatyang gelap. Sebab dalam pikirannya dalam kegelapan demikian akan muncul sesuatu yang ditakuti, misalnya setan, pencuri, orang yang demikian menghendaki agar ruangan tempat tidur selalu dinyalakan lampu yang terang .

e. Kesakitan merupakan ketakutan yang disebabkan oleh rasa sakit yang akan dialami seseoarng yang takut diinjeksi, ia sudah berteriak-teriak sebelum jarum injeksi ditusukkan kedalam tubuhnya,Hal itu disebabkan karena dalam pikirannya semuanya akan menimbulkan kesakitan

f. Kegagalan merupakan dari seseorang disebabkan karena merasa bahwa apa yang akan dijalankan mengalami kegagalan. Seseorang yang patah hati tidak mudah untuk bercinta lagi, karena takut dalam percintaan berikutnya juga akan terjadi kegagalan, trauma yang pernah dialaminya telah menjadikan dirinya ketakutan kalau sampai terulang lagi.

Study Kasus :

Banyak contoh tentang penyiksaan psikis atau mental. Misalnya, ketika orang tua bercerai dan anak pun akan jadi korban. Seperti cerita berikut ini, sebut saja namanya mia. Ketika umur 4 tahun ia sudah harus merasakan sakitnya ketika melihat kedua orangtuanya bercerai. Dia yang belum mengerti di asuh oleh neneknya tanpa merasakan kasih sayang dari ayah atau ibunya. Ayahnya pergi dan menikah lagi dengan wanita lain sedangkan ibunya pergi mengadu nasib di negeri orang sebagai TKW. Andai mia kecil tahu bahwa kedua orangtuanya sangat mencintainya meski tidak mungkin dapat bersama lagi.

Mia kecil tumbuh menjadi gadis dewasa yang cantik. Mia yang saat itu mulai tumbuh dewasa pun bertanya pada neneknya yang sudah tua “Kemana papa n mama saya?”, nenek hanya bisa menjawab dalam diam tanpa ada penjelasan nenek langsung meninggalkan mia dengan wajah termenung penuh dengan pertanyaan dimana orangtuanya berada.

Mia merasa iri dengan teman – temannya yang jika sekolah setiap hari di antar jemput oleh orangtuanya masing-masing, sedangakan dia ? lihat ? ia hanya dapat di jemput oleh neneknya tanpa tahu dimana orang tuanya. Tak jarang temannya meledek dia dengan pertanyaan – pertanyaan seputar orang tuanya dan tak jarang pula mia dibuat menangis oleh pertanyan teman – temannya¨¨

Opini :


Walau seberat apapun penderitaan kita. Seberat apapun sakit yang kita rasakan. Seberat apapun masalah yang kita hadapi. Kita sebagai manusia harus siap menerima dan berlapang dada atas apapun yang terjadi. Belajarlah mulai dari hal kecil. Jika lama lama terbiasa, barulah mulai dengan hal yang besar. Ingat Jiwa yang besar hanya untuk Orang yang besar.

Hubungan Psikologi dan Pendidikan

Hubungan Psikologi dan Pendidikan

Psikologi sebagai cabang ilmu pengetahuan adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan untuk mencapai tujuan. Tingkah laku dalam pengertian ini, adalah tingkah laku yang mempunyai tujuan. Psikologi menjelaskan berbagai aspek perkembangan individu, melakukan analisis dan menjelaskan berbagai gejala-gejala jiwa manusia. Sedangkan pendidikan mengembangkan berbagai potensi, yang secara luas melibatkan aspek fisik dan psikis pada manusia. Ini menunjukkan bahwa psikologi dan pendidikan merupakan satu hubungan yang sangat penting dalam konteks pertumbuhan dan perkembangan manusia. Hubungan antara psikologi dan pendidikan kemudian melahirkan cabang ilmu baru yang dikenal dengan psikologi pendidikan.
Oleh karena itu, psikologi pendidikan kemudian memfokuskan diri dalam mengamati berbagai tingkah laku yang terkait dengan mendidik, belajar dan mengajar. George J Mouly, mengemukakan:
To the extent that psychology is the science most directly concerned with the study of behavior, it must necessarily supply the major part of the scientific of foundation of educational practice. In fact, psychology can contribute to every aspect of educational practice through the clarification of the nature learner, of the larning process, and of the role of the teacher.

Pendapat Mouly di atas menjelaskan bahwa psikologi sangat membantu di dalam memahami struktur dan berbagai aspek psikologi dari para peserta didik sehingga proses pendidikan dapat dilaksanakan secara efektif. Pandangan ini menegaskan arti penting psikologi dalam dunia pendidikan.
Dewasa ini, psikologi pendidikan merupakan disiplin ilmu yang vital dalam praktek pendidikan, mulai dari interaksi guru dan murid, pemilihan bahan dan metode mengajar yang tepat, memacu perkembangan fisik dan mental anak untuk mencapai tujuan pembelajaran dan lain-lain.
Kaitannya dengan pembelajaran, maka psikologi pendidikan sangat membantu kelancaran proses pembelajaran, di antaranya:

1. Membantu guru dalam membuat disain instruksional
2. Disain instruksional adalah suatu rancangan untuk melaksanakan proses belajar mengajar, yang berisi rancangan untuk menentukan isi materi, tujuan yang hendak dicapai, bagaimana proses, serta evaluasi yang tepat.
3. Membantu guru di dalam “memahami” anak didik

TEORI-TEORI TOKOH PSIKOLOGI

TEORI-TEORI TOKOH PSIKOLOGI

Mempelajari ilmu psikologi tentu belum terasa lengkap tanpa mengenal para tokoh yang menjadi pendiri atau yang mempelopori berbagai teori psikologi yang digunakan saat ini. Selain itu demi memenuhi banyak permintaan dari para pembaca, maka kami mencoba untuk menguraikan riwayat singkat para tokoh psikologi dan hasil karya mereka.
1. Wilhelm Wundt (1832 - 1920)

Wilhelm Wundt (1832-1920) dilahirkan di Neckarau, Baden, Jerman, dari keluarga intelektual. Ia menamatkan studi kesarjanaannya dan memperoleh gelar doktor di bidang kedokteran dan tertarik pada riset-riset fisiologis. Ia melakukan penelitian di bidang psikofisik bersama-sama dengan Johannes Mueller an Hermann von Helmholtz. Karya utamanya pada masa- masa ini adalah Grundzuege der Physiologischen Psychologie
(Principles of physiological psychology) pada tahun 1873-1874.
Wundt memperoleh posisi sebagai professor dan mengajar di

Universitas Leipzig dimana ia mendirikan Psychological Institute. Laboratorium psikologi didirikan pada tahun 1879, menandai berdirinya psikologi sebagai sebuah disiplin ilmu ilmiah. Di awal berdirinya laboratorium ini, Wundt membiayainya dari kantongnya sendiri sebagai sebuah usaha privat. Setelah tahun 1885, lab ini baru diakui oleh universitas dan secara resmi didanai oleh universitas. Laboratorium ini berkembang dengan pesat sebelum akhirnya gedungnya hancur dalam PD2.
Pada awalnya, Wundt menggolongkan bahwa mind mencakup proses-proses ketidaksadaran /
unconciousness (sebagai karakteristik dari soul). Metode eksperimen adalah jalan untuk

membawa penelitian tentang mind dari level kesadaran (consciousness) kepada proses-proses yang tidak sadar. Dengan kata lain, metode eksperimen adalah cara untuk membawa mind ke dalam batas-batas ruang lingkup natural science yang obyektif dan empiris.Dalam perkembangannya, Wundt mengakui bahwa metode eksperimental dalam psikologi fisiologi sangat kuat untuk menggali elemen-elemen soul yang mendasar (misalnya persepsi, emosi, dll). Namun di atas fenomena-fenomena mendasar ini masih ada proses-proses mental yang lebih tinggi (higher mental process) yang mengintegrasikan fenomena dasar tsb. Higher mental process ini muncul dalam bentuk kreativitas mental dan menjadi kekuatan sebuah peradaban dan bersifat abadi, yaitu : bahasa, mitos, custom, budaya. Pada tahap ini Wundt membatasi fungsi soul hanya pada tahap kesadaran. Proses-proses ketidaksadaran tidak lagi menjadi fokus dari ‘study of the mind’.
Fokus studi Wundt dapat dilihat melalui dua karya besarnya, Principles of Physiological
Psychologydan Voelkerpsychologie.
Principles of Physiological Psychology, dalam karyanya ini Wundt memfokuskan pada
hasil-hasil eksperimennya tentang ingatan, emosi, dan abnormalitas kesadaran.

Hasil eksperimen tentang ingatan akan simple ideas menghasilkan jumlah ide sederhana yang dapat disimpan dalam ingatan manusia (mind), fakta bahwa ide yang bermakna akan lebih diingat daripada yang muncul secara random, serta karakteristik dari kesadaran manusia yang bersifat selektif. Konsep penting yang muncul adalahapperception, suatu bentuk operasi mental yang mensintesakan elemen mental menjadi satu kesatuan utuh, juga berpengaruh dalam proses mental tinggi seperti analisis dan judgement. Studi Wundt tentang emosi dan feelings menghasilkan pembagian kutub-kutub emosi ke dalam tiga dimensi :
o
Pleasant vs unpleasant
o
High vs low arousal
o
Concentrated vs relaxed attention
- 1-

Teori ini dikenal sebagai the three dimensional theory namun bersifat kontroversial.Ide tentang abnormalitas kesadaran dari Wundt dibangun melalui diskusi-diskusi dengan para psikiater terkenal masa itu, Kretschmer dan Kraepelin. Ide Wundt tentang schizoprenic adalah hilangnya kontrol appersepsi dan kontrol dalam proses atensi. Akibatnya proses berpikir hanya bersifat rangkaian asosiasi ide yang tidak terkontrol.
2. Ivan Pavlov (1849 - 1936)

Ivan Petrovich Pavlov dilahirkan di Rjasan pada tanggal 18 September 1849 dan wafat di Leningrad pada tanggal 27 Pebruari 1936. Ia sebenarnya bukanlah sarjana psikologi dan tidak mau disebut sebagai ahli psikologi, karena ia adalah seorang sarjana ilmu faal yang fanatik. Eksperimen Pavlov yang sangat terkenal di bidang psikologi dimulai ketika ia melakukan studi tentang pencernaan. Dalam penelitian tersebut ia melihat bahwa subyek penelitiannya (seekor anjing) akan mengeluarkan air liur sebagai respons atas munculnya makanan. Ia kemudian mengeksplorasi fenomena ini dan kemudian mengembangkan satu studi perilaku
(behavioral study) yang dikondisikan, yang dikenal dengan teori
Classical Conditioning. Menurut teori ini, ketika makanan

(makanan disebut sebagai the unconditioned or unlearned stimulus - stimulus yang tidak dikondisikan atau tidak dipelajari) dipasangkan atau diikutsertakan dengan bunyi bel (bunyi bel disebut sebagai the conditioned or learned stimulus - stimulus yang dikondisikan atau dipelajari), maka bunyi bel akan menghasilkan respons yang sama, yaitu keluarnya air liur dari si anjing percobaan. Hasil karyanya ini bahkan menghantarkannya menjadi pemenang hadiah Nobel. Selain itu teori ini merupakan dasar bagi perkembangan aliran psikologi
behaviourisme, sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi penelitian mengenai proses belajar
dan pengembangan teori-teori tentang belajar.
Classic Conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang

ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, di mana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan.
Urutan kejadian melalui percobaan terhadap anjing:

1. US (unconditioned stimulus) = stimulus asli atau netral: Stimulus tidak dikondisikan yaitu stimulus yang langsung menimbulkan respon, misalnya daging dapat merangsang anjing untuk mengeluarkan air liur.

2. UR (unconditioned respons): disebut perilaku responden (respondent behavior) respon tak bersyarat, yaitu respon yang muncul dengan hadirnya US, yaitu air liur anjing keluar karen anjing melihat daging.

3. CS (conditioning stimulus): stimulus bersyarat, yaitu stimulus yang tidak dapat langsung menimbulkan respon. Agar dapat menimbulkan respon perlu dipasangkan dengan US secara terus-menerus agar menimbulkan respon. Misalnya bunyi bel akan menyebabkan anjing mengeluarkan air liur jika selalu dipasangkan dengan daging.
4. CR (conditioning respons): respons bersyarat, yaitu rerspon yang muncul dengan
hadirnya CS, Misalnya: air liur anjing keluar karena anjing mendengar bel.

Dari eksperimen Pavlov setelah pengkondisian atau pembiasan dapat diketahui bahwa daging yang menjadi stimulus alami (UCS = Unconditional Stimulus = Stimulus yang tidak dikondisikan) dapat digantikan oleh bunyi lonceng sebagai stimulus yang dikondisikan (CS = Conditional Stimulus = Stimulus yang dikondisikan). Ketika lonceng dibunyikan ternyata air liur anjing keluar sebagai respon yang dikondisikan. Dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti
- 2-

stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.
3. Sigmund Freud (1856 - 1939)

Sigmund Freud dilahirkan pada tanggal 6 Mei 1856 di Freiberg (Austria), pada masa bangkitnya Hitler, dan wafat di London pada tanggal 23 September 1939. Ia adalah seorang Jerman keturunan Yahudi. Pada usia 4 tahun ia dan keluarga pindah ke Viena, dimana ia menghabiskan sebagian besar masa hidupnya. Meskipun keluarganya adalah Yahudi namun Freud menganggap bahwa dirinya adalah atheist.

Pada tahun 1900, Freud menerbitkan sebuah buku yang menjadi tonggak lahirnya aliran psikologi psikoanalisa. Buku tersebut berjudul Interpretation of Dreams yang masih dikenal sampai hari ini. Dalam buku ini Freud memperkenalkan konsep yang disebut"unconsc ious
mind" (alam ketidaksadaran). Selama periode 1901-1905 dia menerbitkan beberapa buku,
tiga diantaranya adalah The Psychopathology of Everyday Life (1901), Three Essays on
Sexuality (1905),dan Jokes and Their relation to the Unconscious (1905).

Pada tahun 1902 dia diangkat sebagai profesor di University of Viena dan saat ini namanya mulai mendunia. Pada tahun 1905 ia mengejutkan dunia dengan teori perkembangan psikoseksual
(Theory of Psychosexual Development) yang mengatakan bahwa

seksualitas adalah faktor pendorong terkuat untuk melakukan sesuatu dan bahwa pada masa balita pun anak-anak mengalami ketertarikan dan kebutuhan seksual. Beberapa komponen teori Freud yang sangat terkenal adalah:

The Oedipal Complex, dimana anak menjadi tertarik pada
ibunya dan mencoba mengidentifikasi diri seperti sang
ayahnya demi mendapatkan perhatian dari ibu

Konsep Id, Ego, danS u p ere g o

Mekanisme pertahanan diri (ego defense mechanisms)
Pemikiran dan teori Sigmund Freud

Freud membagi mind ke dalam consciousness, preconsciousness dan unconsciousness. Dari keriga aspek kesadaran, unconsciousness adalah yang paling dominant dan paling penting dalam menentukan perilaku manusia. Di dalam unconscious tersimpan ingatan masa kecil, energi psikis dan instink. Preconsciousness berperan sebagai jembatan antara conscious dan unconscious, berisi ingatan atau ide yang dapat diakses kapan saja. Consciousness hanyalah bagian kecil dari mind, namun satu-satunya bagian yang memiliki kontak langsung dengan realitas.

Freud mengembangkan konsep struktur mind dengan mengembangkan “mind apparatus”, yaitu yang dikenal dengan struktur kepribadian Freud dan menjadi konstruknya yang terpenting yaitu id, ego, dan super ego.
Id adalah struktur paling mendasar dari kepribadian, seluruhnya tidak didasari dan bekerja
menurut prinsip kesenangan, tujuannya pemenuhan kepuasan yang segera.
Ego baerkembang dari Id, struktur kepribadian yang mengontrol kesadaran dan mengambil
keputusan atas perilaku manusia. Superego, berkembang dari ego saat manusia mengerti nilai
baik buruk dan moral.
- 3-
Superego merefleksikan nilai-nilai social dan menyadarkan individu atas tuntutan moral.
Apabila terjadi pelanggaran nilai, superego menghukum ego dengan menimbulkan rasa salah.

Ego selalu menghadapi ketegangan antara tuntutan id dan superego. Apabila tuntutan ini tidak berhasil diatasi dengan baik, maka ego terancam dan muncullah kecemasan(anxiety). Untuk menyelamatkan diri dari ancaman, ego melakukan reaksi defensive self (pertahanan diri) yang dikenal defense mechanism.

Dari ketiga macam konstruk kepribadian Freud, yaitu id, ego, dan superego adalah yang membedakan manusia dengan belum manusia atau manusia masih dalam tanda kutip "MANUSIA". Manusia yang seutuhnya memiliki ketiganya. Dan superego di sini berfungsi sebagai pengendali diri. Prosesnya berakhir sampai kepada manusia itu meninggal dunia, artinya proses ketiga konstruk kepribadian manusia tak akan berhenti selama masa hidupnya.
4. Erik Erikson (1902 - 1994)

Erik Homburger Erikson dilahirkan di Frankfurt, Jerman, pada tahun 1902. Ayahnya adalah seorang keturunan Denmark dan Ibunya seorang Yahudi. Erikson belajar psikologi pada Anna Freud (putri dari Sigmund Freud) di Vienna Psycholoanalytic Institute selama kurun waktu tahun 1927-1933. Pada tahun 1933 Erikson pindah ke Denmark dan disana ia mendirikan pusat pelatihan psikoanalisa (psychoanalytic training center). Pada tahun 1939 ia pindah ke Amerika serikat dan menjadi warga negara tersebut, dimana ia sempat mengajar di beberapa universitas terkenal seperti Harvard, Yale, dan University of California di Berkley.

Beberapa buku yang pernah ditulis oleh Erikson dan mendapat sambutan luar biasa dari masyarakat, diantaranya adalah: (1) Young Man Luther: A Study in Psychoanalysis and History (1958), (2) Insight and Responsibility (1964), dan Identity: Youth and Crisis (1968).
a. Teori

Erikson menggambarkan adanya sejumlah kualitas yang dimiliki ego yakni kepercayaan dan penghargaan, otonomi dan kemauan, kerajinan dan kompetensi, identitas dan kesetiaan, keakraban dan cinta, generativitas dan pemeliharaan, serta integritas. Ego ini dapat menemukan menemukan pemecahan kreatif atas masalah baru pada setiap tahap kehidupan. Ego bukan menjadi budak lagi, namun dapat mengatur id, superego dan dibentuk oleh konteks cultural dan historik. Berikut adalah ego yang sempurna menurut Erikson

1.Faktualitas adalah kumpulan fakta, data, dan metoda yang dapat diverifikasi dengan metoda kerja yang sedang berlaku. Ego berisi kumpulan fakta dan data hasil interaksi dengan lingkungan.

2.Universalitas berkaitan dengan kesadaran akan kenyataan (sens of reality) yang menggabungkan hal yang praktis dan kongkrit dengan pandangan semesta, mirip dengan pronsip realita dari Freud.
3.Aktualitas adalah cara baru dalam berhubungan satu dengan yang lain, memperkuat
hubungan untuk mencapai tujuan bersama.

Menurut Erikson, ego sebagian bersifat taksadar, mengorganisir dan mensitesa pengalaman sekarang dengan pengalaman diri masa lalu dan dengan diri masa yang akan datang. Dia menemukan tiga aspek ego yang saling berhubungan, yakni
1.Body Ego: Mengacu ke pengalaman orang dengan tubuh/ fisiknya sendiri.
2.Ego Ideal: Gambaran mengenai bagaimana seharusnya diri, sesuatu yang bersifat
ideal.
3.Ego Identity: Gambaran mengenai diri dalam berbagai peran sosial.
- 4-
Teori Ego dari Erikson memandang bahwa perkembangan kepribadian mengikuti

prinsip epigenetik. Bagi organisme, untuk mencapai perkembangan penuh dari struktur biologis potensialnya, lingkungan harus memberi stimulasi yang khusus. Sama seperti Freud, Erikson menganggap hubungan ibu-anak menjadi bagian penting dari perkembangan kepribadian. Tetapi Erikson tidak membatasi teori hubungan id-ego dalam bentuk usaha memuaskan kebutuhan id oleh ego.
b.Perkembangan kepribadian: teori psikososial
PRINSIP EPIGENETIK

Menurut Erikson, ego berkembang melalui berbagai tahap kehidupan mengikuti prinsip epigenetik, istilah yang dipinjam dari embriologi. Perkembangan epigenetik adalah perkembangan tahap demi tahap dari organ-organ embrio. Ego berkembang mengikuti prinsip epigenetik, artinya tiap bagian dari ego berkembang pada tahap perkembangan tertentu dalam rentangan waktu tertentu (yang disediakan oleh hereditas untuk berkembang). Tahap perkembangan yang satu terbentuk dan dikembangkan di atas perkembangan sebelumnya (tetapi tidak mengganti perkembangan tahap sebelumnya itu).
ENAM POKOK PIKIRAN TEORI PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL ERIKSON
1. Prinsip Epigenetik: Perkembangan kepribadian mengiuti prinsip epigenetik.

2. Interaksi Bertentangan: Di setiap tahap ada konflik psikososial, antara elemen sintonik (syntonic =harmonious) dan distonik (dystonic =disruptiv e). Kedua elemen itu dibutuhkan oleh kepribadian.

3. Kekuatan Ego: Konflik psikososial di setiap tahap hasilnya akan mempengaruhi atau mengembangkan ego. Dari sisi jenis sifat yang dikembangkan, kemenangan aspek sintonik akan memberi ego sifat yang baik, disebut Virtue. Dari sisi enerji, virtue akan meningkatkan kuantitas ego atau kekuatan ego untuk mengatasi konflik sejenis, sehingga virtue disebut juga sebagai kekuatan dasar (basic strengh).

4. Aspek Somatis: Walaupun Erikson membagi tahapan berdasarkan perkembangan psikososial, dia tidak melupakan aspek somatis/biologikal dari perkembangan manusia.

5. Konflik dan Peristiwa Pancaragam (Multiplicity of Conflict and Event): Peristiwa pada awal perkembangan tidak berdampak langsung pada perkembangan kepribadian selanjutnya. Identitas ego dibentuk oleh konflik dan peristiwa masa lalu, kini, dan masa yang akan datang.

6. Di setiap tahap perkembangan, khususnya dari masa adolesen dan sesudahnya, perkembangan kepribadian ditandai oleh krisis identitas (identity crisis), yang dinamakan Erikson “titik balik, periode peningkatan bahaya dan memuncaknya potensi”.
c.Fase-Fase Perkembangan
1. FASE BAYI (0-1 TAHUN)

Pararel dengan Fase Oral dari Freud, namun bagi Erikson kegiatan bayi tidak terikat dengan mulut semata; bayi adalah saat untuk memasukkan (incorporation), bukan hanya melalui mulut (menelan) tetapi juga dari semua indera. Tahap sensori oral ditandai oleh dua jenis inkorporasi: mendapat (receiving) dan menerima (accepting). Tahun pertama kehidupannya, bayi memakai sebagian besar waktunya untuk makan, eliminasi (buang kotoran), dan tidur. Ketika ia menyadari ibu akan memberi makan/minum secara teratur, mereka belajar dan memperoleh kualitas ego atau identitas ego yang pertama, perasaan kepercayaan dasar (basic trust). Bayi harus mengalami rasa lapar, haus, nyeri, dan ketidaknyamanan lain, dan kemudian mengalami perbaikan atau hilangnya kondisi yang
- 5-

tidak menyenangkan itu. Dari peristiwa itu bayi akan belajar mengharap bahwa hal yang menyakitkan ke depan bisa berubah menjadi menyenangkan. Bayi menangkap hubungannya dengan ibu sebagai sesuatu yang keramat (numinous).
2. FASE ANAK-ANAK (1-3 TAHUN)

Dalam teori Erikson, anak memperoleh kepuasan bukan dari keberhasilan mengontrol alat-alat anus saja, tetapi juga dari keberhasilan mengontrol fungsi tubuh yang lain seperti urinasi, berjalan, melempar, memegang, dan sebagainya. Pada tahun kedua, penyesuaian psikososial terpusat pada otot anal-uretral (Anal-Urethral Muscular); anak belajar mengontrol tubuhnya, khususnya yang berhubungan dengan kebersihan. Pada tahap ini anak dihadapkan dengan budaya yang menghambat ekspresi diri serta hak dan kewajiban. Anak belajar untuk melakukan pembatasan-pembatasan dan kontrol diri dan menerima kontrol dari orang lain. Hasil mengatasi krisis otonomi versus malu-ragu adalah kekuatan dasar kemauan. Ini adalah permulaan dari kebebasan kemauan dan kekuatan kemauan (benar-benar hanya permulaan), yang menjadi ujud virtue kemauan di dalam egonya. Pada tahap ini pola komunikasi mengembangkan penilaian benar atau salah dari tingkah laku diri dan orang lain, disebut bijaksana (judicious).
3. USIA BERMAIN (3-6 TAHUN)

Pada tahap ini Erkson mementingkan perkembangan pada fase bermain, yakni; identifikasi dengan orang tua (odipus kompleks), mengembangkan gerakan tubuh, ketrampilan bahasa, rasa ingin tahu, imajinasi, dan kemampuan menentukan tujuan. Erikson mengakui gejala odipus muncul sebagai dampak dari fase psikososeksual
genital-locomotor, namun diberi makna yang berbeda. Menurutnya, situasi odipus adalah

prototip dari kekuatan yang abadi dari kehidupan manusia. Aktivitas genital pada usia bermain diikuti dengan peningkatan fasilitas untuk bergerak. Inisiatif yang dipakai anak untuk memilih dan mengejar berbagai tujuan, seperti kawain dengan ibu/ayah, atau meninggalkan rumah, juga untuk menekan atau menunda suatu tujuan. Konflik antara inisiatif dengan berdosa menghasilkan kekuatan dasar (virtue) tujuan (purpose). Tahap ini dipenuhi dengan fantasi anak, menjadi ayah, ibu, menjadi karakter baik untuk mengalahkan penjahat.
4. USIA SEKOLAH (6-12 TAHUN)

Pada usia ini dunia sosial anak meluas keluar dari dunia keluarga, anak bergaul dengan teman sebaya, guru, dan orang dewasa lainnya. Pada usia ini keingintahuan menjadi sangat kuat dan hal itu berkaitan dengan perjuangan dasar menjadi berkemampuan (competence). Memendam insting seksual sangat penting karena akan membuat anak dapat memakain enerjinya untuk mempelajari teknologi dan budayanya serta interaksi sosialnya. Krisis psikososial pada tahap ini adalah antara ketekunan dengan perasaan inferior (industry – inveriority). Dari konflik antar ketekunan dengan inferiorita, anak mengembangkan kekuatan dasar: kemampuan (competency). Di sekolah, anak banyak belajar tentang sistem, aturan, metoda yang membuat suatu pekrjaan dapat dilakukan dengan efektif dan efisien.
5. ADOLESEN (12-20 TAHUN)

Tahap ini merupakan tahap yang paling penting diantara tahap perkembangan lainnya, karena orang harus mencapai tingkat identitas ego yang cukup baik. Bagi Erikson, pubertas (puberty) penting bukan karena kemasakan seksual, tetapi karena pubertas memacu harapan peran dewasa pada masa yang akan datang. Pencarian identitas ego mencapai puncaknya pada fase ini, ketika remaja berjuang untuk menemukan siapa dirinya. Kekuatan dasar yang muncul dari krisis identitas pada tahap adolesen adalah kesetiaan (fidelity); yaitu setia dalam beberapa pandangan idiologi atau visi masa depan. Memilih dan memiliki ediologi akan memberi pola umum kehidupan diri, bagaimana berpakaian, pilihan musik dan buku bacaan, dan pengaturan waktu sehari-hari.
- 6-
6. DEWASA AWAL (20-30 TAHUN)

Pengalaman adolesen dalam mencari identitas dibutuhkan oleh dewasa-awal. Perkembangan psikoseksual tahap ini disebut perkelaminan (genitality). Keakraban (intimacy) adalah kemampuan untuk menyatukan identitas diri dengan identitas orang lain tanpa ketakutan kehilangan identitas diri itu. Cinta adalah kesetiaan yang masak sebagai dampak dari perbedaan dasar antara pria dan wanita. Cinta selain di samping bermuatan intimasi juga membutuhkan sedikit isolasi, karena masing-masing partner tetap boleh memiliki identitas yang terpisah. Ritualisasi pada tahap ini adalah Afiliasi, refleksi dari kenyataan adanya cinta, mempertahankan persahabatan, ikatan kerja.
7. DEWASA (30-65 TAHUN)

Tahap dewasa adalah waktu menempatkan diri di masyarakat dan ikut bertanggung jawab terhadap apapun yang dihasilkan dari masyarakat. Kualitas sintonik tahap dewasa adalah generativita, yaitu penurunan kehidupan baru, serta produk dan ide baru. Kepedulian (care) adalah perluasan komitmen untuk merawat orang lain, merawat produk dan ide yang membutuhkan perhatian. Kepedulian membutuhkan semua kekuatan dasar ego sebelumnya sebagai kekuatan dasar orang dewasa. Generasional adalah interaksi antara orang dewasa dengan generasi penerusnya bisa berupa pemberian hadiah atau sanjungan, sedangkan otoritisme mengandung pemaksaan. Orang dewasa dengan kekuatan dan kekuasaannya memaksa aturan, moral, dan kemauan pribadi dalam interaksi.
8. USIA TUA (>65 TAHUN)

Menjadi tua sudah tidak menghasilkan keturunan, tetapi masih produktif dan kreatif dalam hal lain, misalnya memberi perhatian/merawat generasi penerus – cucu dan remaja pada umumnya. Tahap terakhir daroi psikoseksual adalah generalisasi sensualitas (Generalized Sensuality): memperoleh kenikmatan dari berbagai sensasi fisik, penglihatan, pendengaran, kecapan, bau, pelukan, dan juga stimulasi genital. Banyak terjadi pada krisis psikososial terakhir ini, kualita distonik “putus asa” yang menang. Orang dengan kebijaksanaan yang matang, tetap mempertahankan integritasnya ketika kemampuan fisik dan mentalnya menurun. Pada tahap usia tua, ritualisasinya adalah integral; ungkapan kebijaksanaan dan pemahaman makna kehidupan. Interaksi yang tidak mementingkan keinginan dan kebutuhan duniawi.
5. Abraham Maslow (1908 - 1970)
Abraham Maslow (1908-1970) adalah seorang psikolog yang mencoba menemukan jawaban
sistematis atas pertanyaan pemenuhan kebutuhan hidup, yang terkenal dengan sebutanTe o r i
Hierarki Kebutuhan. Menurutnya kunci dari segala aktifitas manusia adalah keinginannya
untuk memuaskan kebutuhan yang selalu muncul dan muncul. Dalam teori hierarki
kebutuhan manusia terdiri atas lima lapis jenjang vertical yaitu
1. Kebutuhan Fisiologis (Physiological Needs)
Kebutuhan yang paling mendasar, seperti: sandang, pangan, papan, bernafas, buang air
besar, buang air kecil, dll.
2. Kebutuhan Keamanan dan Keselamatan (Safety dan Security Needs)

Kebutuhan ini muncul daan memainkan peranan dalam bentuk mencari tempat perlindungan. Misalnya membangun privacy individual, mengusahakan “keterjaminan” financial melalui asuransi/ dana pension, bebas dari penjajahan, bebas dari ancaman, dsb.
3. Kebutuhan Sosial (Social Needs)- 7-
Ketika kita ingin memiliki persahabatan, menjadi bagian dari sebuah kelompok, dan
kebutuhan cinta dari lawan jenis.
4. Kebutuhan Penghargaan atau Pengakuan (Esteem Needs)
Pada level ke empat ini Maslow membedakannya menjadi dua, yaitu:
-tipe bawah: kebutuhan akan penghargaan dari orang lain, status, perhatian, reputasi,
kebanggan diri, kemahsyuran.
-tipe atas: penghargaan oleh diri sendiri, seperti kebebasan, kecakapan, ketrampilan, dan
kemampuan khusus.
5. Kebutuhan Aktualisasi Diri
Adalah kebutuhan untuk bertindak sesuka hati sesuai dengan bakat dan minatnya.

Kebutuhan untuk aktualisasi diri
Kebutuhan untuk dihargai
Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi
Kebutuhan fisiologis / dasar
Kebutuhan akan rasa aman dan tentram
6. Edward Lee Thorndike (1874 - 1949)
Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi
antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R).
~  Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk
mengaktifkan organisme untuk bereaksi atau berbuat.
~  Respon adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang.

Eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta melalui usaha-usaha atau percobaan-percobaan
(trials) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar

adalah “trial and error learning atau selecting and connecting lerning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi.

Teori utama Thorndike:
a. Fenomena belajar :
o
Trial and error learning
o
Transfer of learning
b. Hukum-hukum belajar :
- 8-

Law of Readiness : adanya kematangan fisiologis untuk proses belajar tertentu,
misalnya kesiapan belajar membaca. Isi teori ini sangat berorientasi pada fisiologis


Law of Exercise : jumlah exercise (yang dapat berupa penggunaan atau praktek)
dapat memperkuat ikatan S-R. Contoh : mengulang, menghafal, dan lain sebagainya.
Belakangan teori ini dilengkapi dengan adanya unsur effect belajar sehingga hanya
pengulangan semata tidak lagi berpengaruh.


Law of Effect : menguat atau melemahnya sebuah connection dapat dipengaruhi oleh
konsekuensi dari connection tersebut. Konsekuensi positif akan menguatkan
connection, sementara konsekuensi negatif akan melemahkannya. Belakangan teori
ini disempurnakan dengan menambahkan bahwa konsekuensi negatif tidak selalu
melemahkan connections. Pemikiran Thorndike tentang. Konsekuensi ini menjadi
sumbangan penting bagi aliran behaviorisme karena ia memperkenalkan konsep
reinforcement. Kelak konsep ini menjadi dasar teori para tokoh behaviorisme seperti
Watson, Skinner, dan lain-lain.
7. JEAN PIAGET ( 1896 – 1980 )
Jean Piaget (9 Agustus 1896 – 16 September 1980) adalah seorang filsuf, ilmuwan, dan

psikolog perkembangan Swiss, yang terkenal karena hasil penelitiannya tentang anak-anak dan teori perkembangan kognitifnya. Menurut Ernst von Glasersfeld, Jean Piaget adalah juga "perintis besar dalam teori konstruktivis tentang pengetahuan. Karya Piaget pun banyak dikutip dalam pembahasan mengenai psikologi kognitif.
a. Pengertian

Istilah “Cognitive” berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti. Pengertian yang luasnyacognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan ( Neisser, 1976). Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia / satu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan.
Termasuk kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak)
dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan rasa.

Menurut para ahli jiwa aliran kognitifis, tingkah laku seseorang itu senantiasa didasarkan
pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu
terjadi.
b. Teori Perkembangan Kognitif Piaget
Menurut penelitiannya, bahwa tahap-tahap perkembangan individu /pribadi serta
perubahan umur sangat mempengaruhi kemampuan belajar individu.

Jean Piaget menyebut bahwa struktur kognitif ini sebagai skemata (Schemas), yaitu kumpulan dari skema-skema. Seseorang individu dapat mengikat, memahami, dan memberikan respons terhadap stimulus disebabkan karena bekerjanya skemata ini. Skemata ini berkembang secara kronologis, sebagai hasil interaksi antara individu dengan lingkungannya. Dengan demikian seorang individu yang lebih dewasa memiliki struktur kognitif yang lebih lengkap dibandingkan ketika ia masih kecil.
Piaget memakai istilah scheme secara interchangeably dengan istilah struktur. Scheme
adalah pola tingkah laku yang dapat diulang . Scheme berhubungan dengan :
- 9-
- Refleks-refleks pembawaan ; misalnya bernapas, makan, minum.
-

Scheme mental ; misalnya scheme of classification, scheme of operation. ( pola tingkah laku yang masih sukar diamati seperti sikap, pola tingkah laku yang dapat diamati
Menurut Piaget, intelegensi itu sendiri terdiri dari tiga aspek,
1.
Struktur ; disebut juga scheme seperti yang dikemukakan diatas
2.
Isi ; disebut juga content, yaitu pola tingkah laku spesifik tatkala individu
menghadapi sesuatu masalah.
3.
Fungsi ; disebut fungtion, yaitu yang berhubungan dengan cara seseorang

mencapai kemajuan intelektul.
Fungsi itu sendiri terdiri dari dua macam fungsi invariant, yaitu organisasi dan adaptasi.
-
Organisasi ; berupa kecakapan seseorang dalam menyusun proses-proses fisik dan
psikis dalam bentuk system-sistem yang koheren.
-Adaptasi ; yaitu penyesuaian diri individu terhadap lingkungannya.
Proses terjadinya adaptasi dari skemata yang telah terbentuk dengan stimulus baru
dilakukan dengan dua cara, yaitu :
1. Asimilasi

Adalah proses pengintegrasian secara langsung stimulus baru ke dalam skemata yang telah terbentuk / proses penggunaan struktur atau kemampuan individu untuk mengatasi masalah dalam lingkungannya.
2. Akomodasi
Adalah proses pengintegrasian stimulus baru ke dalam skema yang telah terbentuk secara
tidak langsung/ proses perubahan respons individu terhadap stimuli lingkungan.

Dalam struktur kognitif setiap individu mesti ada keseimbangan antara asimilasi dengan akomodasi. Keseimbangan ini dimaksudkan agar dapat mendeteksi persamaan dan perbedaan yang terdapat pada stimulus-stimulus yang dihadapi. Perkembangan kognitif ini pada dasarnya adalah perubahan dari keseimbangan yang dimiliki ke keseimbangan baru yang diperolehnya.
Dengan penjelasan diatas maka dapatlah kita ketahui tentang bagaimana terjadinya
pertumbuhan dan perkembangan intelektual.
Pertumbuhan intelektual terjadi karena adanya proses yang kontinu dari adanyaequi librium
– disequilibrium. Bila individu dapat menjaga adanya equilibrium, individu akan dapat
mencapai tingkat perkembangan intelektual yang lebih tinggi.
c. Tahap-Tahap Perkembangan
Piaget mengidentifikasi empat faktor yang mempengaruhi transisi tahap perkembangan
anak, yaitu :
1.
kematangan
2.
pengalaman fisik / lingkungan
- 10 -
3.
transmisi social
4.
equilibrium

Selanjutnya Piaget mengemukakan tentang perkembangan kognitif yang dialami setiap individu secara lebih rinci, mulai bayi hingga dewasa. Teori ini disusun berdasarkan studi klinis terhadap anak-anak dari berbagai usia golongan menengah di Swiss.
Berdasarkan hasil penelitiannya, Piaget mengemukakan ada empat tahap perkembangan
kognitif dari setiap individu yang berkembang secara kronologis :
a.
tahap Sensori Motor : 0 – 2 tahun ;
b.
tahap Pra Operasi : 2 – 7 tahun ;
c.
tahap Operasi Konkrit : 7 – 11 tahun ;
d.
tahap Operasi Formal : 11 keatas.

Sebaran umur pada seiap tahap ersebut adalah rata-rata (sekitar) dan mungkin pula terdapat perbedaan antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya, antara individu yang satu dengan individu yang lainnya. Dan teori ini berdasarkan pada hasil penelitian di Negeri Swiss pada tahun 1950-an.
a.
Tahap Sensori Motor (Sensory Motoric Stage)
Bagi anak yang berada pada tahap ini, pengalaman diperoleh melalui fisik (gerakan anggota
tubuh) dan sensori (koordinasi alat indra)

Pada mulanya pengalaman itu bersatu dengan dirinya, ini berarti bahwa suatu objek itu ada bila ada pada penglihatannya. Perkembangan selanjutnya ia mulai berusaha untuk mencari objek yang asalnya terlihat kemudian menghiang dari pandangannya, asal perpindahanya terlihat. Akhir dari tahap ini ia mulai mencari objek yang hilang bila benda tersebut tidak terlihat perpindahannya. Objek mulai terpisah dari dirinya dan bersamaan dengan itu konsep objek dalam struktur kognitifnya pun mulai dikatakan matang. Ia mulai mampu untuk melambungkan objek fisik ke dalam symbol-simbol, misalnya mulai bisa berbicara meniru suara kendaraan, suara binatang, dll
b.
Tahap Pra Operasi ( Pre Operational Stage)

Tahap ini adalah tahap persiapan untuk pengorganisasian operasi konkrit. Istilah operasi yang digunakan oleh Piaget di sini adalah berupa tindakan-tindakan kognitif, seperti mengklasifikasikan sekelompok objek(classifying), menata letak benda-benda menurut urutan tertentu(seriation ), dan membilang(count ing), (mairer, 1978 :24). Pada tahap ini pemikiran anak lebih banyak berdasarkan pada pengalaman konkrit daripada pemikiran logis, sehingga jika ia melihat objek-ojek yang kelihatannya berbeda, maka ia mengatakanya berbeda pula. Pada tahap ini anak masih berada pada tahap pra operasional belum memahami konsep kekekalan (conservation), yaitu kekekalan panjang, kekekalan materi, luas, dll. Selain dari itu, cirri-ciri anak pada tahap ini belum memahami dan belum dapat memikirkan dua aspek atau lebih secara bersamaan.
c.
Tahap Operasi Konkrit (Concrete Operational Stage)

Anak-anak yang berada pada tahap ini umumnya sudah berada di Sekolah Dasar, dan pada umumnya anak-anak pada tahap ini telah memahami operasi logis dengan bantuan benda- benda konkrit. Kemampuan ini terwujud dalam memahami konsep kekekalan, kemampuan untuk mengklasifikasikan dan serasi, mampu memandang suatu objek dari sudut pandang yang berbeda secara objek
- 11 -

Anak pada tahap ini sudah cukup matang untuk menggunakan pemikiran logika, tetapi hanya objek fisik yang ada saat ini (karena itu disebut tahap operasional konkrit). Namun, tanpa objek fisik di hadapan mereka, anak-anak pada tahap ini masih mengalami kesulitan besar dalam menyelesaikan tugas-tugas logika.
Smith (1998) memberikan contoh. Anak-anak diberi tiga boneka dengan warna

rambut yang berlainan (Edith, Suzan, dan Lily), tidak mengalami kesulitan untuk mengidentifikasi boneka yang berambut paling gelap. Namun, ketika diberi peranyaan, “Rambut Edith lebih terang daripada rambut Lily. Rambut siapakah yang paling gelap?” , anak-anak pada tahap operasional konkret mengalami kesulitan karena mereka belum mampu berpikir hanya dengan menggunakan lambang-lambang.
d.
Tahap Operasi Formal (Formal Operation Stage)

Tahap operasi formal ini adalah tahap akhir dari perkembangan konitif secara kualitatif. Anak pada tahap ini sudah mampu melakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang abtrak dan menggunakan logika. Penggunaan benda-benda konkret tidak diperlukan lagi. Anak mampu bernalar tanpa harus berhadapan dengan dengan objek atau peristiwanya berlangsung. Penalaran terjadi dalam struktur kognitifnya telah mampu hanya dengan menggunakan simbol-simbol, ide-ide, astraksi dan generalisasi. Ia telah memiliki kemampuan-kemampuan untuk melakukan operasi-operasi yang menyatakan hubungan di antara hubungan-hubungan, memahami konsep promosi.
Sebagai contoh eksperimen Piaget berikut ini :

Seorang anak pada tahap ini dihadapkan pada gambar “pak Pendek” dan untaian klip (penjepit kertas) untuk mengukur tinggi “Pak Pendek” itu. Kemudian ditambahkan penjelasan dalam bentuk verbal bahwa “Pak Pendek” itu mempunyai teman “Pak Tinggi”. Lebih lanjut dikatakan bahwa apabila diukur dengan batang korek api tinggi “Pak Pendek”empat batang sedangkan tinggi “Pak Tinggi” enam batang korek api.
Berapakah tinggi “Pak Tinggi” bila diukur dengan klip?Dalam memecahkan masalah
diatas, anak harus memerlukan operasi terhadap operasi.