Saturday 17 December 2011

Sholat sebagai Psikoterapi Frustasi dan Pencegah Depresi

SHOLAT SEBAGAI PSIKOTERAPI FRUSTASI DAN PENCEGAH DEPRESI Oleh: Ahmad Rusydi, S.Psi, S.Sos.I. Penelitian ilmiah menunjukan bahwa ada pengaruh positif antara ibadah ritualistik terhadap kesahatan mental dan kebahagiaan spiritual, seperti penelitian yang dilakukan Cox (1073), Kilbourne & Richardson (1984), Richardson (1985) (dalam rakhmat, 2003). Pada tahun 1998 dilakukan penelitan oleh I. Marshal (dalam Hidayati, 2007) menjelaskan tentang bagian otak depan yang disebut lobus frontalis ternyata ada titik pada bagian ini yang dapat menghubungkan dengan jiwa, kalbu, dan menghubungkan kepada tuhan, titik ini mereka sebut God Spot. Bagian tersebut apabila diberikan rangsangan gelombang mikro elektronik maka orang yang bersangkutran akan merasakan sebuah kekhusyu’an, kedamaian, dan rasa dekat dengan tuhan. Titik tersebut sering distimulus oleh orang yang sholat pada gerakan sujud yang merupakan gerakan terbanyak dalam sholat. Penelitian Kaelber tahun 2002 (dalam Hidayati, 2007) menjelaskan bahwa dewasa ini penduduk wanita yang mengalami depressi antara 10% sampai 15% dan pada pria antara 5% sampai 12%, ini disebabkan karena orang telah meninggalkan agama dalam kehidupan, dan banyak karya ilmiah yang menyimpulkan bahwa komitmen agama bermanfaat bagi upaya pencegahan depressi dan dapat bertindak sebagai kekuatan pelindung dan penyangga seseorang dari resiko menderita depressi, itu sebagaiman yang ditulis oleh Prof. Dr. Dadang Hawari dalam bukunya yang berjudul Schizofrenia. Penyebab depresi pada awalnya adalah stress atau frustasi. frustasi terjadi apabila terhambatnya suatu tujuan. Frustasi biasanya muncul karena konflik antara dua motif dimana motif pertama tidak bisa terpenuhi karena terhambat motif kedua. Contohnya adalah seorang ayah pengangguran yang ingin kehidupan keluarganya sejahtera, tidak miskin, mampu memenuhi kebutuhan keluarganya (motif 1) namun tujuan ini tidak bisa tercapai karena ia tidak punya skill (motif 2) sehingga tidak bisa bekerja, maka kondisi ini disebut sterss, ketika segala macam usaha dilakukan namun tetap tidak bisa tercapai, maka kondisi ini memungkinkan terjadinya frustasi, ketika perasaan gagal dan ketidakberdayaan ini terus-menerus dalam jangka waktu yang lama maka kondisi ini memungkinkan terjadinya depresi. Setidaknya ada 4 perilaku ketika seseorang mengalami frustasi (Atkinson, 1983): pertama agresi, yaitu melakukan kekerasan baik dalam bentuk fisik maupun cacian kepada sumber frustasi (sterssor) ataupun melampiaskan kepada hal lain (displacement) yang biasa disebut pengkambinghitaman (spacegoating). kedua apati, yaitu bersikap acuh atau masa bodoh dan menarik diri terhadap permasalahan yang dihadapi. Perilaku ini terjadi karena proses belajar dimana pengalaman seseorang ketika berprilaku apati dalam menghadapi masalah ternyata berhasil mendapatkan tujuannya dengan cara ini, lama kelamaan keberhasilan ini menjadi sebuah penguatan (reinforcement), akhirnya sikap apati menjadi pilihan dalam menyikapi friustasi. Contohnya: anak yang mengacuhkan orangtuanya (apati) karena dimarahi, akhirnya mereka menuruti anaknya, sehingga sikap apati menjadi jurus andalannya dan menjadi kebiasaan dalam menghadapi frustasi yang tidak disadari. Ketiga ketidak berdayaan. Yaitu sikap tidak berdaya ketika frustasi menimpanya dan tidak ada usaha yang dilakukan. Ini disebabkan karena individu telah mengalami masalah yang sama dan ia meyakini bahwa tidak ada jalan keluar bagi permasalahannya sehingga indidvidu itu pasrah. Keempat regresi, yaitu tindakan kembali ke bentuk perilaku yang tidak matang (infantile). Contohnya, seorang anak 7 tahun yang kurang diperhatikan orang tuanya karena lebih memeprthatikan adiknya yang umur 3 tahun, kondisi ini membuat anak frustasi dan berperilaku seperti anak 2 tahun seperti mengompol, menangis, ngambek dan lain-lain agar mendapat perhatian orang tuanya. Sholat Sebagai Sarana Meminta Pertolongan Untuk Trecapainya Motif Apa yang dilakukan manusia ketika tidak bisa mencapai tujuannya (motif) dan menyelesaikan masalahnya? Tentunya mereka membutuhkan pertolongan orang lain, lalu apa yang dilakukan manusia ketika orang lain juga tidak mampu menolongnya? maka inilah yang disebut frustasi. Kondisi dimana tidak menemukan cara untuk menyelesaikan permasalahan. Dibutuhkan penolong yang bisa membantu segala permasalahnya, secara natural manusia selalu meminta pertolongan kepada yang lebih mampu daripadanya. sebagai seorang muslim kita telah menegtahui siapa Penolong kita, adalah Allah yang Maha Penolong sebagaimana Allah berfirman: ??????? ???????? ????????? ??????????? ??? “hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan” Adapun cara meminta pertolongan kepada Allah telah difirmankan pada ayat-ayat berikut: ?????????????? ??????????? ???????????? ?????????? ??????????? ?????? ????? ???????????? ” mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan sholat, sesungguhnya (sholat) adalah hal yang sungguh besar (berat) kecuali bagi orang-orang yang khusu’ ” (al-Baqoroh: 45) ??? ???????? ????????? ???????? ???????????? ??????????? ???????????? ????? ??????? ???? ????????????? (??????: 153) ” wahai orang-orang yang beriman!!!, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan sholat sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar” Karena itulah sholat secara bahasa berarti do’a, sarana untuk memohon dan meminta pertolongan kepada Allah SWT. Lalu apakah benar sholat bisa memcahkan permasalahan kita dan memberikan solusi?, karena itu dalam ayat tersebut disebutkan dua hal yakni ?????? ??????? , artinya kita perlu sikap sabar untuk menghadapi frustasi, kita harus berbuat secara aktif untuk mencari pemecahan masalah terlebih dahulu dibarengi dengan tawakkal kepada Allah dengan sholat. Setiap pengaduan, keluhan akan didengar dan dikabulkan (Prof. Dr. Abdul Mujib. M.Ag, 2001). Allah berfirman: ??????? ????????? ????????? ?????????? ?????? ????? ????????? ??????????????? ???? ?????????? ????????????? ????????? ?????????? ” danTtuhanmu berfirman, ‘berdo’alah kepadaKu niscaya akan aku ijabah bagimu, sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau menyembahku akan masuk neraka jahannam dalam keadaan hina’ (ghoofir: 60) Dalam tafsir fi dzilal al-qur’an dalam menafsirkan ayat ini bahwa sabar merupakan bekal yang harus dimilki dalam menghadapi setiap kesulitan dan penderitaan, dan sholat adalah hubungan pertemuan antara hamba dengan Tuhan, hubungan yang dapat menguatkan hati, hubungan yang dirasakan oleh ruh, hubungan yang dengannya jiwa mendapatkan bekal di dalam menghadapi kesulitan dunia. Ketika usaha sedemikian sulit maka kadang-kadang kesabaran menjadi lemah, karena itulah diiringi dengan sholat, sebab sholat adalah penolong yang tidak akan habis, yang akan memperbaharui kekuatan, dan selalu meperbaharui hati, dengan sholat kesabaran akan tetap ada dan tidak terputus, justru akan makin mempertebal kesabaran, sehingga akhirnya seorang muslim akan teguh, tenang, dan ridho Sholat Sebagai Sarana Menenangkan Emosi Dan Meningkatkan Proses Kognisi Sholat akan membantu kita untuk menenangkan jiwa sehingga bisa berfikir dengan tenang, karena sesungguhnya emosi sangatlah mempengaruhi proses kognisi (pikiran) (Prof. Dr. Suharman, M.S, 2005). Sholat merupakan bentuk aktifitas ibadah yang paling sempurna dan sarana dzikir yang paling lengkap (Fi dzhilaali Qur’an) Allah berfirman: ????????? ???????? ????????????? ??????????? ???????? ??????? ????? ???????? ??????? ??????????? ?????????? ” orang-orang yang beriman dan hatinya tenang dengan mengingat Allah, sesungguhnya hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang” (ar-Ro’d: 28) ???????? ????? ??????? ??? ?????? ?????? ????? ???????????? ???????? ?????????? ????????? ” sungguh Aku ini Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah sholat untuk mengingatku” (toha: 14) Suasana hati tertentu (emosi positif atau negatif) yang telah dialami seseorang berperan penting dalam dalam menyelesaikan tugas-tugas pemecahan masalah kreatif. Secara umum dapat dikatakan bahwa suasana hati yang positif lebih meningkatkan perilaku kreatif dari pada suasana hati yang netral, sedangkan suasana yang negatif cendrung menurunkan perilaku kreatif (hasil penelitian Isen, Johnson, Mertz, Robinson, 1985, dan Doubman, Nowicki, 1987) Maka bagi seorang muslim, sholat merupakan cara untuk mendapatkan emosi positif. Dari emsoi positif tersebut maka akan meningkatkan perilaku kreatif sehingga dapat melakukan pemecahan masalah Sholat sebagai katarsis Ilahiyah Katarsis merupakan ekpresi psikis suatu emosi dengan cara mencurahkan pengalamanan-pengalaman traumatik (Schultz & Schultz). Biasanya dalam psikoterapi seseorang klien bercerita secara lepas kepada terapis, setelah itu klien akan merasakan bebannya hilang. Manusia mempunyai insting untuk melepaskan dorongan-dorongan tersebut, seseorang membutuhkan orang lain untuk meringankan bebannya dengan cara mencurahkan isi hatinya, menangis, dan lain-lain. ini adalah perilaku alami yang dilakukan manusia, contoh sederhananya yang biasa dilakukan manusia adalah “curhat-curhatan” Begitu pula dalam sholat, katarsis bisa dilakukan tanpa menggunakan prosedur yang berbelit-belit dan dapat dilakukan kapan dan di mana saja. Dan bukan dengan teman, terapis, atau psikolog, tapi dengan Allah SWT Orang frustasi dikarenakan adanya beban hidup yang dipikul sendiri, namun tidak demikian bagi seorang muslim, dalam sholatnya ia menyerahkan segalanya kepada Allah, seperti dalam doa iftitah sehingga dapat melepas ketegangan, stress, dan kecemasan ????? ???????? ????????? ??????????? ?????????? ??????? ????? ???????????? “sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah tuhan semesta Alam” Begitupula dalam doa duduk antara dua sujud, dimana seorang muslim mencurahkan permohonan-permohonanya dan kebutuhan-kebutuhannya: ???? ?????? ??????? ??????? ??????? ??????? ?????? ” ya Tuhanku, ampunilah aku, belas kasihi aku, tamballah kekuranganku, angkat derajatku, berilah rezeki padaku dan tunjukilah aku” (HR Ahmad Dari Ibn Abbas) Efeknya; Sholat Mencegah Prilaku Keji Dan Munkar Merupakan efek jaka panjang sholat bagi seorang muslim atas terpelihara dirinya dari keji (???????) yang biasa terjadi karena sterss, frustasi ataupun depresi, dimana mereka banyak melakukan pengalihan (displacement) kepada alkoholisme, perzinahan, obat-obatan terlarang, bunuh diri, dan lain-lain. Sholat juga mencegah sifat munkar, yang biasa terjadi dalam bentuk agresi, seperti membunuh, menyiksa, dan lain-lain . ……???????? ?????????? ????? ?????????? ??????? ???? ???????????? ????????????……. “…dan dirikanlah sholat, sesungguhnya sholat mencegah perbuatan keji dan munkar…” Diskusi: Namun permasalahan yang muncul sekarang adalah bahwasanya sholat tidak membawa perubahan apapun pada pelakunya, dikarenakan menjadikan sholat sebagai ibadah yang terpisah dari substansinya, tidak memahami esensi sholat itu sendiri, dan tidak memahami sholat yang khusyu apalagi melakukan sholat dengan khusyu’. Sholat yang khusuyu merupakan syarat agar seholat tersebut bisa menjadi sebuah terapi, karena perlu pengalaman spiritual yang mendalam, seperti kita ketahui bahwa berkomunikasi dengan Allah dalam Sholat, merasa tenang dalam sholat, dan meminta pertolongan kepada Allah dalam sholat merpuakan indikator sholat khusyu’. Karena itu umat islam akan senatiasa sehat rohaninya apabila bisa melakukan sholat dengan khusyu’. Dan hendaklah kita termasuk muslim yang bisa menjaga ke-khusyu’an sholat tersebut sehingga terjaga pula kesehatan jiwa kita, karena solat akan membawa kita kepada ketaqwaan dan orang yang bertaqwa selalu sehat mental. Keismpulan ini senada dengan yang diungkapkan Prof. Dr. Dzakiyah Darajat (1993) yang menjelaskan bahwa manusia yang sehat mentalnya adalah manusia yang bertakwa kepada Allah SWT dan merealisasikan nilai-nilai ajaran agama dalam kehidupannya, sehingga kehidupan ini dijalani sesuai dengan tuntutan agama. . Wallahu a’lam bissawaab. Sumber: Atkinson, Rita, et.al. 1983. Introduction to Psychology (Eight Edition). Harcourt Brace Jovanovich. Inc Daradjat, Zakiyah. 1993. Ilmu Jiwa Agama. PT. Bulan Bintang. Jakarta Hawari, Dadang. 2002. Schizofrenia. UI. Jakarta Hidayati, Heny Narendrany. 2007. Psiokologi Agama. UIN Jakarta Pres Mujib, Abdul dan Mudzakir, Jusuf. 2002. Nuansa-Nuansa Psikologi Islam. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta Quthub, Sayid. Fi Dzhilaal al-Qur’an. Rakhmat, Jalaluddin. 2003. Psdikologi Agama. Mizan. Bandung. Schultz, Duane P and Schultz, Sydney Ellen. 2005. Theories of Personality (Eight Edition). Thomson. USA Suharnan. 2005. Psikologi Kognitif. Srikandi. Surabaya

Belajar Memaafkan, Meningkatkan Kesehatan Mental dan Fisik

Belajar Memaafkan, Meningkatkan Kesehatan Mental dan Fisik Menurut Mayo Clinic, memaafkan atau memberi ampunan akan terasa baik bagi kesehatan Anda. Dendam muncul untuk mempengaruhi sistem kardiovaskular dan saraf. Dalam sebuah penelitian, orang yang fokus pada dendam pribadi, memiliki tekanan darah dan detak jantung, dan peningkatan ketegangan otot. Hal ini ditambah dengan perasaan menjadi kurang terkendali. Ketika seseorang berhasil memaafkan orang yang telah menyakiti mereka, banyak dari mereka yang mengatakan merasa lebih positif dan santai. Penelitian lain menunjukkan bahwa memaafkan memiliki efek positif pada kesehatan psikologis anda. Memaafkan bukan berarti melupakan, memaafkan itu melepaskan apa pun yang telah terjadi. Ini memang sakit, namun masalah itu akan pergi jika anda melepaskannya. Lepas bersama beban amarah dan kebencian. Tidak ada pendekatan tunggal untuk belajar bagaimana memaafkan seseorang. Berbicara dengan teman, terapis atau penasihat (agama) dapat membantu proses untuk memilah-milah perasaan dan tetap di jalur yang benar. Sebuah tips atau cara untuk belajar memaafkan seperti yang ditulis oleh Mayo Clinic Women’s HealthSource dalam Science Daily, adalah. 1. Akuilah rasa sakit dan kemarahan yang anda rasakan sebagai akibat dari tindakan orang lain pada anda. 2. Mengakui bahwa untuk lepas dari sakit hati itu butuh perubahan. 3. Cobalah untuk berpikir tentang orang yang menyakiti anda. Apa yang membuat ia melakukan itu? Kadang-kadang ada motivasi atau sebab yang membuat peristiwa menyakitkan itu terjadi pada Anda. Bagi sebagian orang, langkah ini diakhiri dengan berkata, “Aku memaafkanmu.” 4. Ketika Anda berhasil melakukan dan melepaskan, ada kelegaan emosional yang datang bersamaan dengan pemaafan.

Mengetahui dan Mendeteksi Anak Stres

Mengetahui dan Mendeteksi Stres Anak Anak stres, apa yang normal dan apa yang tidak? Pada tingkat tertentu, stres adalah normal dan sehat untuk anak-anak. Bahkan, secara resmi disebut “eustress”, merupakan stres yang sehat atau stres yang memberikan perasaan positif. Anak yang mengalami stres ini, sering merupakan hasil dari mencoba hal-hal baru, menjaga sebuah hubungan dan rutinitas sehari-hari. Eustress mendorong anak-anak maju dan memberi mereka rasa kepuasan. Jadi tidak khawatir tentang eustress. Sedangkan distress perlu diperhatikan. Ini terjadi ketika seorang anak tidak mampu beradaptasi atau menjadi kewalahan dengan situasi kehidupan atau responsibilitas. Distress biasanya memiliki implikasi negatif bagi anak-anak dan perlu ditangani lebih awal. Bahkan stres dapat mempengaruhi anak secara emosional, perilaku dan fisik. Dikutip dari GalTime, beberapa ciri khas perilaku yang dapat mendeteksi anak stres: 1. Peningkatan agresi 2. Mengisolasi dari keluarga dan teman-teman 3. Sering menangis dalam jangka waktu panjang 4. Mendadak mengompol 5. Perubahan kebiasaan makan dan tidur 6. Sering tantrum 7. Gugup atau gelisah 8. Perut nyeri, sakit kepala atau keluhan fisik lainnya 9. Masalah di sekolah 10. Cemas Ingatlah, semua anak mungkin mengalami beberapa perilaku tersebut pada titik yang berbeda, dalam perkembangan mereka. Biarkan anak-anak tahu bahwa stres itu dialami oleh semua orang dan bahwa perasaan cemas, marah dan kesepian adalah normal. Jika perilaku ini masih tetap dan menyebabkan kecemasan yang signifikan, misalnya akibat masalah di sekolah, ada baiknya menghubungi pihak sekolah, psikolog anak atau seorang konselor profesional. Beberapa petunjuk untuk meminimalkan anak stres dalam kehidupan mereka 1. Jangan meremehkan waktu tidur dan pemberian gizi. Jangan kurang dari 8 jam tidur setiap malam. Kurangi gula dan kafein. 2. Bicara, bicara, dan bicara. Atur waktu teratur mengobrol dengan anak soal teman-temannya, sekolah dan keluarga. Bahkan jika Anda tidak setuju dengan pikiran dan perasaan mereka, cukuplah menjadi pendengar. Inti utama dari obrolan adalah mengeluarkan perasaan anak yang mungkin tidak terungkapkan. Bila tidak, maka ini adalah sumber utama stres. 3. Perbolehkan anak melakukan aktivitas fisik. Masuk dalam sebuah tim olahraga atau bersepeda dan berjalan adalah suatu keharusan untuk keberhasilan pengelolaan stres. 4. Persiapkan anak untuk situasi stres. Misalnya, persiapkan anak untuk menanti hari masuk sekolah setelah liburan panjang dengan mengajak mereka membeli buku baru dll. 5. Jangan berlebihan dalam memberikan anak berbagai kegiatan. Anak-anak juga membutuhkan waktu untuk bersantai, menikmati waktu bermain. Ini dapat menghindari stres anak. 6. Ingat bahwa kita tidak bisa sepenuhnya melindungi anak dari stres. Membantu anak stres ketika mereka mengalami kesulitan adalah hadiah yang luar biasa untuk mengurangi beban mereka. .

Saturday 19 November 2011

Hubungan Sex Diluar Nikah

Hubungan sex diluar nikah membawa cukup banyak dampak negatif bagi diri pelaku maupun lingkungan sekitar. Mulai dari kemungkinan tertular penyakit, hingga kehamilan diluar nikah. Hal ini juga menyebabkan / berdampak pula pada tingginya tingkat aborsi. Padahal perbuatan aborsi, juga memiliki resiko yang sangat tinggi terhadap keselamatan dari perempuan itu sendiri. Berikut ini resiko dan bahaya yang terjadi jika melakukan aborsi khususnya remaja: 1. Kematian karena terlalu banyak pendarahan 2. Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal 3. Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan. 4. Sobeknya rahim (Uterine Perforation) 5. Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya. 6. Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita) 7. Kanker indung telur (Ovarian Cancer) 8. Kanker leher rahim (Cervical Cancer) 9. Kanker hati (Liver Cancer) 10. Kelainan pada placenta/ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya. 11. Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease) 12. Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi (Ectopic Pregnancy) 13. Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis) 14. Infeksi alat reproduksi karena melakukan kuretase (secara medis) yang dilakukan secara tak steril. Hal ini membuat remaja mengalami kemandulan dikemudian hari setelah menikah. 15. Pendarahan sehingga remaja dapat mengalami shock akibat pendarahan dan gangguan neurologist. Selain itu pendarahan juga dapat mengakibatkan kematian ibu maupun anak atau keduanya. 16. Resiko terjadinya reptur uterus atau robeknya rahim lebih besar dan menipisnya dinding rahim akibat kuretase. Kemandulan oleh karena robeknya rahim, resiko infeksi, resiko shock sampai resiko kematian ibu dan anak yang dikandungnya. 17. Terjadinya fistula genital traumatis adalah suatu saluran atau hubungan antara genital dan saluran kencing atau saluran pencernaan yang secara normal tidak ada. Nah, akibatnya cukup menyeramkan khan? tidak ada yang enak khan? makanya melakukan hubungan seks diluar nikah jangan dilakukan. Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/1910142-hindari-free-sex-untuk-remaja/#ixzz1eAlDhzQh

Remaja Jaman Sekarang

Apakah Anda pernah membaca tentang hasil penelitian Komnas Anak tahun 2011? 62,7% remaja SMP sudah tidak perawan lagi. Terus akhir-akhir ini juga dibeberapa majalah dimuat mengenai tulisan tentang fenomena seks di usia remaja. Yang paling mengerikan adalah fakta bahwa ada remaja SMP yang mengaku melakukan hubungan seks di rumahnya sendiri di ruang televisi. Belum lagi, membaca artikel di majalah lain mengenai prostitusi di kalangan siswi remaja, ternyata hal itu dibuktikan benar pula dari penelitian yang dilakukan majalah tersebut. Entah karena kurang perhatian orang tua, sekolah yang kurang dapat mengontrol hal ini atau memang karena tuntutan kemajuan jaman yang memaksa remaja melakukan hal ini? Entahlah. Remaja memang merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa. Tugas utamanya adalah pembentukan identitas atau konsep diri, dan membentuknya dengan baik memang tidak mudah. Masalah-masalah remaja seperti ini, sering timbul karena konsep diri remaja juga yang bermasalah. Mengijinkan dirinya melakukan hal ini, merusak diri sendiri karena ia menilai dirinya secara kurang tepat. Saat ini, sulit menemukan figur yang tepat untuk dijadikan model alias contoh bagi remaja untuk bertindak sebaiknya ia seperti apa. Hal ini, tampaknya dapat membuat remaja buntu mau harus bergerak di mana. Apalagi, informasi remaja juga sangat terbatas atas masalah ini. Dan sedihnya lagi, batasan yang kaku tanpa memberikan penjelasan, membuat remaja yang RASA INGIN TAHUNYA BESAR, malah ingin coba-coba, jadinya SALAH JUGA! Beberapa kondisi remaja yang pernah penulis lihat, mungkin pula dapat memberikan gambaran remaja kita, ada yang menyedihkan ada dan ada pula yang mengharukan. Di pinggiran Jakarta Barat, Dumpit, masalah seks dengan melegalkannya menjadi pernikahan dini atas dasar masalah ekonomi yang mendesak, tampaknya sudah biasa. Orang tua di sini malah yang membiarkan anaknya menikah dini agar perekonomian orang tua membaik. Apa remaja ada pilihan? Di sisi yang lain, di bagian Jakarta Barat yang lain, di daerah elitnya, remaja-remaja berkumpul untuk membahas bahwa pacaran sebaiknya tidak dilakukan dahulu, terkait dengan nilai-nilai budaya dan agama. Guru-guru yang memfasilitasi untuk pembahasan ini. Jangankan bicara mengenai seks secara vulgar, pacaran saja tidak boleh. Baik yah guru-gurunya, tapi apa itu cukup? Ada pula, remaja yang khusus dibawa orang tuanya dari luar negeri untuk dikonsultasikan ke profesional, orang tua mulai prihatin karena anaknya pernah pulang hingga larut malam dengan ‘cipok’ sana-sini di lehernya. Usut punya usut, orang tua memang tidak pernah punya waktu dengan anaknya. Jadinya kaget deh, bingung. Meski dianggap penting, pendidikan seks bagi remaja belum terlalu banyak dilakukan ternyata. Jarang ada guru yang kreatif yang bisa memfasilitasi hal ini, tapi ada koq seperti di atas, meski masih perlu dibenahi. Nah, mengharapkan dari guru saja, sebagai orang tua juga tampaknya tidak tepat. Sumber utama remaja bisa mendapatkan pemahaman yang tepat mengenai seks (hal-hal yang berhubungan dengan jenis kelamin sampai dengan hubungan seksual) hanyalah bisa didapat secara tepat dari orang tua atau keluarga. Akan tetapi, biasanya orang tua atau keluarga sendiri yang risih membahasnya. Untungnya banyak buku-buku yang jadi pedoman untuk membahas masalah ini. Jadi bukan alasan untuk sulit melakukannya. Mungkin masalahnya, ada waktu tidak ya untuk membahasnya? Akan tetapi yang paling penting sebagai remaja, tampaknya perlu untuk lebih MAU MENGAMBIL SIKAP DAN MENJADI ASERTIF (berani berkata ‘tidak'), bekal yang tampaknya akan dapat menjawab tantangan apapun agar tidak tergerus oleh jaman. PUNYA KONSEP DIRI YANG BAIK ITU MEMANG TIDAK MUDAH. AKAN TETAPI, SETIDAKNYA REMAJA TIDAK PERLU MERUSAK DIRI SENDIRI. BUKTIKAN MENJADI YANG TERBAIK DENGAN PRESTASI, MASA DEPAN TETAP DITANGAN PARA REMAJA, HARAPAN BANGSA KITA… Sebagai orang yang sudah lebih tua sedikit, mendukung remaja untuk maju. Kalau remaja ingin konsul sewaktu-waktu, silakan saja :)

Saturday 12 November 2011

Cara Efektif Mengusir Rasa Takut Dalam gelap

Rasa takut gelap ini oleh para psikolog sering disebut Nyctophobia. Kadang-kadang penyakit ini menguasai seseorang, dan membuatnya merasa lemas dan ketakutan. Bagi sebagian orang, rasa takut ini membuatnya merasa lumpuh, sehingga tak dapat menikmati aktivitas yang mengharuskannya sendirian, berjalan malam hari, kemping, atau eksplorasi alam. Dan, ini tak cuma dialami kaum perempuan, lho. “Ketika Anda berada di dalam kegelapan, pikiran Anda bisa memanipulasi Anda,” begitu kata juru bicara dari Warwick Castle. Tidak heran, dari penelitiannya terlihat juga bahwa 20 persen orang dewasa mengalami panik luar biasa ketika lampu tiba-tiba mati tanpa pemberitahuan. Tentu, tak mungkin kita menghindari kegelapan, karena kita akan menemuinya setiap hari. Maka, sebaiknya setiap orang berusaha mengatasi rasa takutnya ini. Adakah cara yang memungkinkan kita melenyapkan penyakit ini secara berangsur-angsur? 1. Dahulukan logika. Kebanyakan rasa takut itu tidak logis, dan secara alamiah emosional. Menerapkan logika dalam masalah emosional tampaknya berlawanan, tapi sebenarnya tidak. Misalnya Anda sedang berbaring di tempat tidur, ingin ke kamar mandi tapi takut keluar karena ada bayangan gelap di sudut ruangan. Segera nyalakan lampu ruang tidur, dan amati apa sebenarnya bayangan itu. Begitu Anda mulai merasakan bahwa rasa takut menguasai Anda, mulailah berpikir rasional dengan mengatasi takut itu dengan fakta-fakta. Lihat apa yang mengganggu Anda. Mungkin itu hanya bayangan pakaian yang digantung di belakang pintu. 2. Melatih penglihatan pada malam hari. Ketika kita baru masuk dari ruangan yang terang ke ruangan yang gelap, kita pasti tidak dapat melihat apa-apa. Tetapi perlahan, mata kita akan mulai dapat menangkap obyek-obyek di dalam ruangan. Cobalah menyebutkan benda-benda yang Anda lihat. Dengan mampu menggambarkan apa yang Anda lihat, indera penglihatan malam hari ini akan meningkat, dan rasa takut akan berkurang. 3. Bacalah artikel yang inspiratif. Film horor konon sering ditonton oleh orang-orang yang penakut. Sebab, dengan demikian ia bisa membayangkan apa yang akan terjadi bila ia mengalami seluruh teror itu. Tetapi daripada nonton atau membaca novel horor sebelum tidur, lebih baik pilih bacaan yang inspiratif. Entah itu buku-buku agama, spiritual, movitasi, apapun yang akan menghangatkan hati Anda. Bacaan itu akan membuat Anda rileks dan mengantuk. 4. Meditasi, visualisasi, dan berdoa. Meditasi sebelum tidur dirasakan banyak orang dapat membuat tubuh dan pikiran jadi rileks, serta membantu melepaskan ketegangan dan mengatasi takut. Berdoa juga membantu kita merasa dilindungi dari lingkungan sekitar, sedangkan visualisasi bisa menjadi cara yang baik untuk menyiapkan pikiran selama pagi hari untuk menerima malam hari. Saat Anda duduk atau berbaring di tempat tidur, bayangkan Anda berada di suatu tempat yang Anda inginkan. Lihatlah bagaimana Anda berjalan dan menikmati tempat tersebut. Pandanglah langit yang cerah, dan rasakan hangatnya sinar matahari. Kemudian, bayangkan juga indahnya langit yang dihiasi bintang dan bulan pada malam hari. 5. Ajak teman jalan-jalan malam hari. Salah satu cara untuk mengatasi rasa takut adalah menghadapinya. Berjalan di kegelapan ditemani beberapa orang membuat Anda akan melangkah dengan percaya diri dan berani. Tak perlu banyak berbicara, nikmati saja suara-suara alam di sekitar seperti suara jangkrik atau hembusan angin yang menerpa pepohonan. Akan sempurna jika bulan sedang purnama, karena Anda akan menikmati indahnya malam hari. Kebanyakan orang jadi takut gelap karena pernah mengalami kejadian buruk. Jika hal ini terjadi pada Anda, cobalah berdamai dengan kejadian tersebut. Lalu, terapkan lima langkah di atas. Anda akan merasa lebih rasional dan tidak lemas lagi. Ingatlah, pemberani bukanlah orang yang tidak punya rasa takut sama sekali, melainkan orang yang sanggup mengatasi rasa takutnya.

Sunday 6 November 2011

Hikmah Berqurban dalam Perspektif Psikologi Islam

HIKMAH BERQURBAN DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI ISLAM Oleh: Ahmad Rusydi, S.Psi, S.Sos.I. Syari’at Berqurban Berqurban adalah ibadah yang dianjurkan oleh Islam untuk dilaksanakan. Terlepas dari perbedaan hukum berqurban (ada yang mengatakan wajib, farduu kifaayah, dan sunnah mua’kkadah) namun dari semua madzhab tetap menganjurkan ibadah qurban dan menyatakan bahwa ibadah ini adalah ibadah yang sangat penting. Perilaku Berqurban dalam Tinjauan Islam dan Psikologi Penulis melihat ada beberapa perilaku yang nampak secara psikologis pada orang yang berqurban, salah satunya perilaku prososial. Ketika individu membeli hewan qurban dengan harga yang relatif mahal, bahkan sampai jutaan, maka tidak ada niat lain dalam hatinya kecuali untuk menyembelihnya dan membagikannya kepada orang lain (kecuali niat untuk menyombongkan diri maka ini menjadi kajian lain). Ibadah ini tentunya melatih keikhlasan dan melatih seseorang untuk tidak cinta dunia. Berbeda dengan sedekah yang mungkin tidak terlalu besar pengorbanan biayanya, namun berqurban membutuhkan uang banyak, bahkan beberapa orang sampai menabung untuk membeli hewan qurban. Setelah membelinya, tidak lain dia hanya ingin membagikannya kepada orang lain. Perilaku ini tentunya merupakan sebuah latihan jiwa (latihan ikhlas) yang cukup berat, dan tentunya semakin berat latihan semakin terbentuk pula jiwa ini menjadi lebih baik dan lebih ikhlas. Dengan latihan keikhlasan ini jiwa senantiasa akan mampu mengendalikan diri dari motivasi keduniaan dan kebendaan. Orang yang bisa lepas dari keduniaan (zuhud) maka hidupnya akan bahagia dan terhindar dari simptom-simptom kecemasan. Sebagaimana diketahui bahwa permasalahan hidup yang dialami oleh manusia tidak terlepas dari permasalah keduniaan, permasalahan harta, dan permasalahan yang sifatnya fisik dan imanen. Keikhlasan inilah yang menjadi kunci dari ibadah kurban yang membawa manfaat, tanpa keikhlasan ibadah qurban akan sia-sia secara syar’i maupun secara psikologis, karena itu Allah telah berfirman dalam surat al-Kautsar: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak (1) Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah (2) Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu Dialah yang terputus (3)” Menurut Wahbah Zuhaili dalam menafsirkan ayat ini, beliau mengatakan bahwa perintah berkurban adalah salah satu bentuk rasa syukur (gratification) atas banyaknya nikmat yang telah Allah berikan di dunia dan akhirat, dan Allah menginginkan qurban dilakukan hanya untuk Allah tanpa menyekutukannya (antara lain dengan cara sombong).[1] Ternyata mengekspresikan rasa syukur adalah suatu hal yang memberikan manfaat positif pada kejiwaan. Mark Davies mengatakan bahwa mengekspresikan rasa syukur merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi kesehatan emosional, dengan rasa syukur manusia bisa merayakan kebaikan dengan orang lain, Tuhan, dan hidup kita. Dengan bersyukur kita akan belajar menikmati hidup yang telah diberikan oleh Allah.[2] Orang yang ikhlas dan terbiasa mengeluarkan harta miliknya untuk orang lain, tentunya merasa dirinya tidak terbebani oleh benda-benda tersebut, tidak perlu pusing memikirkan hartanya, perusahaannya, dan pekerjaannya. Bahkan diantara beberapa orang ada yang mengalami gangguan tidur (insomnia) karena selalu memikirkan hal tersebut, ada juga yang mengalami obsessive compulsive disorder dengan ketergantungan terhadap benda dan harta, perilaku berulang-ulang seperti mengecek brankas, rekening, dan sebagainya yang malah menambah kecemasan dalam diri. Islam melatih manusia untuk menjadi zuhud, salsah satunya dengan berqurban, karena berqurban adalah berkorban harta, dan melepaskan ternak yang dicintai, membiasakan diri kehilangan harta benda, bahkan sebenarnya tidak hilang, tapi diberikan kepada orang lain, dan bahkan tidak hanya diberikan kepada orang lain, namun juga untuk membayar kenikmatan di akhirat kelak. Dalam Islam disunnahkan membagikan daging qurban secara langsung kepada orang yang kita inginkan, hal ini menurut penulis dikarenakan ajaran ini ingin membentuk sifat empati dan prososial pada diri individu yang berqurban. Indivdu yang membagikan secara langsung bisa melihat kondisi masyarakat secara kasat mata, sehingga membuka mainset dan memunculkan insight tentang realitas kehidupan bermasyarakat dan hakikat harta. Individu yang memahami kondisi sekitar tentunya akan menjadi individu yang adaptif, adapun individu yang tidak pernah melihat lingkungan sekitar, maka akan menjadi individu yang maladaptif yang tidak memahami masyarakat, nilai, dan norma masyarakat. Menurut Behaviourisme, individu yang maladaptif adalah individu yang abnormal, belajar sosial dan memahami lingkungan adalah salah satu upaya untuk menjadikan individu yang sehat perilaku. Ketika daging kurban telah kita berikan kepada orang lain, apa yang kita lihat? Apa yang kita rasakan?, tentunya kita akan melihat kesenangan, senyuman, dan kebahagiaan dari si mustahiq. Tahukan anda ini akan berefek psikologis bagi pemberi dan penerima? Tentunya iya, bagi si penerima dia akan merasa bahagia (happines), merasa dipedulikan, dan merasa diperhatikan. Tentunya ini akan berefek pada kesehatan mental mereka. Kalau saja kebiasaan saling memberi ini sudah menjadi tradisi setiap waktu, tentunya masyarakat Indonesia akan menjadi masyarakat yang sehat mental. Rasa empati yang muncul dari sikap saling memberi tentunya akan memberikan efek positif bagi jiwa. Ann C. Rumble dan koleganya menemukan dalam penelitiannya bahwa empati akan memberikan keuntungan dalam interaksi sosial, empati juga bisa menjadi alat yang efektif sebagai coping ketika ada orang berbuat salah pada diri kita, empati juga bisa membantu individu menjadi lebih mampu dalam bekerja sama.[3] Al-Sudhaan dalam bukunya min asbaab al-sa’aadah (faktor penyebab kebahagiaan) mengatakan bahwa kebahagiaan ada dua jenis, yaihtu kebahagiaan fisik (al-sa’aadah al-hissiyah) dan kebahagiaan psikis (al-sa’aadah al-nafsiyah). Kebahagiaan fisik disebabkan karena telah terpenuhinya kebutuhan hidup sehari-hari seperti makanan, minuman, pakaian, kendaraan, kedamaian rumah tangga, dan kecukupan harta. Sedangkan kebahagiaan psikis dikarenakan oleh bisa memberikan kebahagiaan pada orang lain.[4] Orang yang diberi daging kurban tentunya mendapatkan kebahagiaan fisik, adapaun orang yang memberikan daging kurban ternyata mendapatkan kebahagiaan fisik. Bahkan Aristoteles mengatakan bahwa kebahagiaan fisik (pleasure) adalah kebahagiaan yang terendah, dan kebahagiaan non-fisik adalah kebahagiaan yang lebih nikmat dari kebahagiaan fisik (pleasure). Apabila membahagiakan orang lain sudah tertanam dalam diri, maka ini akan menjadikan individu semakin terbentuk jiwanya ke arah yang lebih sempurna. Pendapat ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Lalin Anik, Lara B. Aknin, Michael I. Norton, and Elizabeth W. Dunn yang menemukan bahwa orang yang senang memberi maka hidupnya akan lebih bahagia.[5] Ada salah satu yang menarik dari syari’at kurban. Ternyata daging kurban tidak hanya ditujukan pada orang golongan tertentu saja, artinya dalam ibadah qurban diharapkan seluruh masyarakat dapat merasakan daging kurban, tanpa melihat golongan bahkan agama. Berbeda dengan zakat yang diberikan kepada orang-orang tertentu saja, namun kurban harus diberikan kepada semua orang, baik itu orang miskin, orang kaya, orang muslim, orang non-muslim, dan semua orang boleh diberikan daging kurban. Keunikan dari syari’at ini tentunya mempunyai makna dan maksud tertentu. Penulis berasumsi bahwa syari’at qurban tidak bertujuan sebagai stabilitas ekonomi masyarakat, berebda dengan zakat yang memang difungsikan untuk menyeimbangkan perekonomian masyarakat. Syari’at qurban lebih bertujuan sosial dan psikis, syariat qurban ingin merekatkan toleransi dan kebersamaan (ukhuwah) dalam masyarakat, menjalin kembali jaringan (silaturahim) yang terputus, meningkatkan kepedulian, menumbuhkan rasa dipedulikan, memperbaiki kembali ikatan yang rusak karena konflik dan sebagainya. Dengan cara yang sederhana, yaitu saling membagikan dagin qurban kepada sekitar, ternyata memberikan dampak yang begitu besar. Daging adalah makanan yang dibutuhkan oleh semua orang, bahkan diidam-idamkan oleh banyak orang, maka tidak ada orang yang menolak diberikan makanan, bahkan mereka merasa senang, karena makanan adalah kebutuhan dasar utama mannusia, maha suci Allah yang telah membuat sistem ini. Makan dan minum adalah tabi’at manusia yang disenangi, cara ini bisa menumbuhkan rasa bahagia antar sesama, iniliah yang diinginkan Allah dengan syari’at qurban, karenanya Allah mengharamkan puasa di hari qurban, Allah perintahkan seluruh umat Islam untuk makan dan minum, merasakan kebahagiaan. Sebagaimana Rasul bersanda: “sesungguhnya pada hari iedul adha, hari-hari tasyriq, dan hari arafah adalah hari milik umat Islam, hari di mana kalian makan dan minum” Menurut pandangan Abraham Maslow, kebutuhan yang terutama dan yang mendasar pada diri mannusia adalah kebutuhan fisik, di antaranya makan dan minum, sebelum terpenuhinya kebutuhan ini manusia tidak akan bisa mencapai tingkatan kebutuhan berikutnya yang lebih tinggi, begitulah ajaran Islam merupakan ajaran yang sangat manusiawi yang memahami betul kebutuhan manusia. Salah satu yang menjadi analisis penulis dalam syari’at qurban adalah disunnahkan memotong hewan qurban sendiri. Sebagaimana disebutkan dalam hadits di bawah ini. “sesungguhnya Rasul saw memerintahkanku untuk menyembelih dua kambing itu sendiri, maka sesungguhnya aku lebih suka menyembelih dengan cara menyembelih sendiri.”[6] Kalau kita berpikir sejenak, apa yang diinginkan Allah sehingga mensunnahkan demikian?, bukankah ini mengajarkan manusia untuk membunuh?, sungguh Allah SWT tidak mungkin memerintahkan kebatilan pada manusia. Dalam diri manusia terdiri dari tiga unsur jiwa, yaitu jiwa tumbuhan (al-nafs al-nabatiyyah), jiwa hewan (al-nafs al-hayawaniyah), dan jiwa manusia (al-nafs al-naathiqah). Maka sebenarnya di dalam diri kita ada dorongan-dorongan predator yang harus dilampiaskan secara syar’i. Potensi predator jika tidak dialihkan maka akan menimbulkan bahaya seperti marah, agressif, bahkan melakukan tindakan-tindakan kriminal. Potensi predator dalam psikonalisa dikategorikan sebagai potensi primitif yang tertanam di dalam id. Sama dengan dorongan seksual yang merupakan potensi tumbuhan (potensi produktif), harus dilampiaskan secara syar’i dengan menikah, lalu bagaimanakah melampiaskan potensi predator pada diri manusia?, di siniliah anjuran memotong sendiri dalam berqurban merupakan suatu jawaban, memang kita merasa kasihan ketika menyembelih hewan yang telah kita pelihara, namun sebenarnya alam bawah sadar (tanpa kita sadari) kita sedang melampiaskan potensi predator tersebut. Kesimpulan Allah SWT selalu memberikan hikmah di balik perintah-perintahnya. Berqurban adalah ibadah yang bisa menghasilkan pembentukan kepribadian di dalam diri kita, antara lain pribadi yang ikhlas, pribadi bersyukur, pribadi yang zuhud, dan pribadi yang empati. Secara psikis orang tersebut akan merasa bahagia, rileks karena lepas dari kecemasan dunia, bahagia, dan terbebas dari impuls predator. [1]Wahbah al-Zuhailii, al-Tafsiir al-Muniir fi al-‘Aqiidah wa al-Sharii’ah wa al-Manhaj (Dimashq: Daar al-Fikr al-Ma’aas}ir, 1418H), 602. [2]Mark Davies, “An Attitude of Gratitude,” (2004), http://www.alive.com. [3]Ann C. Rumble and Others, “The Benefits of Empathy: When Empathy May Sustain Cooperation in Social Dilemmas,” European Journal of Social Psychology, Volume 40, Issue 5, August (2010): 856–866. [4]‘Abd al-‘Aziiz bin Muhammad bin ‘Abd Allah al-Sudhaan, min Asbaab al-Sa’aadah (Riyaadh}: al-Buhuuth al-‘Ilmiyyah wa al-Iftaa’, 2009), 7 [5]Lalin Anik and Others, “Feeling Good about Giving: The Benefits (and Costs) of Self-Interested Charitable Behavior,” Working Paper, Harvard Business School & University of British Columbia (2009): 1. [6]Ahmad al-Busayrii, Ittihaf al-Khiirah al-Maharrah bi al-Zawaa’id al-Masaa’id al-‘Ashrah. Dalam al-Maktabah al-Syaamilah V.3.28.

Belajar Memaafkan, Meningkatkan Kesehatan Mental dan Fisik

Menurut Mayo Clinic, memaafkan atau memberi ampunan akan terasa baik bagi kesehatan Anda. Dendam muncul untuk mempengaruhi sistem kardiovaskular dan saraf. Dalam sebuah penelitian, orang yang fokus pada dendam pribadi, memiliki tekanan darah dan detak jantung, dan peningkatan ketegangan otot. Hal ini ditambah dengan perasaan menjadi kurang terkendali. Ketika seseorang berhasil memaafkan orang yang telah menyakiti mereka, banyak dari mereka yang mengatakan merasa lebih positif dan santai. Penelitian lain menunjukkan bahwa memaafkan memiliki efek positif pada kesehatan psikologis anda. Memaafkan bukan berarti melupakan, memaafkan itu melepaskan apa pun yang telah terjadi. Ini memang sakit, namun masalah itu akan pergi jika anda melepaskannya. Lepas bersama beban amarah dan kebencian. Tidak ada pendekatan tunggal untuk belajar bagaimana memaafkan seseorang. Berbicara dengan teman, terapis atau penasihat (agama) dapat membantu proses untuk memilah-milah perasaan dan tetap di jalur yang benar. Sebuah tips atau cara untuk belajar memaafkan seperti yang ditulis oleh Mayo Clinic Women’s HealthSource dalam Science Daily, adalah. 1. Akuilah rasa sakit dan kemarahan yang anda rasakan sebagai akibat dari tindakan orang lain pada anda. 2. Mengakui bahwa untuk lepas dari sakit hati itu butuh perubahan. 3. Cobalah untuk berpikir tentang orang yang menyakiti anda. Apa yang membuat ia melakukan itu? Kadang-kadang ada motivasi atau sebab yang membuat peristiwa menyakitkan itu terjadi pada Anda. Bagi sebagian orang, langkah ini diakhiri dengan berkata, “Aku memaafkanmu.” 4. Ketika Anda berhasil melakukan dan melepaskan, ada kelegaan emosional yang datang bersamaan dengan pemaafan.

Wednesday 2 November 2011

Pengertian Agresi dan Perbedaanya

Meskipun semua orang memahami apa itu agresi, namun masih terdapat perbedaan pendapat mengenai definisinya. Ada tiga perbedaan penting. Pertama, apakah kita mendefinisikan agresi sebagai perilaku melukai, ataukah mempunyai maksud melukai disebut juga agresi.

Definisi yang paling sederhana dan yang paling disukai oleh orang yang menggunakan pendekatan behaviorisme, adalah bahwa agresi merupakan perilaku yang melukai orang lain. Keuntungan definisi ini adalah bahwa perilaku itu yang menentukan apakah suatu tindakan bisa dikatakan agresi atau tidak.

Sayangnya definisi ini mengabaikan maksud orang yang melakukan suatu tindakan. Jika kita mengabaikan maksud, seorang pria yang sedang marah bermaksud untuk membunuh pesaing bisnisnya dengan cara menembak dengan pistol, tetapi ternyata senjatanya kosong, maka tindakan tersebut tidak bisa dikatakan sebagai tindakan agresi.

Meskipun pada kenyataanya pria itu sedang marah dan mencoba melakukan pembunuhan, dia tidak bisa dikatakan agresif karena senjatanya kosong. Sehingga tindakannya tidak berbahaya.

Maksud mempunyai peranan penting dalam penilaian kita tentang agresi. Karena itu, kita mendefinisikan agresi sebagai tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain. Konsep ini lebih sulit diterapkan, karena tidak semata-mata tergantung pada perilaku yang nampak.

Sering kali sulit untuk mengetahui maksud seseorang. Tetapi kita akan menerima batasan agresi dengan penuh arti jika kita memperhatikan maksud.

Perbedaan yang kedua adalah antara agresi antisosial dan prososial. Biasanya kita menganggap agresi sebagai sesuatu yang buruk. Memang, tindakan agresif yang timbul dengan maksud untuk melukai seseorang adalah hal yang buruk. Tetapi ada perilaku agresi yang baik.

Kita menghargai polisi yang telah menembak seorang teroris. Yang menjadi masalah apakah tindakan agresif melanggar atau mendukung norma sosial itu telah disepakati. Tindakan kriminal seperti membunuh, kekerasan dan pemukulan jelas melanggar norma sosial disebut antisosial. Sedangkan tindakan prososial adalah yang sesuai dengan hukum, seperti disiplin yang diterapkan orangtua atau kepatuhan terhadap komandan perang dianggap penting.

Beberapa tindakan agresif berada di antara agresi prososial dan agresi antisosial adalah agresi yang disetujui (sanctioned aggression). Ini adalah agresi yang antisosial tetapi masih disetujui oleh masyarakat. Contoh, seorang wanita yang melawan ketika diperkosa atau seorang pemilik toko yang memukul orang yang menyerangnya.

Perbedaan yang ketiga adalah antara perilaku agresi dan perasaan agresi. Misalnya, seperti rasa marah. Perilaku kita yang nampak belum berarti mencerminkan perasaan internal kita. Bisa saja, seseorang yang merasa sangat marah, tetapi tidak menampakkan usaha untuk melukai orang lain. Masyarakat tidak menyetujui sebagian besar bentuk perilaku agresif dan memang hal ini hanya bisa terjadi bila orang senangtiasa mengendalikan perasaan agresifnya.

Kita tidak dapat membiarkan seseorang memukul orang lain, merusak pintu, atau bertindak kasar. Masyarakat sangat mengekang perilaku semacam ini, sehingga sebagian besar orang, termasuk yang selalu marasa marah, jarang bertindak agresif.

Cara Mengendalikan Rasa Marah

Bagaimana cara mengendalikan dan mengatasi rasa marah? Pada umumnya pria cenderung lebih cepat marah dan agresif dibandingkan wanita. Sifat ini disebabkan oleh pengaruh hormon testoteron terhadap proses perkembangan otak bayi lelaki sejak masih dalam kandungan.

Penyebab lainnya yaitu faktor sosio-kultural. Beberapa kalangan masih menganggap kemarahan sebagai suatu hal yang negatif. Seseorang boleh saja mengekspresikan perasaan tegang dan tertekannya, kecuali marah. Akibatnya banyak yang tidak tahu bagaimana cara untuk mengungkapkan rasa marah secara tepat.

Cara ini tidak mudah dilakukan, yaitu mengekpresikan rasa marah secara terbuka tanpa melakukan tindakan agresif (menyerang). Perlu belajar memahami apa yang sebenarnya anda inginkan tanpa menyakiti orang lain.

Penelitian lainnya juga menemukan bahwa faktor keluarga turut memegang peranan. Orang menjadi mudah marah, biasanya berasal dari keluarga korban perceraian, sering bertikai, membentak dan tidak cukup memiliki komunikasi emosional.

Apakah anda pemarah?

Rasa marah berperan penting karena merupakan komponen yang mematikan dari sindroma kepribadian tipe A. Kepribadian tipe A memiliki ciri yang sangat berbeda dengan tipe kepribadian B. Berikut adalah ciri-ciri kepribadian tipe A:

1. Memiliki sifat selalu tergesa-gesa dalam menjalankan sesuatu
2. Berbicara dengan cepat dan seringkali memotong pembicaraan orang lain
3. Memiliki rasa bersaing tinggi bahkan dalam situasi non kompetitif
4. Cenderung ingin berprestasi dan selalu bersikap waspada
5. Mengambil sikap bermusuhan dan agresif

Jika ternyata kepribadian diatas cocok dengan anda, mulai saat ini anda sebaiknya untuk mengendalikan rasa marah anda. Berikut adalah tips untuk mengendalikan rasa marah:

Tetap berkepala dingin
Cara terbaik untuk mengatasi rasa marah adalah dengan mengetahui hal-hal yang memicunya dan mencegah agar faktor pemicu tersebut tidak sampai membuat seseorang kehilangan kontrol.

Bersikap rileks
Cara ini terlihat biasa, tetapi memiliki efek yang penting. Pada saat anda merasa ingin meledak, cobalah untuk menarik nafas dalam-dalam sebanyak dua atau tiga kali kemudian keluarkan secara perlahan-lahan. Ketika anda sedang menarik nafas dalam-dalam,ucapkan kata-kata “rileks” atau “tenang” secara perlahan.

Ubah cara berpikir
Dari pada anda memaki-maki dalam hati, “Huh, semuanya jadi kacau begini!” Cobalah untuk menggantinya dengan kalimat, “Kekacauan ini bukan akhir dari segalanya, kan? Percuma saja saya marah-marah, toh tidak akan menyelesaikan masalah.”

Komunikasi
Seorang yang biasanya marah, akan cepat sekali mengambil kesimpulan dan seringkali keliru. Jadi, langkah pertama yang perlu dilakukan dalam suasana memanas, cobalah tenangkan diri anda dan berpikir jernih. Pada saat yang bersamaan cobalah untuk mendengarkan apa yang dikatakan oleh lawan bicara anda dan pikirkan baik-baik sebelum menjawabnya.

Bercanda dan bercerita lucu
Mungkin anda kadang-kadang merasa jenuh atau kesepian selagi di tempat kerja. Bila hal ini terjadi, cobalah untuk bercanda dengan teman sebelah anda atau di depan anda. Becanda dan saling bertukar cerita lucu mampu meredakan ketegangan. Jika tidak memungkinkan, silahkan baca atau lihat gambar-gambar lucu dari buku maupun internet.

Kesejahteraan Karir = Kesejahteraan Hidup

Kesejahteraan Karir?

Pernahkah Anda mendengar tentang kesejahteraan karir? Dalam buku Well Being: The Five Essential Elements, secara sederhana kesejahteraan karir dijabarkan sebagai bagaimana Anda menggunakan waktu Anda sehari-hari untuk melakukan hal-hal yang Anda kerjakan (karir). Gampangnya adalah semakin Anda suka melakukan apa yang Anda kerjakan sehari-hari, semakin tinggi kesejahteraan karir Anda.

Selain kesejahteraan karir, ada kesejahteraan sosial, finansial, fisik, dan komunitas di mana kelima jenis kesejahteraan tersebut adalah elemen-elemen yang membentuk kesejahteraan hidup secara total. Menariknya, kesejahteraan karir merupakan kesejahteraan yang paling menentukan kesejahteraan hidup seseorang dibandingkan dengan keempat jenis kesejahteraan lainnya. Hal ini karena setiap hari sebagian besar waktu kita dihabiskan untuk bekerja dalam karir masing-masing. Dan tentu saja, karir juga menjadi identitas kita ketika kita bertemu dengan orang lain bukan?

Hal yang lebih mengejutkan lagi tentang kesejahteraan karir termuat dalam penelitian yang dipublikasikan oleh The Economic Journal tahun 2008. Penelitian dalam jurnal tersebut menunjukkan bahwa kesejahteraan hidup kita lebih sulit kembali ke keadaan semula ketika kita kehilangan pekerjaan dalam waktu lama (lebih dari satu tahun) dibandingkan dengan ketika pasangan kita meninggal.

Karir yang Membawa Kebahagiaan

Kesejahteraan karir begitu pentingnya membawa kita menuju kesejahteraan hidup, membawa kebahagiaan dalam hidup kita. Hampir semua budaya mengaitkan pekerjaan dengan uang dan ketidakbahagiaan, padahal yang disebut pekerjaan tidak harus selalu berkaitan dengan uang dan malah seharusnya membahagiakan.

Melakukan sesuatu yang menggunakan kekuatan kita setiap hari akan membuat kita lebih bermakna daripada melakukan hal yang kita tidak kuasai. Menemukan diri kita bekerja karena memang pekerjaan tersebut bisa kita lakukan dan sesuai dengan minat serta tujuan kita diciptakan merupakan hal yang harus disyukuri karena tidak semua orang dapat melakukannya.

Jika setiap awal minggu Anda masih mengatakan “saya benci hari Senin”, itu adalah salah satu indikator bahwa karir Anda belum pas dengan Anda. Hal tersebut dapat membawa petaka dalam kesejahteraan hidup, mengingat kesejahteraan karir adalah kesejahteraan yang memiliki porsi signifikan dalam kesejahteraan hidup total kita.

Nah, lalu bagaimana caranya supaya kita dapat menemukan karir yang pas dan membuat kita bahagia? Ada dua saran yang dapat Anda coba:
1. Temukan kekuatan unik Anda dengan mengikuti tes minat bakat atau tes kekuatan diri semacam Brief Strength Test
2. Temukan tujuan Anda (dan tujuan Anda diciptakan) dengan menghubungkan titik-titik kehidupan.
Setelah melakukan kedua hal tersebut, coba lihat pilihan karir yang dapat Anda ambil sesuai dengan kekuatan dan tujuan Anda. (Catatan: potensial menjadi manager bukan kekuatan unik, menjadi direktur bukan tujuan.)

Sudah siap untuk bahagia dengan karir Anda dan mencapai kesejahteraan hidup?

Sunday 23 October 2011

KODE ETIK KONSELOR INDONESIA 2

BAB I

PENDAHULUAN

Dasar/Landasan
Landasan Kode Etik Konselor adalah (a) Pancasila, mengingat bahwa profesi konseling merupakan usaha layanan terhadap sesama manusia dalam rangka ikut membina warga negara yang bertanggung jawab. (b) tuntutan profesi, mengacu kepada kebutuhan dan kebahagiaan klien sesuai dengan norma-normayang berlaku.

BAB II

KUALIFIKASI DAN KEGIATAN PROFESIONAL KONSELOR

A. Kualifikasi
Konselor harus memiliki (1) nilai, sikap, ketrampilan dan pengetahuan dalam bidang profesi konseling, dan (2) pengakuan atas kewenangannya sebagai konselor.

B. Kegiatan Profesional Konselor
1. Nilai, sikap, ketrampilan dan pengetahuan
a. Agar dapat memahami orang lain dengan sebaik-baiknya, konselor harus terus menerus berusaha menguasai dirinya. Ia harus mengerti kekurangan-kekurangan dan prasangka-prasangka pada dirinya sendiri yang dapat mempengaruhi hubungannya dengan orang lain dan mengakibatkan rendahnya mutu layanan profesional seerta merugikan klien.
b. Dalam melakukan tugasnya membantu klien, konselor harus memperlihatkan sifat-sifat sederhana, rendah hati, sabar, menepati janji, dapat dipercayajujur, tertib, dan hormat.
c. Konselor harus memiliki rasa tanggung jawab terhadap saran ataupun peringatan yang diberikan kepadanya, khususnya dari rekan-rekan seprofesi dalam hubungannya dengan pelaksanaan ketentuan-ketentuan tingkah laku profesional sebagaimana diatur dalam Kode Etik ini.
d. Dalam menjalankan tugas-tugasnya, konselor harus mengusahakan mutu kerja yang setinggi mungkin. Untuk itu ia harus tampil menggunakan teknik-teknik dan prosedur-prosedur khusus yang dikembangkan atas dasar kaidah-kaidah ilmiah.

2. Pengakuan kewenangan
Untuk dapat bekerja sebagai konselor, diperlukan pengakuan, keahlian, kewenangan oleh organisasi profesi atas dasar wewenang yang diberikan kepadanya oleh pemerintah.

3. Kegiatan Profesional
a. Penyimpanan dan penggunaan informasi
Catatan tentang diri klien yang meliputi data hasil wawancara, testing, surat-menyurat, perekaman, dan data lain, semua merupakan informasi yang bersifat rahasia dan hanya boleh digunakan untuk kepentingan klien. Penggunaan data/informasi untuk keperluan riset atau pendidikan calon konselor dimungkinkan sepanjang identitas dirahasiakan. Penyampaian informasi mengenai klien kepada keluarga atau kepada anggota profesi lain, membutuhkan perseetujuan klien atau yang lain dapat dibenarkan asalkan untuk kepentingan klien dan tidak merugikan klien.
b. Keterangan mengenai mengenai bahan profesional hanya boleh diberikan kepada orang yang berwenang menafsirkan dan menggunakannya.
c. Kewajiban konselor untuk menangani klien berlangsung selama ada kesempatan antara klien dengan konselor. Kewajiban berakhir jika hubungan konseling berakhir, klien mengakhiri hubungan kerja atau konselor tidak lagi bertugas sebagai konselor.

4. Testing
a. Suatu jenis tes hanya diberikan oleh petugas yang berwenang menggunakan dan menafsirkan hasilnya. Konselor harus selalu memeriksa dirinya apakah ia mempunyai wewenang yang dimaksud.
b. Testing diperlukan bila dibutuhkan data tentang sifat atau ciri kepribadian yang menuntut adanya perbandingan dengan ssampel yang lebih luas, misalnya taraf intelegensia, minat, bakat khusus, dan kecenderungan dalam pribadi seseorang.
c. Data yang diperlukan dari hasil testing itu harus diintegrasikan dengan informasi lain yang telah diperoleh dari klien sendiri atau dari sumber lain.
d. Data hasil testing harus diperlakukan setaraf data dan informasi lain tentang klien.
e. Konselor harus memberikan orientasi yang tepat kepada klien mengenai alasan digunakannya tes dan apa hubungannya dengan masalahnya. Hasilnya harus disampaikan dengan klien dengan disertai penjelasan tentang arti dan kegunaannya.
f. Hasil testing hanya dapat diberitahukan kepada pihak lain sejauh pihak lain yang diberitahu itu ada hubungannya dengan usaha bantuan kepada klien dan tidak merugikan klien.
g. Pemberian suatu jenis tes harus mengikuti pedoman atau petunjuk yang berlaku bagi tes yang berlakukan.

5. Riset
a. Dalam melakukan riset, di mana tersangkut manusia dengan masalahnya sebagai subyek, harus dihindari hal-hal yang dapat merugikan subyek yang bersangkutan.
b. Dalam melakukan hasil riset di mana tersangkut klien sebagai subyek, harus dijaga agar identitas subyek dirahasiakan.

6. Layanan Individual : Hubungan dengan Klien
a. Konselor harus menghormati harkat pribadi, integritas dan keyakinan klien.
b. Konselor harus menempatkan kliennya di atas kepentingan pribadinya. Demikianpun dia tidak boleh memberikan layanan bantuan di luar bidang pendidikan, pengalaman, dan kemampuan yang dimilikinya.
c. Dalam menjalankan tugasnya, konselor tidak mengadakan pembedaan atas dasar suku, bangsa, warna kulit, kepercayaan atau status sosial ekonomi.
d. Konselor tidak akan memaksa untuk memberikan bantuan kepada seseorang dan tidak boleh mencampuri urusan pribadi orang lain tanpa izin dari orang yang bersangkutan.
e. Konselor boleh memilih siapa yang akan diberi bantuan, akan tetapi dia harus memperhatikan setiap setiap permintaan bantuan, lebih-lebih dalam keadaan darurat atau apabila banya orang yang menghendaki.
f. Kalau konselor sudah turun tangan membantu seseorang, maka dia tidak akan melalaikan klien tersebut, walinya atau orang yang bertanggung jawab padanya.
g. Konselor harus menjelaskan kepada klien sifat hubungan yang sedang dibina dan batas-batas tanggung jawab masing-masing, khususnya sejauhmana dia memikul tanggung jawab terhadap klien.
h. Hubungan konselor mengandung kesetiaan ganda kepada klien, masyarakat, atasan, dan rekan-rekan sejawat. Apabila timbul masalah dalam soal kesetiaan ini, maka harus diperhatikan kepentingan pihak-pihak yang terlibat dan juga tuntutan profesinya sebagai konselor. Dalam hal ini terutama sekali harus diperhatikan ialah kepentingan klien.
i. Apabila timbul masalah antara kesetiaan kepada klien dan lembaga tempat konselor bekerja, maka konselor harus menyampaikan situasinya kepada klien dan atasannya. Dalam hal ini klien harus diminta untuk mengambil keputusan apakah dia ingin meneruskan hubungan konseling dengannya.
j. Konselor tidak akan memberikan bantuan profesional kepada sanak keluarga, teman-teman karibnya, sehingga hubungan profesional dengan orang-orang tersebut mungkin dapat terancam oleh kaburnya peranan masing-masing.
k. Klien sepenuhnya berhak untuk mengakhiri hubungan dengan konselor, meskipun proses konseling belum mencapai suatu hasil yang kongkrit. Sebaliknya konselor tidak akan melanjutkan hubungan dengan klien apabila klien tidak memperoleh manfaat dari hubungan itu.

7. Konsultasi dan Hubungan dengan Rekan atau Ahli Lainnya.
a. Dalam rangka pemberian layanan kepada klien, kalau konselor merasa ragu-ragu tentang suatu hal, maka ia harus berkonsultasi dengan rekan-rekan selingkungan profesi. Akan tetapi, untuk itu ia harus mendapat izin terlebih dahulu dari kliennya.
b. Konselor harus mengakhiri hubungan konseling dengan seorang klien bila pada akhirnya dia menyadari tidak dapat memberikan pertolongan kepda klien tersebut, baik karena kurangnya kemampuan/keahlian maupun keterbatasn pribadinya. Dalam hal ini konselor akan mengizinkan klien untuk berkonsultasi dengan petugas atau badan lain yang lebih ahli, atau ia akan mengirimkan kepada orang atau badan ahli tersebut, tetapi harus atas dasar persetujuan klien.
c. Bila pengiriman disetujui klien, maka akan menjadi tanggung jawab konselor untuk menyarankan kepada klien, orang atau badan yang mempunyai keahlian tersebut.
d. Bila konselor berpendapat klien perlu dikirim ke ahli lain, akan tetapi klien menolak kepada ahli yang disarankan oleh konselor, maka konselor mempertimbangkan apa baik buruknya kalau hubungan maru diteruskan lagi.


BAB III

HUBUNGAN KELEMBAGAAN
DAN HAK SERTAKEWAJIBAN KONSELOR

1. Jikalau konselor bertindak sebagai konsultan pada suatu keluarga, maka harus ada pengertian dan kesepakatan yang jelas antara dia dengan pihak lembaga dan dengan klien yang menghubungi konselor di tempat lembaga itu. Sebagai seorang konsultan, konselor tetap mengikuti dasar-dasar pokok profesi dan tidak bekerja atas dasar komersial.
2. Prinsip-prinsip yang berlaku dalam layanan individual, khususnya tentang penyimpangan serta penyebaran informasi tentang klien dan hubungan konfidensial antara konselor dengan kien, berlaku juga bila konselor bekerja dalam hubungan kelembagaan.
3. Setiap konselor yang bekerja dalam hubungan kelembagaan turut bertanggung jawab terhadap pelaksanaan peraturan kerjasama dengan pihak atasan atau bawahannya, terutama dalam rangka layanan konseling dengan menjaga rahasia pribadi yang dipercayakan kepadanya.
4. Peraturan-peraturan kelembagaan yang diikuti oleh semua petugas dalam lembaga harus dianggap mencerminkan kebijaksanaan lembaga itu dan bukan pertimbangan pribadi. Konselor harus mempertanggungjawabkan pekerjaannya kepada atasannya. Sebaliknya dia berhak pula mendapat perlindungan dari lembaga itu dalam menjalankan profesinya.
5. Setiap konselor yang menjadi staf sutau lembaga harus mengetahui tentang program-program yang berorientasi pada kegiatan-kegiatan dari lembaga itu dari pihak lain. Pekerjaan konselor harus dianggap sebagai sumbangan khas dalam mencapai tujuan lembaga tersebut.
6. Jika dalam rangka pekerjaan dalam suatu lembaga, konselor tidak cocok dengan ketentuan-ketentuan atau kebijaksanaan-kebijaksanaan yang berlaku di lembaga tersebut, maka dia harus mengundurkan diri dari lembaga tersebut.
7. Konselor yang tidak bekerja dalam hubungan kelembagaan diharapkan mentaati kode etik jalannya sebagai konselor dan berhak untuk mendapat dukungan serta perlindungan dari rekan-rekan seprofesi.
8. Kalau konselor merasa perlu untuk melaporkan sesuatu hal tentang klien kepada pihak lain (misalnya pimpinan badan tempat ia bekerja), atau kalau ia diminta keterangan tentang klien oleh petugas suatu badan di luar profesinya, dan ia harus juga memberikan informasi itu, maka dalam memberikan informasi tersebut harus sebijaksana mungkin dengan berpedoman pada pegangan bahwa dengan berbuat begitu klien tetap dilindungi dan tidak dirugikan.
9. Konselor tidak dibenarkan menyalahgunakan jabatannya untuk maksud mencari keuntungan pribadi atau maksud-maksud lain yang dapat merugikan klien, atau menerima komisi atau balas jasa dalam bentuk yang kurang wajar.
10. Konselor harus selalu mengkaji tingkah laku dan perbuatannya apakah tidak melanggar kode etik ini.


ABKIN

KODE ETIK KONSELOR INDONESIA

BAB I

PENDAHULUAN

Dasar/Landasan
Landasan Kode Etik Konselor adalah (a) Pancasila, mengingat bahwa profesi konseling merupakan usaha layanan terhadap sesama manusia dalam rangka ikut membina warga negara yang bertanggung jawab. (b) tuntutan profesi, mengacu kepada kebutuhan dan kebahagiaan klien sesuai dengan norma-norma yang berlaku.

BAB II

KUALIFIKASI DAN KEGIATAN PROFESIONAL KONSELOR

A. Kualifikasi
Konselor harus memiliki (1) nilai, sikap, ketrampilan dan pengetahuan dalam bidang profesi konseling, dan (2) pengakuan atas kewenangannya sebagai konselor.

B. Kegiatan Profesional Konselor
1. Nilai, sikap, ketrampilan dan pengetahuan
a. Agar dapat memahami orang lain dengan sebaik-baiknya, konselor harus terus menerus berusaha menguasai dirinya. Ia harus mengerti kekurangan-kekurangan dan prasangka-prasangka pada dirinya sendiri yang dapat mempengaruhi hubungannya dengan orang lain dan mengakibatkan rendahnya mutu layanan profesional seerta merugikan klien.
b. Dalam melakukan tugasnya membantu klien, konselor harus memperlihatkan sifat-sifat sederhana, rendah hati, sabar, menepati janji, dapat dipercayajujur, tertib, dan hormat.
c. Konselor harus memiliki rasa tanggung jawab terhadap saran ataupun peringatan yang diberikan kepadanya, khususnya dari rekan-rekan seprofesi dalam hubungannya dengan pelaksanaan ketentuan-ketentuan tingkah laku profesional sebagaimana diatur dalam Kode Etik ini.
d. Dalam menjalankan tugas-tugasnya, konselor harus mengusahakan mutu kerja yang setinggi mungkin. Untuk itu ia harus tampil menggunakan teknik-teknik dan prosedur-prosedur khusus yang dikembangkan atas dasar kaidah-kaidah ilmiah.

2. Pengakuan kewenangan
Untuk dapat bekerja sebagai konselor, diperlukan pengakuan, keahlian, kewenangan oleh organisasi profesi atas dasar wewenang yang diberikan kepadanya oleh pemerintah.

3. Kegiatan Profesional
a. Penyimpanan dan penggunaan informasi
Catatan tentang diri klien yang meliputi data hasil wawancara, testing, surat-menyurat, perekaman, dan data lain, semua merupakan informasi yang bersifat rahasia dan hanya boleh digunakan untuk kepentingan klien. Penggunaan data/informasi untuk keperluan riset atau pendidikan calon konselor dimungkinkan sepanjang identitas dirahasiakan. Penyampaian informasi mengenai klien kepada keluarga atau kepada anggota profesi lain, membutuhkan perseetujuan klien atau yang lain dapat dibenarkan asalkan untuk kepentingan klien dan tidak merugikan klien.
b. Keterangan mengenai mengenai bahan profesional hanya boleh diberikan kepada orang yang berwenang menafsirkan dan menggunakannya.
c. Kewajiban konselor untuk menangani klien berlangsung selama ada kesempatan antara klien dengan konselor. Kewajiban berakhir jika hubungan konseling berakhir, klien mengakhiri hubungan kerja atau konselor tidak lagi bertugas sebagai konselor.

4. Testing
a. Suatu jenis tes hanya diberikan oleh petugas yang berwenang menggunakan dan menafsirkan hasilnya. Konselor harus selalu memeriksa dirinya apakah ia mempunyai wewenang yang dimaksud.
b. Testing diperlukan bila dibutuhkan data tentang sifat atau ciri kepribadian yang menuntut adanya perbandingan dengan ssampel yang lebih luas, misalnya taraf intelegensia, minat, bakat khusus, dan kecenderungan dalam pribadi seseorang.
c. Data yang diperlukan dari hasil testing itu harus diintegrasikan dengan informasi lain yang telah diperoleh dari klien sendiri atau dari sumber lain.
d. Data hasil testing harus diperlakukan setaraf data dan informasi lain tentang klien.
e. Konselor harus memberikan orientasi yang tepat kepada klien mengenai alasan digunakannya tes dan apa hubungannya dengan masalahnya. Hasilnya harus disampaikan dengan klien dengan disertai penjelasan tentang arti dan kegunaannya.
f. Hasil testing hanya dapat diberitahukan kepada pihak lain sejauh pihak lain yang diberitahu itu ada hubungannya dengan usaha bantuan kepada klien dan tidak merugikan klien.
g. Pemberian suatu jenis tes harus mengikuti pedoman atau petunjuk yang berlaku bagi tes yang berlakukan.

5. Riset
a. Dalam melakukan riset, di mana tersangkut manusia dengan masalahnya sebagai subyek, harus dihindari hal-hal yang dapat merugikan subyek yang bersangkutan.
b. Dalam melakukan hasil riset di mana tersangkut klien sebagai subyek, harus dijaga agar identitas subyek dirahasiakan.

6. Layanan Individual : Hubungan dengan Klien
a. Konselor harus menghormati harkat pribadi, integritas dan keyakinan klien.
b. Konselor harus menempatkan kliennya di atas kepentingan pribadinya. Demikianpun dia tidak boleh memberikan layanan bantuan di luar bidang pendidikan, pengalaman, dan kemampuan yang dimilikinya.
c. Dalam menjalankan tugasnya, konselor tidak mengadakan pembedaan atas dasar suku, bangsa, warna kulit, kepercayaan atau status sosial ekonomi.
d. Konselor tidak akan memaksa untuk memberikan bantuan kepada seseorang dan tidak boleh mencampuri urusan pribadi orang lain tanpa izin dari orang yang bersangkutan.
e. Konselor boleh memilih siapa yang akan diberi bantuan, akan tetapi dia harus memperhatikan setiap setiap permintaan bantuan, lebih-lebih dalam keadaan darurat atau apabila banya orang yang menghendaki.
f. Kalau konselor sudah turun tangan membantu seseorang, maka dia tidak akan melalaikan klien tersebut, walinya atau orang yang bertanggung jawab padanya.
g. Konselor harus menjelaskan kepada klien sifat hubungan yang sedang dibina dan batas-batas tanggung jawab masing-masing, khususnya sejauhmana dia memikul tanggung jawab terhadap klien.
h. Hubungan konselor mengandung kesetiaan ganda kepada klien, masyarakat, atasan, dan rekan-rekan sejawat. Apabila timbul masalah dalam soal kesetiaan ini, maka harus diperhatikan kepentingan pihak-pihak yang terlibat dan juga tuntutan profesinya sebagai konselor. Dalam hal ini terutama sekali harus diperhatikan ialah kepentingan klien.
i. Apabila timbul masalah antara kesetiaan kepada klien dan lembaga tempat konselor bekerja, maka konselor harus menyampaikan situasinya kepada klien dan atasannya. Dalam hal ini klien harus diminta untuk mengambil keputusan apakah dia ingin meneruskan hubungan konseling dengannya.
j. Konselor tidak akan memberikan bantuan profesional kepada sanak keluarga, teman-teman karibnya, sehingga hubungan profesional dengan orang-orang tersebut mungkin dapat terancam oleh kaburnya peranan masing-masing.
k. Klien sepenuhnya berhak untuk mengakhiri hubungan dengan konselor, meskipun proses konseling belum mencapai suatu hasil yang kongkrit. Sebaliknya konselor tidak akan melanjutkan hubungan dengan klien apabila klien tidak memperoleh manfaat dari hubungan itu.

7. Konsultasi dan Hubungan dengan Rekan atau Ahli Lainnya.
a. Dalam rangka pemberian layanan kepada klien, kalau konselor merasa ragu-ragu tentang suatu hal, maka ia harus berkonsultasi dengan rekan-rekan selingkungan profesi. Akan tetapi, untuk itu ia harus mendapat izin terlebih dahulu dari kliennya.
b. Konselor harus mengakhiri hubungan konseling dengan seorang klien bila pada akhirnya dia menyadari tidak dapat memberikan pertolongan kepda klien tersebut, baik karena kurangnya kemampuan/keahlian maupun keterbatasn pribadinya. Dalam hal ini konselor akan mengizinkan klien untuk berkonsultasi dengan petugas atau badan lain yang lebih ahli, atau ia akan mengirimkan kepada orang atau badan ahli tersebut, tetapi harus atas dasar persetujuan klien.
c. Bila pengiriman disetujui klien, maka akan menjadi tanggung jawab konselor untuk menyarankan kepada klien, orang atau badan yang mempunyai keahlian tersebut.
d. Bila konselor berpendapat klien perlu dikirim ke ahli lain, akan tetapi klien menolak kepada ahli yang disarankan oleh konselor, maka konselor mempertimbangkan apa baik buruknya kalau hubungan maru diteruskan lagi.

PERAN PEREMPUAN DALAM KELUARGA ISLAMI

Tinjuan Psikologis

Wanita itu ibarat sekolah, jika kalian mendidiknya dengan baik berarti kalian sedang mempersiapkan sebuah bangsa dengan baik (Al hadist)

Wanita itu dengan tangan kirinya menggoyang buaian, tangan kanannya menggoyang dunia

Wanita adalah tiang negara. Apabila kaum wanita yang ada itu baik, maka baiklah negara itu. Dan apabila kaum wanita yang ada rusak maka rusaklah negara
(ahlul Hikmah)

Surga itu ada dibawah telapak kaki kaum ibu (Al hadist)

Pengantar

Keluarga merupakan lembaga sosial yang paling awal dikenal dan dekat dengan anak, maka peranannya dalam pendidikan dan proses pembentukan pribadi tampak dominan. Tumbuh dan berkembangnya aspek manusia baik fisik, psikis atau mental, sosial dan spiritual, yang akan menentukan bagi keberhasilan bagi kehidupannya, sangat ditentukan oleh lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga yang kondusif sangat menentukan optimalisasi perkembangan pribadi, moral, kemampuan bersosialisasi, penyesuaian diri, kecerdasan, kreativitas juga peningkatan kapasitas diri menuju batas-batas kebaikan dan kesempurnaan dalam ukuran kemanusiaan. Pada dasarnya manusia itu mempunyai potensi yang positif untuk berkembang tetapi apakah potensi itu akan teraktualisasikan atau tidak sangat ditentukan oleh pendidikan dalam keluarga, seperti yang dituntunkan Rasulullah saw. bahwa:
” Setiap bayi lahir dalam keadaan fitrah (bertauhid). Ibu bapaknyalah yang menjadikan Yahudi, Nasrani atau Majusi.”
Dalam menghadapi dampak negatif dari perkembangan teknologi yang semakin canggih, para pendidik khususnya orang tua dihadapkan tantangan yang amat berat, hal ini perlu disadari. Sebagai orang tua juga pendidik, kita telah diingatkan oleh Allah SWT akan adanya anak turun yang akan menjadi musuh-musuh bagi orangtuanya sendiri. Seperti yang difirmankan Allah SWT

===== Disampaikan pada Seminar Setengah Hari “ Peran Perempuan Dalam membangun Keluarga Dengan Nilai-nilai yang Islami” diselenggarakan oleh Wanita Islam bekerjasama dengan Forum Pengajian Ibu-ibu Al Kautsar Daerah Istimewa Yogyakarta, tg 1 Juni 2002
dalam At-Thagaabun: 14
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereke; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Mendidik anak merupakan tugas yang mulia yang diamatkan Allah SWT pada orangtua agar anak-anaknya tidak terjerumus dalam lembah kesesatan, seperti yang difirmankan Allah SWT dalam QS At-Tahrim: 6:
“Hai orang-orang yang beriman jagalah dirimu dan ahlimu dari siksa api neraka

PERAN DAN TUGAS PEREMPUAN DALAM KELUARGA
Wanita (seorang ibu) itu adalah mengurus di dalam rumah suaminya dan mendidik putra-putrinya (Al Hadist Syarif)

Peran dan tugas perempuan dalam keluarga secara garis besar dibagi menjadi peran wanita sebagai ibu, ibu sebagai istri, dan anggota masyarakat. Dalam kesempatan kali ini pembicaraan lebih ditekankan pada tugas perempuan dalam membina kesehatan mental bagi dirinya, keluarganya maupun masyarakatnya. Agar dapat melakukan peran atau tugasnya dengan baik, maka perlu dihayati benar mengenai sasaran dan tujuan dari peran itu.
Di samping itu, perempuan harus menguasai cara atau teknik memainkan peran atau melaksanakan tugasnya, disesuaikan dengan setiap situasi yang dihadapinya. Sebagai ibu, pendidik anak-anak perempuan harus mengetahui porsi yang tepat dalam memberikan kebutuhan-kebutuhan anaknya, yang disesuaikan dengan tahap perkembangannya. Sikap maupun perilakunya harus dapat dijadikan contoh bagi anak-anaknya. Sebagai seorang istri, wanita harus menumbuhkan suasana yang harmonis, tampil bersih, memikat dan mampu mendorong suami untuk hal-hal yang positif. Sebagai anggota masyarakat, wanita diharapkan peran sertanya dalam masyarakat.
Keberhasilan melakukan peran di atas, tentunya bukan merupakan hal yang mudah, yang penting adalah kemauan dan usaha untuk selalu belajar.

PERAN PEREMPUAN SEBAGAI IBU

Keluarga merupakan suatu lembaga sosial yang paling besar perannya bagi kesejahteraan sosial dan kelestarian anggota-anggotanya terutama anak-anaknya. Keluarga merupakan lingkungan sosial yang terpenting bagi perkembangan dan pembentukan pribadi anak. Keluarga merupakan wadah tempat bimbingan dan latihan anak sejak kehidupan mereka yang sangat musa. Dan diharapkan dari keluargalah seseorang dapat menempuh kehidupannya dengan masak dan dewasa.
Berbicara mengenai pendidikan anak, maka yang paling besar pengaruhnya adalah ibu. Ditangan ibu keberhasilan pendidikan anak-anaknya walaupun tentunya keikut-sertaan bapak tidak dapat diabaikan begitu saja. Ibu memainkan peran yang penting di dalam mendidik anak-anaknya, terutama pada masa balita. Pendidikan di sini tidak hanya dalam pengertian yang sempit. Pendidikan dalam keluarga dapat berarti luas, yaitu pendidikan iman, moral, fisik/jasmani, intelektual, psikologis, sosial, dan pendidikan seksual.
Peranan ibu di dalam mendidik anaknya dibedakan menjadi tiga tugas penting, yaitu ibu sebagai pemuas kebutuhan anak; ibu sebagai teladan ataau “model” peniruan anak dan ibu sebagai pemberi stimulasi bagi perkembangan anak.
1. Ibu sebagai sumber pemenuhan kebutuhan anak
Fungsi ibu sebagai pemuas kebutuhan ini sangat besar artinya bagi anak, terutama pada saat anak di dalam ketergantungan total terhadap ibunya, yang akan tetap berlangsung sampai periode anak sekolah, bahkan sampai menjelang dewasa. Ibu perlu menyediakan waktu bukan saja untuk selalu bersama tetapi untuk selalu berinteraksi maupun berkomunikasi secara terbuka dengan anaknya.
Pada dasarnya kebutuhan seseorang meliputi kebutuhan fisik, psikis, sosial dan spiritual. Kebutuhan fisik merupakan kebutuhan makan, minum, pakaian, tempat tinggal, dan lain sebagainya. Kebutuhan psikis meliputi kebutuhan akan kasih sayang, rasa aman, diterima dan dihargai. Sedang kebutuhan sosial akan diperoleh anak dari kelompok di luar lingkungan keluarganya. Dalam pemenuhan kebutuhan ini, ibu hendaknya memberi kesempatan bagi anak untuk bersosialisasi dengan teman sebayanya. Kebutuhan spiritual, adalah pendidikan yang menjadikan anak mengerti kewajiban kepada Allah, kepada Rasul-Nya, orang tuanya dan sesama saudaranya. Dalam pendidikan spiritual, juga mencakup mendidik anak berakhlak mulia, mengerti agama, bergaul dengan teman-temannya dan menyayangi sesama saudaranya, menjadi tanggung jawab ayah dan ibu. Karena memberikan pelajaran agama sejak dini merupakan kewajiban orang tua kepada anaknya dan merupakan hak untuk anak atas orang tuanya, maka jika orang tuanya tidak menjalankan kewajiban ini berarti menyia-nyiakan hak anak.
Hadits riwayat Bukhari dan Muslim:
Rasulullah saw Bersabda: “Setiap bayi lahir dalam keadaan fitrah (bertauhid). Ibu bapaknyalah yang menjadikan Yahudi, Nasrani atau Majusi.”
Seorang ibu harus memberikan atau memuaskan kebutuhan anak secara wajar, tidak berlebihan maupun tidak kurang. Pemenuhan kebutuhan anak secara berlebihan atau kurang akan menimbulkan pribadi yang kurang sehat di kemudian hari.
Dalam memenuhi kebutuhan psikis anak, seorang ibu harus mampu menciptakan situasi yang aman bagi putra-putrinya. Ibu diharapkan dapat membantu anak apabila mereka menemui kesulitan-kesulitan. Perasaan aman anak yang diperoleh dari rumah akan dibawa keluar rumah, artinya anak akan tidak mudah cemas dalam menghadapi masalah-masalah yang timbul.
Seorang ibu harus mampu menciptakan hubungan atau ikatan emosional dengan anaknya. Kasih sayang yang diberikan ibu terhadap anaknya akan menimbulkan berbagai perasaan yang dapat menunjang kehidupannya dengan orang lain. Cinta kasih yang diberikan ibu pada anak akan mendasari bagaimana sikap anak terhadap orang lain. Seorang ibu yang tidak mampu memberikan cinta kasih pada anak-anaknya akan menimbulkan perasaan ditolak, perasaan ditolak ini akan berkembang menjadi perasaan dimusuhi. Anak dalam perkembangannya akan menganggap bahwa orang lainpun seperti ibu atau orang tuanya. Sehingga tanggapan anak terhadap orang lain juga akan bersifat memusuhi, menentang atau agresi.
Seorang ibu yang mau mendengarkan apa yang dikemukakan anaknya, menerima pendapatnya dan mampu menciptakan komunikasi secara terbuka dengan anak, dapat mengembangkan perasaan dihargai, diterima dan diakui keberadaanya. Untuk selanjutnya anak akan mengenal apa arti hubungan di antara mereka dan akan mewarnai hubungan anak dengan lingkungannya. Anak akan tahu bagaimanacara menghargai orang lain, tenggang rasa dan komunikasi, sehingga dalam kehidupan dewasanya dia tidak akan mengalami kesulitan dalam bergaul dengan orang lain.
2. Ibu sebagai teladan atau model bagi anaknya.
Dalam mendidik anak seorang ibu harus mampu menjadi teladan bagi anak-anaknya. Mengingat bahwa perilaku orangtua khususnya ibu akan ditiru yang kemudian akan dijadikan panduan dalam perlaku anak, maka ibu harus mampu menjadi teladan bagi anak-anaknya. Seperti yang difirmankan Allah dalam:
Surat Al-Furqaan ayat 74:
“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi golongan orang-orang yang bertaqwa.”
Kalau kita perhatikan naluri orang tua seperti yang Allah firmankan dalam Al Qur’an ini, maka kita harus sadar bahwa orang tua senantiasa dituntut untuk menjadi teladan yang baik di hadapan anaknya.
Sejak anak lahir dari rahim seorang ibu, maka ibulah yang banyak mewarnai dan mempengaruhi perkembangan pribadi, perilaku dan akhlaq anak. Untuk membentuk perilakua anak yang baik tidak hanya melalui bil lisan tetapi juga dengan bil hal yaitu mendidik anak lewat tingkah laku. Sejak anak lahir ia akan selalu melihat dan mengamati gerak gerik atau tingkah laku ibunya. Dari tingkah laku ibunya itulah anak akan senantiasa melihat dan meniru yang kemudian diambil, dimiliki dan diterapkan dalam kehiduapnnya. Dalam perkembangan anak proses identifikasi sudah mulai timbul berusia 3 – 5 tahun. Pada saat ini anak cenderung menjadikan ibu yang merupakan orang yang dapat memenuhi segala kebutuhannya maupun orang yang paling dekat dengan dirinya, sebagai “model” atau teladan bagi sikap maupun perilakunya. Anak akan mengambil, kemudian memiliki nilai-nilai, sikap maupun perilaku ibu. Dari sini jelas bahwa perkembangan kepribadian anak bermula dari keluarga, dengan cara anak mengambil nilai-nilai yang ditanamkan orang tua baik secara sadar maupun tidak sadar. Dalam hal ini hendaknya orang tua harus dapat menjadi contoh yang positif bagi anak-anaknya. Anak akan mengambil nilai-nilai, sikap maupun perilaku orang tua, tidak hanya apa yang secara sadar diberika pada anaknya misal melalui nasehat-nasehat, tetapi juga dari perilaku orang tua yang tidak disadari. Sering kita lihat banyak orang tua yang menasehati anaknya tetapi mereka sendiri tidak melakukannya. Hal ini akan mengakibatkan anak tidak sepenuhnya mengambil nilai, norma yang ditanamkan. Jadi, untuk melakukan peran sebagai model, maka ibu sendiri harus sudah memiliki nilai-nilai itu sebagai milik pribadinya yang tercermin dalam sikap dan perilakunya. Hal ini penting artinya bagi proses belajar anak-anak dalam usaha untuk menyerap apa yang ditanamkan.

3. Ibu sebagi pemberi stimuli bagi perkembangan anaknya
Perlu diketahui bahwa pada waktu kelahirannya, pertumbuhan berbagai organ belum sepenuhnya lengkap. Perkembangan dari organ-organ ini sangat ditentukan oleh rangsang yang diterima anak dari ibunya. Rangsangan yang diberikan oleh ibu, akan memperkaya pengalaman dan mempunyai pengaruh yang besar bagi perkembangan kognitif anak. Bila pada bulan-bulan pertama anak kurang mendapatkan stimulasi visual maka perhatian terhadap lingkungan sekitar kurang. Stimulasi verbal dari ibu akan sangat memperkaya kemampuan bahasa anak. Kesediaan ibu untuk berbicara dengan anaknya akan mengembangkan proses bicara anak. Jadi perkembangan mental anak akan sangat ditentukan oleh seberapa rangsang yang diberikan ibu terhadap anaknya. Rangsangan dapat berupa cerita-cerita, macam-macam alat permainan yang edukatif maupun kesempatan untuk rekreasi yang dapat memperkaya pengalamannya.
Dari apa yang dikemukakan di atas jelaslah bahwa kunci keberhasilan seorang anak di kehidupannya sangat bergantung pada ibu. Sikap ibu yang penuh kasih sayang, memberi kesempatan pada anak untuk memperkaya pengalaman, menerima, menghargai dan dapat menjadi teladan yang positif bagi anaknya, akan besar pengaruhnya terhadap perkembangan pribadi anak. Jadi dapat dikatakan bahwa bagaimana gambaran anak akan dirinya ditentukan oleh interaksi yang dilakukan ibu dengan anak. Konsep diri anak akan dirinya positif, apabila ibu dapat menerima anak sebagaimana adanya, sehingga anak akan mengerti kekurangan maupun kelebihannya. Kemampuan seorang anak untuk mengerti kekurangan maupun kelebihannya akan merupakan dasar bagi keseimbangan mentalnya.

PERAN WANITA SEBAGAI ISTRI PENDAMPING SUAMI
Berbicara masalah peran ibu sebagai istri pendamping suami tentunya tidak lepas dari peran ibu sebagai ibu rumah tangga. Tetapi ada baiknya dilihat beberapa peran yang pokok seorang wanita sebagai pendamping suami.
1. Istri sebagai teman/partner hidup
Pengertian teman di sini mempunyai arti adanya kedudukan yang sama. Istri dapat menjadi teman yang dapat diajak berdiskusi tentang masalah yang dihadapi suami. Sehingga apabila suami mempunyai masalah yang cukup berat, tapi istri mampu memberikan suatu sumbangan pemecahannya maka beban yang dirasakan suami berkurang. Disamping itu sebagai teman menandung pengertian jadi pendengar yang baik. Selama di kantor suami kadang mengalami ketidak-puasan atau perlakuan yang kurang mengenakkan, kejengkelan-kejengkelan ini dibawanya pulang. Di sini istri dapat mengurangi beban suami dengan cara mendengarkan apa yang dirasakan suami, sikap seperti ini dapat memberi ketenangan pada suami.
2. Istri sebagai penasehat yang bijaksana
Sebagai manusia biasa suami tidak dapat luput dari kesalahan yang kadang tidak disadarinya. Nah, di sini istri sebaiknya memberikan bimbingan agar suami dapat berjalan di jalan yang benar. Selain itu suami kadang menghadapi masalah yang pelik, nasehat istri sangat dibutuhkan untuk mengatasi masalahnya.
3. Istri sebagai pendorong suami
Sebagai manusia, suami juga masih selalu membutuhkan kemajuan di bidang pekerjaannya. Di sini peran istri dapat memberikan dorongan atau motivasi pada suami. Suami diberi semangat agar dapat mencapai jenjang karier yang diinginkan, tentunya harus diingat keterbatasan-keterbatasannya. Artinya istri tidak boleh yang terlalu ambisi terhadap karir atau kedudukan suami, kalau suami tidak mampu jangan dipaksakan, hal ini akan menimbulkan hal-hal yang negatif.
Pada prinsipnya dari apa yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa peran istri sebagai pendamping suami dapat sebagai teman, pendorong dan penasehat yang bijaksana. Dan yang paling penting bahwa semua peran itu dapat dilakukan dengan baik apabila ada keterbukaan satu sama lain, kerjasama yang baik dan saling pengertian.
Demikianlah sekelumit pokok-pokok yang dapat dijadikan pengetahuan bagi ibu-ibu dalam melakukan perannya di dalam keluarga. Insya Allah, keluarga kita semua menjadi keluarga Sakinah.
Semoga bermanfaat. Wassalam Wr.Wb.















BUTIR-BUTIR PENTING

PENDIDIKAN IMAN (dalam Pemeliharaan Kesehatan Jiwa Anak, DR.Abdullah Nashih Ulwan)
1. Mengikat anak dengan dasar-dasar iman, antara lain iman kepada Allah SWT, iman kepada malaikat, iman kepada kitab-kitab samawi, iman kepada Rasul, iman kepada pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir, iman kepada siksa kubur, hari kebangkitan, hari hisab, dan neraka.
a. Mengenalkan kekuasaan Allah, penciptaan langit dan bumi (Al-Baqarah: 164; Ath-Thariq: 5-10; Abasa: 24-32; Faathir: 27-28; Qaaf: 6-8; An Nahl: 10-17)
b. Menanamkan roh khusus, takwa dan ubudiyah kepada Allah SWT ( Al-Hajj: 34-35; Maryam:58; Al Hadiid: 16; Aj-Jumar:23)
c. Mendidik anak menyadari akan muraqabatullah (pengawasan Allah)
2. Mengawali pendidikan dengan kalimat “ la ilaha ilallah”
3. Mengenalkan hukum haram dan haram
4. Menyuruh beibadah sejak berusia tujuh tahun
5. Mendidik untuk mencintai Rasulullah saw, mencintai ahli baitnya dan cnita membaca Al Qur’an

PENDIDIKAN BIDANG AKHLAQ (dalam Praktek Rasullullah saw Mendidik Anak bidang Akhlaq dan Pergaulan karangan Drs. M.Thalib)
1. Mendidik berlaku santun kepada orang tua dan orangb lain
2. Mendidik menghormati saudara tua dan tetangga
3. Mendidik mengetahui hak dan mengajarkan menghormati orang lain
4. Mendidik menjauhi yang haram
5. Mendidik berlaku adil
6. Menanamkan kejujuran
7. Melatih memikul tanggung jawab
8. Mendidik meringankan kesulitan orang lain
9. Mengajarkan etika makan
10. Membiasakan mengucap salam keika masuk rumah
PENDIDIKAN BIDANG PERGAULAN
1. Memilihkan teman sebaya yang baik
2. Memberi salam ketika bertemu orang lain
3. Melatih berani menyampaikan pesan
4. Melatih berani bertanya
5. Melatih mengurus kepentingan orang lain
6. Mengunjungi orang sakit
7. Mengajak menghadiri walimah
MENDIDIK BIDANG INTELIGENSI
1. Mengajari sholat dan berdo’a
2. Menguji bacaan Al-Qur’an
3. Menjelaskan proses kejadian manusia
4. Melatih berpikir yang berguna
5. Mendidik berbagai pengetahun yang bermanfaat
6. Mengajari kepemimpinan
MENDIDiK BIDANG EMOSI
1. Memperlakukan dengan kasih sayang
2. Melatih keberanian
3. Mengajarkan sikap tenang
4. Melatih kesabaran ketika sakit, dan menghadapi musibah
5. Mengajari berdo’a ketika sakit
6. Menyuruh pembina persaudaraan
7. Mengajari menyikapi kesalahan orang lain
KEWAJIBAN-KEWAJIBAN PEREMPUAN SEBAGAI ISTRI
1. Taat kepada Allah dan Rasulnya
2. Taat kepada suami selama dalam lingkaran ketaatan kepada Allah
3. Menyerahkan diri apabila suami menginginkan
4. Tidak boleh memasukkan laki-laki yang tidak disenangi suami saat suami tidak ada di rumah
5. Tidak meremehkan pemberian nafkah suami
6. Menjaga harta suami dengan tidak berlebihan dalam membelanjakannya
7. Bersama-sama suami mendidik anak
8. Mengurus rumah sehingga nampak asri dan nyaman
9. Menghibur suami dikala susah dan mengalami masalah
10. Menjaga rahasia suami dan rumah tangga





PERAN WANITA DALAM MASYARAKAT
Secara kodrati, wanita sebagai manusia tidak dapat melepaskan diri dari keterikatannya dengan manusia lain. Seperti kita ketahui bahwa pada dasarnya berhubungan dengan individu lain merupakan suatu usaha manusi untuk memenyhi kebutuhan sosialnya. Dari hubungan antar pribadi ini, tumbuhlah perasaan diterima, ditolak, dihargai-tidak dihargaidan diakui-tidak diakui. Di samping itu dari hubungan antar pribadi ini, manusia dapat lebih mengenal dirinya sendiri, banyak mendapatkan penilaian dan memberikan penilaian. Bergaul dengan individu lain, membuka kesempatan bagi wanita untuk dapat menyatakan diri dan mengembangkan kemampuannya.
Suatu kenyataan bahwa dewasa ini keikut-sertaan wanita dalam mencapai tujuan pembangunan sangat diharapkan. Berbagai peran dan tugas ditawarkan bagi wanita, dalam hal ini tentunya kita harus selalu selektif jangan sampai terkecoh sehingga lupa pada kodratnya.
Dalam hubungan antar pribadi (pergaulan) masing-masing individu diberi kesempatan untuk mengembangkan pribadinya agar dapat mendekati sempurna. Wanita, dalam bergaul memperoleh banyak kesempatan untuk menghayati proses sosialisasi itu, baik sebagai subjek atau objek dalam kehidupan bersama.
Sehubungan dengan kebutuhan manusia untuk berhubungan dengan individu lain, Islam mengajarkan umatnya untuk menjalankan silaturahmi sebagai usaha untuk mempererat persaudaraan dengan sesama umat. Dari silaturahmi inilah awal tumbuhnya Ukhuwah Islamiyah, yang merupakan suatu cara untuk mencapai terwujudnya masyarakat Islam yang bersatu. Keberhasilan kita dalam menciptakan suasana yang harmonis dalam masyarakat pada umumnya, maupun sesama muslim pada khususnya dapat ditentukan oleh kemampuan untuk memberikan kasih sayang, menghindarkan diri dari sifat kasar, dengki, fitnah, dan saling curiga mencurigai. Di samping itu pergaulan kita dengan individu lain ditentukan oleh:
a. Pengertian bahwa tiap individu mempunyai kepribadian tertentu, yang unik dan hanya dimiliki oleh individu tersebut.
b. Pengertian bahwa tiap individu mempunyai kebutuhan yang berbeda dengan individu lain, hal ini akan mendasari perilakunya.
c. Kemampuan kita untuk mengerti perasaan orang lain, toleran, dan penuh pengertian.
d. Sikap untuk menghargai orang lain sebagai suatu pribadi dan tidak terlalu mementingkan diri kita sendiri.

Tujuan Bimbingan dan Konseling

Tujuan pelayanan bimbingan ialah agar konseli dapat: (1) merencanakan kegiatan
penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupan-nya di masa yang akan
datang; (2) mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin; (3) menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat serta lingkungan kerjanya; (4) mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan.
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, mereka harus mendapatkan kesempatan untuk: (1) mengenal dan memahami potensi, kekuatan, dan tugas-tugas perkem-bangannya, (2) mengenal dan memahami potensi atau peluang yang ada di lingkungannya, (3) mengenal dan menentukan tujuan dan rencana hidupnya serta rencana pencapaian tujuan tersebut, (4) memahami dan mengatasi kesulitan-kesulitan sendiri (5) menggunakan kemampuannya untuk kepentingan dirinya, kepentingan lembaga tempat bekerja dan masyarakat, (6) menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan dari lingkungannya; dan (7) mengembangkan segala potensi dan kekuatan yang dimilikinya secara optimal.
Secara khusus bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu konseli agar dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya yang meliputi aspek pribadi-sosial, belajar (akademik), dan karir.
1. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek pribadi-sosial konseli adalah:
• Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan
ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, baik dalam kehidupan pribadi,
keluarga, pergaulan dengan teman sebaya, Sekolah/Madrasah, tempat kerja,
maupun masyarakat pada umumnya.
• Memiliki sikap toleransi terhadap umat beragama lain, dengan saling dan hak dan kewajibannya masing-masing.
• Memiliki pemahaman tentang irama kehidupan yang bersifat fluktuatif antara
yang menyenangkan (anugrah) dan yang tidak menyenangkan (musibah), serta12 dan mampu meresponnya secara positif sesuai dengan ajaran agama yang dianut.
• Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif dan konstruktif, baik
yang terkait dengan keunggulan maupun kelemahan; baik fisik maupun psikis.
• Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang lain.
• Memiliki kemampuan untuk melakukan pilihan secara sehat
• Bersikap respek terhadap orang lain, menghormati atau menghargai orang lain,
tidak melecehkan martabat atau harga dirinya. Memiliki rasa tanggung jawab,
yang diwujudkan dalam bentuk komitmen terhadap tugas atau kewajibannya.
• Memiliki kemampuan berinteraksi sosial (human relationship), yang diwujudkan dalam bentuk hubungan persahabatan, persaudaraan, atau silaturahim dengan sesama manusia.
• Memiliki kemampuan dalam menyelesaikan konflik (masalah) baik bersifat
internal (dalam diri sendiri) maupun dengan orang lain.
• Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara efektif.

2. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek akademik (belajar) adalah :
• Memiliki kesadaran tentang potensi diri dalam aspek belajar, dan memahami
berbagai hambatan yang mungkin muncul dalam proses belajar yang dialaminya.
• Memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang positif, seperti kebiasaan membaca buku, disiplin dalam belajar, mempunyai perhatian terhadap semua pelajaran, dan aktif mengikuti semua kegiatan belajar yang diprogramkan.
• Memiliki motif yang tinggi untuk belajar sepanjang hayat.
• Memiliki keterampilan atau teknik belajar yang efektif, seperti keterampilan
membaca buku, mengggunakan kamus, mencatat pelajaran, dan
mempersiapkan diri menghadapi ujian.
• Memiliki keterampilan untuk menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan,
seperti membuat jadwal belajar, mengerjakan tugas-tugas, memantapkan diri
dalam memperdalam pelajaran tertentu, dan berusaha memperoleh informasi
tentang berbagai hal dalam rangka mengembangkan wawasan yang lebih luas.
• Memiliki kesiapan mental dan kemampuan untuk menghadapi ujian.

3. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek karir adalah :
• Memiliki pemahaman diri (kemampuan, minat dan kepribadian) yang terkait
dengan pekerjaan.
• Memiliki pengetahuan mengenai dunia kerja dan informasi karir yang menunjang
kematangan kompetensi karir.
• Memiliki sikap positif terhadap dunia kerja. Dalam arti mau bekerja dalam bidang
pekerjaan apapun, tanpa merasa rendah diri, asal bermakna bagi dirinya, dan
sesuai dengan norma agama.
• Memahami relevansi kompetensi belajar (kemampuan menguasai pelajaran)
dengan persyaratan keahlian atau keterampilan bidang pekerjaan yang menjadi
cita-cita karirnya masa depan.
• Memiliki kemampuan untuk membentuk identitas karir, dengan cara mengenali
ciri-ciri pekerjaan, kemampuan (persyaratan) yang dituntut, lingkungan
sosiopsikologis pekerjaan, prospek kerja, dan kesejahteraan kerja.
• Memiliki kemampuan merencanakan masa depan, yaitu merancang kehidupan
secara rasional untuk memperoleh peran-peran yang sesuai dengan minat,
kemampuan, dan kondisi kehidupan sosial ekonomi.
• Dapat membentuk pola-pola karir, yaitu kecenderungan arah karir. Apabila
seorang konseli bercita-cita menjadi seorang guru, maka dia senantiasa harus
mengarahkan dirinya kepada kegiatan-kegiatan yang relevan dengan karir
keguruan tersebut.
• Mengenal keterampilan, kemampuan dan minat. Keberhasilan atau kenyamanan
dalam suatu karir amat dipengaruhi oleh kemampuan dan minat yang dimiliki.
Oleh karena itu, maka setiap orang perlu memahami kemampuan dan minatnya, dalam bidang pekerjaan apa dia mampu, dan apakah dia berminat terhadap pekerjaan tersebut.
• Memiliki kemampuan atau kematangan untuk mengambil keputusan karir.

Landasan Bimbingan dan Konseling

Agar dapat berdiri tegak sebagai sebuah layanan profesional yang dapat diandalkan dan memberikan manfaat bagi kehidupan, maka layanan bimbingan dan konseling perlu dibangun di atas landasan yang kokoh, dengan mencakup: (1) landasan filosofis, (2) landasan psikologis; (3) landasan sosial-budaya, dan (4) landasan ilmu pengetahuan dan teknologi. Berkenaan dengan layanan bimbingan dan konseling dalam konteks Indonesia, selain berpijak pada keempat landasan tersebut juga perlu berlandaskan pada aspek pedagogis, religius dan yuridis-formal. Untuk terhidar dari berbagai penyimpangan dalam praktek layanan bimbingan dan konseling, setiap konselor mutlak perlu memahami dan menguasai landasan-landasan tersebut sebagai pijakan dalam melaksanakan tugas-tugas profesionalnya.
Kata kunci : bimbingan dan konseling, landasan filosofis, landasan psikologis; landasan sosial-budaya, landasan ilmu pengetahuan dan teknologi.

A. Pendahuluan
Layanan bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari pendidikan di
Indonesia. Sebagai sebuah layanan profesional, kegiatan layanan bimbingan dan
konseling tidak bisa dilakukan secara sembarangan, namun harus berangkat dan berpijak dari suatu landasan yang kokoh, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Dengan adanya pijakan yang jelas dan kokoh diharapkan pengembangan layanan bimbingan dan konseling, baik dalam tataran teoritik maupun praktek, dapat semakin lebih mantap dan bisa dipertanggungjawabkan serta mampu memberikan manfaat besar bagi kehidupan, khususnya bagi para penerima jasa layanan (klien).
Agar aktivitas dalam layanan bimbingan dan konseling tidak terjebak dalam berbagai
bentuk penyimpangan yang dapat merugikan semua pihak, khususnya pihak para
penerima jasa layanan (klien) maka pemahaman dan penguasaan tentang landasan
bimbingan dan konseling khususnya oleh para konselor tampaknya tidak bisa ditawar-tawar lagi dan menjadi mutlak adanya..
Berbagai kesalahkaprahan dan kasus malpraktek yang terjadi dalam layanan bimbingan dan konseling selama ini,– seperti adanya anggapan bimbingan dan konseling sebagai “polisi sekolah”, atau berbagai persepsi lainnya yang keliru tentang layanan bimbingan dan konseling,- sangat mungkin memiliki keterkaitan erat dengan tingkat pemahaman dan penguasaan konselor.tentang landasan bimbingan dan konseling. Dengan kata lain,penyelenggaraan bimbingan dan konseling dilakukan secara asal-asalan, tidak dibangun di atas landasan yang seharusnya.
Oleh karena itu, dalam upaya memberikan pemahaman tentang landasan bimbingan dan konseling, khususnya bagi para konselor, melalui tulisan ini akan dipaparkan tentang beberapa landasan yang menjadi pijakan dalam setiap gerak langkah bimbingan dan konseling.
B. Landasan Bimbingan dan Konseling
Membicarakan tentang landasan dalam bimbingan dan konseling pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan landasan-landasan yang biasa diterapkan dalam pendidikan, seperti landasan dalam pengembangan kurikulum, landasan pendidikan non formal atau pun landasan pendidikan secara umum.
Landasan dalam bimbingan dan konseling pada hakekatnya merupakan faktor-faktor
yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan khususnya oleh konselor selaku pelaksana utama dalam mengembangkan layanan bimbingan dan konseling. Ibarat sebuah bangunan, untuk dapat berdiri tegak dan kokoh tentu membutuhkan fundasi yang kuat dan tahan lama. Apabila bangunan tersebut tidak memiliki fundasi yang kokoh, maka bangunan itu akan mudah goyah atau bahkan ambruk. Demikian pula, dengan layanan bimbingan dan konseling, apabila tidak didasari oleh fundasi atau landasan yang kokoh akan mengakibatkan kehancuran terhadap layanan bimbingan dan konseling itu sendiri dan yang menjadi taruhannya adalah individu yang dilayaninya (klien). Secara teoritik, berdasarkan hasil studi dari beberapa sumber, secara umum terdapat empat aspek pokok yang mendasari pengembangan layanan bimbingan dan konseling, yaitu landasan filosofis, landasan psikologis, landasan sosial-budaya, dan landasan ilmu pengetahuan (ilmiah) dan teknologi. Selanjutnya, di bawah ini akan dideskripsikan dari masing-masing landasan bimbingan dan konseling tersebut :
1. Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan landasan yang dapat memberikan arahan dan pemahaman khususnya bagi konselor dalam melaksanakan setiap kegiatan bimbingan dan konseling yang lebih bisa dipertanggungjawabkan secara logis, etis maupun estetis.Landasan filosofis dalam bimbingan dan konseling terutama berkenaan dengan usaha mencari jawaban yang hakiki atas pertanyaan filosofis tentang : apakah manusia itu ? Untuk menemukan jawaban atas pertanyaan filosofis tersebut, tentunya tidak dapat dilepaskan dari berbagai aliran filsafat yang ada, mulai dari filsafat klasik sampai dengan filsafat modern dan bahkan filsafat post-modern. Dari berbagai aliran filsafat yang ada, para penulis Barat .(Victor Frankl, Patterson, Alblaster & Lukes, Thompson & Rudolph, dalam Prayitno, 2003) telah mendeskripsikan tentang hakikat manusia sebagai berikut :
• Manusia adalah makhluk rasional yang mampu berfikir dan mempergunakan ilmu
untuk meningkatkan perkembangan dirinya.
• Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya apabila dia
berusaha memanfaatkan kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya.
• Manusia berusaha terus-menerus memperkembangkan dan menjadikan dirinya sendiri khususnya melalui pendidikan.
• Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk dan hidup berarti upaya untuk mewujudkan kebaikan dan menghindarkan atau setidak- tidaknya mengontrol keburukan.
• Manusia memiliki dimensi fisik, psikologis dan spiritual yang harus dikaji secara
mendalam.
• Manusia akan menjalani tugas-tugas kehidupannya dan kebahagiaan manusia
terwujud melalui pemenuhan tugas-tugas kehidupannya sendiri.
• Manusia adalah unik dalam arti manusia itu mengarahkan kehidupannya sendiri.
• Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk membuat
pilihan-pilihan yang menyangkut perikehidupannya sendiri. Kebebasan ini
memungkinkan manusia berubah dan menentukan siapa sebenarnya diri manusia
itu adan akan menjadi apa manusia itu.
• Manusia pada hakikatnya positif, yang pada setiap saat dan dalam suasana
apapun, manusia berada dalam keadaan terbaik untuk menjadi sadar dan
berkemampuan untuk melakukan sesuatu.
Dengan memahami hakikat manusia tersebut maka setiap upaya bimbingan dan konseling diharapkan tidak menyimpang dari hakikat tentang manusia itu sendiri. Seorang konselor dalam berinteraksi dengan kliennya harus mampu melihat dan memperlakukan kliennya sebagai sosok utuh manusia dengan berbagai dimensinya.
2. Landasan Psikologis
Landasan psikologis merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman bagi
konselor tentang perilaku individu yang menjadi sasaran layanan (klien). Untuk
kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa kajian psikologi yang perlu dikuasai
oleh konselor adalah tentang : (a) motif dan motivasi; (b) pembawaan dan lingkungan, (c)perkembangan individu; (d) belajar; dan (e) kepribadian.
a. Motif dan Motivasi
Motif dan motivasi berkenaan dengan dorongan yang menggerakkan seseorang
berperilaku baik motif primer yaitu motif yang didasari oleh kebutuhan asli yang dimiliki oleh individu semenjak dia lahir, seperti : rasa lapar, bernafas dan sejenisnya maupun motif sekunder yang terbentuk dari hasil belajar, seperti rekreasi, memperoleh pengetahuan atau keterampilan tertentu dan sejenisnya. Selanjutnya motif-motif tersebut tersebut diaktifkan dan digerakkan,– baik dari dalam diri individu (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik)–, menjadi bentuk perilaku instrumental atau aktivitas tertentu yang mengarah pada suatu tujuan.
b. Pembawaan dan Lingkungan
Pembawaan dan lingkungan berkenaan dengan faktor-faktor yang membentuk dan
mempengaruhi perilaku individu. Pembawaan yaitu segala sesuatu yang dibawa sejak lahir dan merupakan hasil dari keturunan, yang mencakup aspek psiko-fisik, seperti struktur otot, warna kulit, golongan darah, bakat, kecerdasan, atau ciri-ciri-kepribadian tertentu. Pembawaan pada dasarnya bersifat potensial yang perlu dikembangkan dan untuk mengoptimalkan dan mewujudkannya bergantung pada lingkungan dimana individu itu berada. Pembawaan dan lingkungan setiap individu akan berbeda-beda. Ada individu yang memiliki pembawaan yang tinggi dan ada pula yang sedang atau bahkan rendah. Misalnya dalam kecerdasan, ada yang sangat tinggi (jenius), normal atau bahkan sangat kurang (debil, embisil atau ideot). Demikian pula dengan lingkungan, ada individu yang dibesarkan dalam lingkungan yang kondusif dengan sarana dan prasarana yang memadai, sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya dapat berkembang secara optimal. Namun ada pula individu yang hidup dan berada dalam lingkungan yang kurang kondusif dengan sarana dan prasarana yang serba terbatas sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya tidak dapat berkembang dengan baik.dan menjadi tersia-siakan.
c. Perkembangan Individu
Perkembangan individu berkenaan dengan proses tumbuh dan berkembangnya individu yang merentang sejak masa konsepsi (pra natal) hingga akhir hayatnya, diantaranya meliputi aspek fisik dan psikomotorik, bahasa dan kognitif/kecerdasan, moral dan sosial. Beberapa teori tentang perkembangan individu yang dapat dijadikan sebagai rujukan, diantaranya : (1) Teori dari McCandless tentang pentingnya dorongan biologis dan kultural dalam perkembangan individu; (2) Teori dari Freud tentang dorongan seksual; (3) Teori dari Erickson tentang perkembangan psiko-sosial; (4) Teori dari Piaget tentang perkembangan kognitif; (5) teori dari Kohlberg tentang perkembangan moral; (6) teori dari Zunker tentang perkembangan karier; (7) Teori dari Buhler tentang perkembangan sosial; dan ( Teori dari Havighurst tentang tugas-tugas perkembangan individu semenjak masa bayi sampai dengan masa dewasa.
Dalam menjalankan tugas-tugasnya, konselor harus memahami berbagai aspek
perkembangan individu yang dilayaninya sekaligus dapat melihat arah perkembangan individu itu di masa depan, serta keterkaitannya dengan faktor pembawaan dan lingkungan.
d. Belajar
Belajar merupakan salah satu konsep yang amat mendasar dari psikologi. Manusia belajar untuk hidup. Tanpa belajar, seseorang tidak akan dapat mempertahankan dan
mengembangkan dirinya, dan dengan belajar manusia mampu berbudaya dan
mengembangkan harkat kemanusiaannya. Inti perbuatan belajar adalah upaya untuk
menguasai sesuatu yang baru dengan memanfaatkan yang sudah ada pada diri individu. Penguasaan yang baru itulah tujuan belajar dan pencapaian sesuatu yang baru itulah tanda-tanda perkembangan, baik dalam aspek kognitif, afektif maupun
psikomotor/keterampilan. Untuk terjadinya proses belajar diperlukan prasyarat belajar, baik berupa prasyarat psiko-fisik yang dihasilkan dari kematangan atau pun hasil belajar sebelumnya.
Untuk memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan belajar terdapat beberapa teori belajar yang bisa dijadikan rujukan, diantaranya adalah : (1) Teori Belajar Behaviorisme; (2) Teori Belajar Kognitif atau Teori Pemrosesan Informasi; dan (3) Teori Belajar Gestalt. Dewasa ini mulai berkembang teori belajar alternatif konstruktivisme.
e. Kepribadian
Hingga saat ini para ahli tampaknya masih belum menemukan rumusan tentang
kepribadian secara bulat dan komprehensif.. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005)
menemukan hampir 50 definisi tentang kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider dalam Syamsu Yusuf (2003) mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons individu baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan. Sedangkan yang dimaksud dengan unik bahwa kualitas perilaku itu khas sehingga dapat dibedakan antara individu satu dengan individu lainnya. Keunikannya itu didukung oleh keadaan struktur psiko-fisiknya, misalnya konstitusi dan kondisi fisik, tampang, hormon, segi kognitif dan afektifnya yang saling berhubungan dan berpengaruh, sehingga menentukan kualitas tindakan atau perilaku individu yang bersangkutan dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Untuk menjelaskan tentang kepribadian individu, terdapat beberapa teori kepribadian
yang sudah banyak dikenal, diantaranya : Teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud, Teori Analitik dari Carl Gustav Jung, Teori Sosial Psikologis dari Adler, Fromm, Horney dan Sullivan, teori Personologi dari Murray, Teori Medan dari Kurt Lewin, Teori Psikologi Individual dari Allport, Teori Stimulus-Respons dari Throndike, Hull, Watson, Teori The Self dari Carl Rogers dan sebagainya. Sementara itu, Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan tentang aspek-aspek kepribadian, yang mencakup :
• Karakter; yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsiten
tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.
• Temperamen; yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi
terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.
• Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen.
• Stabilitas emosi; yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari
lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, sedih, atau putus asa.
• Responsibilitas (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima resiko dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima resiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari resiko yang dihadapi.
• Sosiabilitas; yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan
interpersonal. Seperti: sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan
berkomunikasi dengan orang lain.
Untuk kepentingan layanan bimbingan dan konseling dan dalam upaya memahami dan mengembangkan perilaku individu yang dilayani (klien) maka konselor harus dapat memahami dan mengembangkan setiap motif dan motivasi yang melatarbelakangi perilaku individu yang dilayaninya (klien). Selain itu, seorang konselor juga harus dapat mengidentifikasi aspek-aspek potensi bawaan dan menjadikannya sebagai modal untuk memperoleh kesuksesan dan kebahagian hidup kliennya. Begitu pula, konselor sedapat mungkin mampu menyediakan lingkungan yang kondusif bagi pengembangan segenap potensi bawaan kliennya. Terkait dengan upaya pengembangan belajar klien, konselor dituntut untuk memahami tentang aspek-aspek dalam belajar serta berbagai teori belajar yang mendasarinya. Berkenaan dengan upaya pengembangan kepribadian klien, konselor kiranya perlu memahami tentang karakteristik dan keunikan kepribadian kliennya. Oleh karena itu, agar konselor benar-benar dapat menguasai landasan psikologis, setidaknya terdapat empat bidang psikologi yang harus dikuasai dengan baik, yaitu bidang psikologi umum, psikologi perkembangan, psikologi belajar atau psikologi pendidikan dan psikologi kepribadian.
3. Landasan Sosial-Budaya
Landasan sosial-budaya merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman
kepada konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi kebudayaan sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu. Seorang individu pada dasarnya merupakan produk lingkungan sosial-budaya dimana ia hidup. Sejak lahirnya, ia sudah dididik dan dibelajarkan untuk mengembangkan pola-pola perilaku sejalan dengan tuntutan sosial- budaya yang ada di sekitarnya. Kegagalan dalam memenuhi tuntutan sosial-budaya dapat mengakibatkan tersingkir dari lingkungannya. Lingkungan sosial-budaya yang melatarbelakangi dan melingkupi individu berbeda-beda sehingga menyebabkan perbedaan pula dalam proses pembentukan perilaku dan kepribadian individu yang bersangkutan. Apabila perbedaan dalam sosial-budaya ini tidak “dijembatani”, maka tidak mustahil akan timbul konflik internal maupun eksternal, yang pada akhirnya dapat menghambat terhadap proses perkembangan pribadi dan perilaku individu yang besangkutan dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya.
Dalam proses konseling akan terjadi komunikasi interpersonal antara konselor dengan klien, yang mungkin antara konselor dan klien memiliki latar sosial dan budaya yang berbeda. Pederson dalam Prayitno (2003) mengemukakan lima macam sumber hambatan yang mungkin timbul dalam komunikasi sosial dan penyesuain diri antar budaya, yaitu : (a) perbedaan bahasa; (b) komunikasi non-verbal; (c) stereotipe; (d) kecenderungan menilai; dan (e) kecemasan. Kurangnya penguasaan bahasa yang digunakan oleh pihak- pihak yang berkomunikasi dapat menimbulkan kesalahpahaman. Bahasa non-verbal pun sering kali memiliki makna yang berbeda-beda, dan bahkan mungkin bertolak belakang. Stereotipe cenderung menyamaratakan sifat-sifat individu atau golongan tertentu berdasarkan prasangka subyektif (social prejudice) yang biasanya tidak tepat. Penilaian terhadap orang lain disamping dapat menghasilkan penilaian positif tetapi tidak sedikit pula menimbulkan reaksi-reaksi negatif. Kecemasan muncul ketika seorang individu memasuki lingkungan budaya lain yang unsur-unsurnya dirasakan asing. Kecemasan yang berlebihan dalam kaitannya dengan suasana antar budaya dapat menuju ke culture shock, yang menyebabkan dia tidak tahu sama sekali apa, dimana dan kapan harus berbuat sesuatu. Agar komuniskasi sosial antara konselor dengan klien dapat terjalin harmonis, maka kelima hambatan komunikasi tersebut perlu diantisipasi.
Terkait dengan layanan bimbingan dan konseling di Indonesia, Moh. Surya (2006)
mengetengahkan tentang tren bimbingan dan konseling multikultural, bahwa bimbingan dan konseling dengan pendekatan multikultural sangat tepat untuk lingkungan berbudaya plural seperti Indonesia. Bimbingan dan konseling dilaksanakan dengan landasan semangat bhinneka tunggal ika, yaitu kesamaan di atas keragaman. Layanan bimbingan dan konseling hendaknya lebih berpangkal pada nilai-nilai budaya bangsa yang secara nyata mampu mewujudkan kehidupan yang harmoni dalam kondisi pluralistik.
4. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Layanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan profesional yang memiliki dasar-dasar keilmuan, baik yang menyangkut teori maupun prakteknya. Pengetahuan tentang bimbingan dan konseling disusun secara logis dan sistematis dengan menggunakan berbagai metode, seperti: pengamatan, wawancara, analisis dokumen, prosedur tes, inventory atau analisis laboratoris yang dituangkan dalam bentuk laporan penelitian, buku teks dan tulisan-tulisan ilmiah lainnya.
Sejak awal dicetuskannya gerakan bimbingan, layanan bimbingan dan konseling telah menekankan pentingnya logika, pemikiran, pertimbangan dan pengolahan lingkungan secara ilmiah (McDaniel dalam Prayitno, 2003).
Bimbingan dan konseling merupakan ilmu yang bersifat “multireferensial”. Beberapa disiplin ilmu lain telah memberikan sumbangan bagi perkembangan teori dan praktek bimbingan dan konseling, seperti : psikologi, ilmu pendidikan, statistik, evaluasi, biologi, filsafat, sosiologi, antroplogi, ilmu ekonomi, manajemen, ilmu hukum dan agama. Beberapa konsep dari disiplin ilmu tersebut telah diadopsi untuk kepentingan pengembangan bimbingan dan konseling, baik dalam pengembangan teori maupun prakteknya. Pengembangan teori dan pendekatan bimbingan dan konseling selain dihasilkan melalui pemikiran kritis para ahli, juga dihasilkan melalui berbagai bentuk penelitian.
Sejalan dengan perkembangan teknologi, khususnya teknologi informasi berbasis
komputer, sejak tahun 1980-an peranan komputer telah banyak dikembangkan dalam
bimbingan dan konseling. Menurut Gausel (Prayitno, 2003) bidang yang telah banyak memanfaatkan jasa komputer ialah bimbingan karier dan bimbingan dan konseling pendidikan. Moh. Surya (2006) mengemukakan bahwa sejalan dengan perkembangan teknologi komputer interaksi antara konselor dengan individu yang dilayaninya (klien) tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi dapat juga dilakukan melalui hubungan secara virtual (maya) melalui internet, dalam bentuk “cyber counseling”. Dikemukakan pula, bahwa perkembangan dalam bidang teknologi komunikasi menuntut kesiapan dan adaptasi konselor dalam penguasaan teknologi dalam melaksanakan bimbingan dan konseling.
Dengan adanya landasan ilmiah dan teknologi ini, maka peran konselor didalamnya
mencakup pula sebagai ilmuwan sebagaimana dikemukakan oleh McDaniel (Prayitno,2003) bahwa konselor adalah seorang ilmuwan. Sebagai ilmuwan, konselor harus mampu mengembangkan pengetahuan dan teori tentang bimbingan dan konseling, baik berdasarkan hasil pemikiran kritisnya maupun melalui berbagai bentuk kegiatan penelitian.
Berkenaan dengan layanan bimbingan dan konseling dalam konteks Indonesia, Prayitno (2003) memperluas landasan bimbingan dan konseling dengan menambahkan landasan paedagogis, landasan religius dan landasan yuridis-formal.
Landasan paedagogis dalam layanan bimbingan dan konseling ditinjau dari tiga segi,
yaitu: (a) pendidikan sebagai upaya pengembangan individu dan bimbingan merupakan salah satu bentuk kegiatan pendidikan; (b) pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan konseling; dan (c) pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan layanan bimbingan dan konseling.
Landasan religius dalam layanan bimbingan dan konseling ditekankan pada tiga hal
pokok, yaitu : (a) manusia sebagai makhluk Tuhan; (b) sikap yang mendorong
perkembangan dari perikehidupan manusia berjalan ke arah dan sesuai dengan kaidah-kaidah agama; dan (c) upaya yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya secara optimal suasana dan perangkat budaya (termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi) serta kemasyarakatan yang sesuai dengan dan meneguhkan kehidupan beragama untuk membantu perkembangan dan pemecahan masalah. Ditegaskan pula oleh Moh. Surya (2006) bahwa salah satu tren bimbingan dan konseling saat ini adalah bimbingan dan konseling spiritual. Berangkat dari kehidupan modern dengan kehebatan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemajuan ekonomi yang dialami bangsa-bangsa Barat yang ternyata telah menimbulkan berbagai suasana kehidupan yang tidak memberikan kebahagiaan batiniah dan berkembangnya rasa kehampaan. Dewasa ini sedang berkembang kecenderungan untuk menata kehidupan yang berlandaskan nilai-nilai spiritual. Kondisi ini telah mendorong kecenderungan berkembangnya bimbingan dan konseling yang berlandaskan spiritual atau religi.
Landasan yuridis-formal berkenaan dengan berbagai peraturan dan perundangan yang berlaku di Indonesia tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling, yang bersumber dari Undang-Undang Dasar, Undang – Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri serta berbagai aturan dan pedoman lainnya yang mengatur tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Indonesia.

C. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
Sebagai sebuah layanan profesional, bimbingan dan konseling harus dibangun di atas
landasan yang kokoh. Landasan bimbingan dan konseling yang kokoh merupakan tumpuan untuk terciptanya layanan bimbingan dan konseling yang dapat memberikan manfaat bagi kehidupan

Landasan bimbingan dan konseling meliputi : (a) landasan filosofis, (b) landasan
psikologis; (c) landasan sosial-budaya; dan (d) landasan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Landasan filosofis terutama berkenaan dengan upaya memahami hakikat manusia,
dikaitkan dengan proses layanan bimbingan dan konseling.
Landasan psikologis berhubungan dengan pemahaman tentang perilaku individu yang menjadi sasaran layanan bimbingan dan konseling, meliputi : (a) motif dan motivasi; (b) pembawaan dan lingkungan; (c) perkembangan individu; (d) belajar; dan (d) kepribadian.
Landasan sosial budaya berkenaan dengan aspek sosial-budaya sebagai faktor yang
mempengaruhi terhadap perilaku individu, yang perlu dipertimbangakan dalam layanan bimbingan dan konseling, termasuk di dalamnya mempertimbangkan tentang keragaman budaya.
Landasan ilmu pengetahuan dan teknologi berkaitan dengan layanan bimbingan dan
konseling sebagai kegiatan ilimiah, yang harus senantiasa mengikuti laju perkembangan pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat.
Layanan bimbingan dan konseling dalam konteks Indonesia, di samping berlandaskan pada keempat aspek tersebut di atas, kiranya perlu memperhatikan pula landasan pedagodis, landasan religius dan landasan yuridis-formal.